Harus Diketahui Oleh Umat Kristen dan Yahudi
Bagian Pertama
Oleh: Professor David Benjamin Keldani B.D. Mantan Uskup Roma Katholik di Uramiah, Kaldea
Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
KATA PENGANTAR
Berikut akan disajikan sejumlah artikel yang ditulis oleh Profesor David Benjamin Keldani B.D. seorang mantan Uskup Katholik dari Uramiah, Kaldea. Dalam artikel ini Profesor Benjamin mencoba untuk membuktikan bahwa semua ramalan atau nubuah dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tentang akan datangnya Al Masih itu sebenarnyalah hanya menunjuk kepada SATU ORANG yaitu NABI MUHAMMAD saw. Uraian Profesor Benjamin yang adalah mantan seorang archbishop Katholik berdasarkan peninjauan yang sangat mendalam atas Kitab Injil yang beliau kuasai, dengan di sana sini beliau mengutip beberapa ayat dari Al Qur'an.
Penterjemah yakin artikel ini penting bukan saja untuk ummat Kristen dan Yahudi agar dapat terbuka hatinya melihat kebenaran sejati atau yang seharusnya, tetapi juga untuk ummat Islam sendiri karena dengan memahami semua yang diuraikan beliau dalam artikel ini, tahulah kita bahwa kita sesungguhnya bisa "mengimami" Kitab Injil yang ada sekarang ini dengan cara yang sangat berlainan dengan ummat Kristen mengimaminya. Dari yang diuraikan oleh Profesor Benjamin kita menjadi tahu bahwa di dalam Injil itu, walaupun semuanya ditulis oleh orang-orang yang bukan murid langsung dari Nabi Isa a.s. dan ditulisnyapun sekian puluh tahun sesudah wafatnya Nabi Isa a.s. di samping di dalamnya dijumpai banyak pertentangan antara ayat-ayatnya, terdapat banyak "kebenaran Islami" yang tampaknya hanya bisa difahami dengan benar oleh orang seperti mantan uskup ini. Semoga saja banyak ummat Kristen dan Yahudi yang bisa memiliki kearifan seperti mantan uskup Keldani ini. Sungguh suatu anugerah Allah yang tidak terkira bahwa mantan uskup ini telah diberi izin oleh Allah untuk membuka tabir misteri yang begitu banyak di dalam Injil. Dengan demikian memberi petunjuk kepada kita betapa benarnya firman Allah yang turun pertama kali dan memerintahkan kita untuk "Iqra'" atau "membaca" dengan akal fikiran sehat yang kritis dan yang selalu harus dikembalikan kepada Prima Causa sehingga kita bisa insya Allah mendapatkan pengetahuan yang benar. Dengan selalu "membaca" itu insya Allah hati kita akan dibuka oleh Allah untuk mengetahui dan menerima kebenaran yang sesungguhnya. Bukankah berulang kali dalam Al Qur'an yang mulia ummat Islam diperintahkan untuk "ta'qilun" - "tafakkur" - pergunakan akal sehat kita -dsb.!
Penterjemah berusaha untuk menterjemahkan, dan bukan menyadur, sebaik mungkin untuk tidak mengubah apa yang telah ditulis oleh Profesor Benjamin, seperti misalnya beliau sudah terbiasa menyebut nabi Isa a.s. dengan Jesus Kristus atau Jesus atau Kristus saja. Namun sebagai orang Muslim penterjemah merasa tidak "sreg" bila menyebut nama Muhammad tidak ditambahi dengan "saw", dan karena itu semua "saw" adalah dari penterjemah. Banyak juga istilah-istilah Kristen Katholik yang penterjemah kurang memahaminya, jadi ada yang kami tuliskan seperti apa adanya. Memang dalam artikel ini nuansa Kristen masih sedikit terasa yang bisa kita maklumi karena penulis adalah mantan Uskup Katholik. Yang perlu diketahui juga adalah gaya bahasa penulis artikel ini yang tidak terlalu sederhana, sehingga sering untuk memahami arti kalimat, kita harus berulang kali membacanya.
Dalam menterjemahkan ini seringkali terasa betapa bahasa Indonesia itu tidak terlalu kaya dengan kamus perbendaharaan kata, sehingga beberapa kata dalam bahasa Inggris yang mempunyai arti hampir bersamaan tetapi dengan tekanan atau nuansa lain, dalam bahasa Indonesia ternyata sering hanya mempunyai satu arti saja. Harapan penterjemah semoga apa yang disajikan tidak terlalu jauh dari yang dimaksudkan sesungguhnya oleh Profesor Benjamin. Bila ada kekeliruan dan atau kesalahan arti atau terjemahan dari artikel mantan uskup ini, sepenuhnya adalah tanggung jawab penterjemah dan semata-mata hanya karena kekurangan yang ada pada penterjemah. Bagi yang memahami bahasa Inggris, penterjemah mohon kritik dan sarannya. Artikel yang menarik ini cukup panjang dan dibagi dalam 2 bab besar, di samping sebuah biografi dari Uskup Uramiah tersebut, yaitu:
BIOGRAFI PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI, B.D.
Abdu'l-Ahad Dawud adalah sebelumnya seorang pendeta yang bernama David Abdu Benjamin Keldani, B.D. seorang pendeta Katholik Roma di sekte Uniate Chaldea (Unitarian). Beliau dilahirkan pada tahun 1867 di Urmia, Persia; mendapatkan pendidikannya sejak kecil di kota itu. Dari tahun 1886-1889 beliau ada dalam jajaran staf pengajar dari Misi Archbishop Canterbury pada ummat Kristen Asiria (Nestorian) di Urmia. Pada tahun 1892 beliau dikirim oleh Kardinal Vaughan ke Roma, di mana beliau mengikuti kursus studi falsafah dan teologi di Propaganda Fide College, dan pada tahun 1895 diangkat jadi pendeta. Pada tahun 1892 Profesor Dawud telah menulis sejumlah artikel untuk tabloid "Assyria, Rome dan Canterbury"; dan menurut Irish Record juga di tabloid "Authenticity of the Pentateuch." Beliau memiliki beberapa terjemahan tentang Ave Maria dalam beberapa bahasa, menerbitkannya dalam majalah bergambar Catholic Missions. Ketika ada di Konstantinopel dalam perjalanannya ke Persia dalam tahun 1895, beliau menulis sejumlah artikel yang panjang dalam bahasa Inggris dan Perancis tentang "Gereja-Gereja Timur" untuk sebuah harian, yang diterbitkan di harian yang bernama The Levant Herald. Pada tahun 1895 beliau bergabung dengan Misi Lazarist dari Perancis di Urmia, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Misi itu menerbitkan sebuah majalah berbahasa Syria asli yang disebut Qala-La-Shara, yaitu "Suara Kebenaran". Pada tahun 1897 beliau diutus bersama oleh dua orang Archbishops Urmia dan Salmas untuk mewakili ummat Katholik Timur pada Eucharistic Congress yang diadakan di Paray-le-Monial di Perancis di bawah pimpinan Kardinal Perraud. Tentu saja ini adalah undangan resmi. Makalah yang dibaca oleh Romo Benjamin dalam Kongres itu diterbitkan dalam jurnal dari Kongres Eukaristik yang disebut "Le Pellerin" dalam tahun itu. Dalam makalah itu Chaldean Arch Priest (sebutan resmi beliau) menyesali sistim pendidikan Katholik di antara ummat Nestorian.
Pada tahun 1888 Romo Benjamin kembali lagi ke Persia. Di desa asalnya, Digala, kira-kira satu mil dari kota, beliau membuka sebuah sekolah. Di tahun berikutnya beliau dikirim oleh penguasa-penguasa Eklesiastikal untuk memimpin diocese Salmas, di mana pertentangan yang tajam dan berbau skandal antara Uniate Archbishop Khudabash, dan Romo-Romo dari Lazarist untuk waktu yang panjang telah mengancam timbulnya perpecahan. Pada hari Tahun Baru 1900 Romo Benjamin menyampaikan khotbah yang terakhir kalinya dan penuh dengan kenangan kepada sekumpulan besar jemaah, termasuk banyak orang Armenia yang non Katholik serta lain-lainya di Katedral St. George's Khorovabad, Salmas. Judul dari khotbahnya "Abad Baru dan Manusia Baru." Beliau teringat kenyataan bahwa Misi-Misi Nestorian, sebelum timbulnya Islam, yang berarti "penyerahan" kepada Tuhan, telah menyebar luaskan Injil di seluruh Asia; dan bahwa mereka mempunyai beberapa tempat di India (terutama di pantai Malabar), di Tartary, di Cina dan Mongol; dan bahwa mereka menterjemahkan Injil dalam bahasa Turki Uighur dan bahasa-bahasa lainnya; bahwa Misi-Misi Katholik, Amerika dan Anglikan, meskipun ada jasa mereka sedikit terhadap bangsa Asiria Kaldea dalam bentuk pendidikan awal, telah memecah bangsa dalam begitu banyak sekte yang tidak bersahabat seperti sejumlah banyak di Persia, Kurdistan dan Mesopotamia; dan bahwa upaya mereka ditakdirkan sampai pada tingkat tertentu menyebabkan kegagalan. Akibatnya beliau menyarankan agar bangsa-bangsa itu membuat beberapa pengorbanan agar dapat berdiri sendiri sebagai laki-laki dan tidak tergantung pada misi-misi asing, dsb.
Secara mendasar pengkhotbah itu benar seluruhnya; namun peringatan beliau itu tidak berkenan bagi kepentingan misi-misi Tuhan. Dengan segera khotbah ini telah membawa Delegasi Apostolik Mgr Lesne dari Urmia ke Salmas. Dia tetap hingga akhir sebagai kawan Romo Benjamin. Keduanya kembali ke Urmia. Misi baru dari Rusia telah menetap di Urmia sejak 1899. Kaum Nestorian dengan bersemangat memeluk agama dari Tsar yang " suci" seluruh Rusia.
Lima Misi yang besar dan megah, Amerika, Anglikan, Perancis, Jerman, dan Rusia dengan kolese mereka, ditopang oleh masyarakat agama yang kaya, Konsul dan Duta Besar, beramai-ramai berusaha untuk mengalihkan agama dari kira-kira seratus ribu orang Asiria-Kaldea dari Nestorian yang pembangkang (heresy) ke salah satu dari lima penyimpangan (heresies). Namun dengan segera orang Rusia melampaui yang lainnya, dan misi inilah yang dalam tahun 1915 telah mendorong atau memaksa orang Asiria dari Persia, sebagaimana halnya orang suku gunung Kurdistan, yang pada waktu itu telah berimigrasi ke dataran Salmas dan Urmia, untuk mengangkat senjata terhadap pemerintah masing-masing. Hasilnya ialah bahwa separuh dari orang-orang itu musnah dalam peperangan dan sisanya dikeluarkan dari negeri asalnya.
Masalah besar yang telah lama mencari penyelesaiannya dalam jiwa pendeta ini kini mendekati klimaksnya. Apakah agama Kristen dengan segala bentuk dan warnanya yang beragam, dengan Kitab-Kitab Sucinya yang tidak otentik , palsu dan telah banyak diubah, benar-benar agama Tuhan? Dalam musim panas 1900 beliau beristirahat ke villanya yang kecil di tengah kebun anggur dekat dengan air mancur Chali-Boulaghi yang terkenal di Digala, dan di sana untuk selama satu bulan mempergunakan waktunya untuk berdo'a dan meditasi, membaca berulang kali Kitab-Kitab Suci dalam teks aslinya. Krisis itu berakhir dengan permohonan mengundurkan diri secara resmi kepada Uniate Archbishop Urmia, di mana secara berterus terang beliau menerangkan sebab-sebab beliau meninggalkan fungsi kependetaan kepada Mgr Touma Audu. Semua usaha telah dilakukan oleh penguasa-penguasa eklesiastikal agar beliau menarik keputusan itu namun tanpa hasil. Tidak ada masalah pribadi atau pertentangan antara Romo Benjamin dan atasannya; semua itu adalah masalah kesadaran.
Untuk beberapa bulan Tuan Dawud, begitu kini panggilan beliau, dipekerjakan di Tabriz sebagai inspektur di Jasa Pos dan Pabean Persia di bawah ahli-ahli dari Belgia. Selanjutnya beliau mengabdi pada Pangeran Mahkota Muhammad 'Ali Mirza sebagai pengajar dan penterjemah. Pada tahun 1903 kembali beliau mengunjungi Inggris dan di sana bergabung dengan masyarakat Unitarian. Dan dalam tahun 1904 beliau dikirim oleh Asosiasi Unitarian Inggris dan Asing untuk melaksanakan pekerjaan pendidikan dan pencerahan di antara orang-orang senegara. Dalam perjalanan ke Persia beliau mampir ke Konstantinopel; dan sesudah beberapa wawancara dengan Sheikhul Islam Jamaluddin Effendi dan ulama-ulama lainnya, beliau memeluk agama suci Islam, yang berarti penyerahan diri kepada Tuhan.
TENTANG SANG PENCIPTA, KITAB SUCI DAN NABI-NABI
Oleh: PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI B.D. (Wafat 1940)
Dahulu Uskup Uramiah, Kaldea.
Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
A. Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Dalam Perjanjian Lama
Bab 1.
PENDAHULUAN.
Melalui tulisan ini dan tulisan berikutnya saya akan berusaha untuk menunjukkan bahwa doktrin Islam tentang Ketuhanan dan Utusan Agung Allah adalah sepenuhnya benar dan sesuai dengan ajaran di dalam Injil.
Tulisan pertama ini akan saya khususkan untuk membicarakan butir pertama, dan dalam tulisan lainnya akan saya coba untuk menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah obyek dari Perjanjian Lama dan pada diri Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan hanya beliau seorang diri saja, sesungguhnya dan secara harfiah telah terpenuhi semua ramalan di dalam Perjanjian Lama.
Saya ingin menjelaskan bahwa pandangan yang saya uraikan dalam tulisan ini serta tulisan berikutnya adalah sangat pribadi, dan bahwa saya sendirilah yang bertanggung jawab atas penelitian pribadi dan yang tidak saya contek dari pihak lain terhadap naskah suci Yahudi yang saya lakukan. Namun saya tidak bersikap otoritatif dalam menguraikan dengan rinci ajaran Islam yang memiliki arti penyerahan diri kepada Allah.
Saya tidak mempunyai sedikitpun maksud ataupun keinginan untuk melukai rasa keagamaan dari teman-teman yang beragama Kristen. Saya mencintai Kristus, Musa dan Ibrahim, sebagaimana saya mencintai Nabi Muhammad saw dan semua nabi suci lainnya dari Tuhan.
Tulisan saya ini tidak dimaksudkan untuk menimbulkan pertentangan yang pahit dengan gereja dan karenanya tak berguna, tetapi hanya mengundang mereka kepada penyelidikan yang menyenangkan dan bersahabat atas masalah yang penting ini dengan semangat cinta dan tidak berpihak. Jika ummat Kristen berhenti dari usahanya yang sia-sia untuk mendefinisikan Zat Yang Maha Adi (Supreme Being), dan mengakui Keesaan Tuhan yang mutlak, maka persatuan antara mereka dengan ummat Muslim bukan saja mungkin tetapi sangat mungkin. Karena sekali Keesaan Tuhan diterima dan diakui, maka butir-butir perbedaan lainnya antara dua agama ini dapat dengan lebih mudah diselesaikan. (QS al-Maidah 5:82)
ALLAH DAN ATRIBUTNYA
Ada dua hal mendasar antara agama Islam dan Kristen yang, demi untuk kebenaran dan perdamaian dunia, pantas untuk diteliti dengan sangat serius dan mendalam. Karena dua agama ini mengklaim berasal dari satu sumber yang sama, sepantasnyalah bahwa tidak ada kontroversi penting antara keduanya boleh dibiarkan begitu saja. Kedua agama besar ini yakin akan adanya Ketuhanan dan akan adanya Perjanjian yang telah dibuat antara Tuhan dan Nabi Ibrahim. Atas dua hal yang pokok ini haruslah dicapai satu kesepakatan yang hati-hati sekali dan bersifat final antara penganut yang cerdas dari kedua agama tersebut. Apakah kita mahluk bodoh yang malang ini mempercayai dan memuja satu Tuhan, atau akankah kita mempercayai dan ketakutan terhadap kemajemukan Tuhan? Yang mana dari dua orang ini, Kristus atau Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang menjadi obyek dari Perjanjian Suci? Kedua pertanyaan ini harus dijawab sekali dan final.
Semata-mata hanya membuang waktu saja di sini untuk berdebat dengan mereka yang secara bodoh dan jahat mengira bahwa Tuhan dalam agama Islam adalah berbeda dengan Tuhan yang sejati, dan hanya sebagai Ketuhanan fiktif hasil ciptaan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri. Bila saja pendeta-pendeta dan pakar teologi Kristen mengenal Injil dalam bahasa aslinya Ibrani dan bukan sekedar terjemahan, sebagaimana halnya ummat Islam membaca Al Qur'an mereka dalam bahasa dan tulisan Arab, pastilah mereka akan mengetahui dengan jelas bahwa Allah adalah nama yang sama dari Yang Maha Adi (Supreme Being) dalam bahasa Semit, yang memberi wahyu dan berbicara kepada Adam dan semua nabi.
Allah adalah satu-satunya Yang Swa Ada, Maha Mengetahui, Maha Kuasa. Dia meliputi segalanya, memenuhi setiap ruang, mahluk dan benda; dan sebagai sumber segala kehidupan, pengetahuan dan kekuatan. Allah adalah Pencipta yang unik, Pengatur dan Penguasa dari jagad raya. Dia mutlak hanya Tunggal. Zat, Pribadi dan Sifat Allah adalah mutlak di luar pengetahuan manusia, dan karena itu setiap upaya untuk mendefinisikan ZatNya bukan saja sia-sia tetapi bahkan berbahaya untuk kesejahteraan spiritual dan keyakinan kita, karena pastilah hal itu akan membawa kita kepada kesalahan.
Gereja Kristen yang berdasarkan trinitas (tritunggal), telah selama kira-kira tujuh belas abad menghabiskan semua kepandaian para santo dan ahli filsafat untuk mendefinisikan Zat dan Pribadi Ketuhanan; dan apa yang telah mereka temukan? Semua yang telah diwajibkan oleh Athanasius dan Aquinas bagi ummat Kristen "di bawah derita kutukan abadi" untuk meyakini suatu Tuhan yang adalah "ketiga dari tiga". Allah dalam kitab suci Al Qur'anNya mencela keyakinan ini dalam kalimat-kalimat yang khidmad:
Kafirlah orang yang berkata: "Allah adalah yang ketiga dari tritunggal". Sebab tiada Tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa. Kalau mereka tidak berhenti mengatakan (yang demikian itu), pastilah orang yang ingkar di antara mereka ditimpa azab yang pedih menyakitkan." (QS al-Maidah 5:73)
Alasan mengapa kaum Muslimin ortodoks telah selalu menahan diri untuk mendefinisikan Zat Tuhan adalah karena ZatNya melebihi semua atribut di mana hal itu hanya dapat didefinisikan. Allah memiliki banyak Nama yang dalam kenyataannya hanya sebagai kata sifat yang berasal dari ZatNyamelalui berbagai manifestasi di jagad raya yang Dia sendiri telah membentuknya. Kita menyeru Allah dengan sebutan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Abadi, Yang Ada Di manapun, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Pengasih, dsb. karena kita memahami keabadian, kemaha-hadiran, pengetahuan universal, kemaha-asihan, sebagai hal yang memancar dari ZatNya dan milik Dia Sendiri secara mutlak. Dia Sendiri saya yang dengan tak terhingga Maha Mengetahui, Berkuasa, Maha Hidup, Maha Suci, Maha Indah, Maha Baik, Maha Mencintai, Maha Agung, Maha Mengerikan (azabNya), Maha Penuntut Balas, karena hanya dari Dia Sendiri saja memancar dan mengalir mutu dari pengetahuan, kekuasaan, kehidupan, kesucian, keindahan, dsb. Tuhan tidak memiliki atribut dalam pengertian yang kita fahami. Bagi kita suatu atribut atau milik adalah hal yang biasa bagi banyak individu dari suatu jenis, tetapi apa yang Tuhan miliki adalah milik Dia Sendiri saja, dan tidak ada yang lainnya yang berbagi milik dengan Dia. Kita berkata: "Suleiman adalah bijak, berkuasa, adil dan cantik," kita tidak menganggap secara eksklusif bahwa segala kebijakan, kekuasaan, keadilan dan kecantikan adalah milik Suleiman sendiri saja. Kita hanya ingin menyatakan bahwa relatif dia bijak jika dibandingkan dengan orang lain dari jenisnya, dan bahwa kebijakan itu relatif adalah atribut yang dimilikinya sebagai keadaan yang biasa bersama dengan orang-orang dalam golongannya.
Untuk lebih memperjelas lagi, atribut yang suci adalah pancaran (emanasi) dari Tuhan, dan karenanya suatu kegiatan. Begitulah, setiap kegiatan suci itu tak lebih dan tak kurang hanyalah sebuah ciptaan.
Juga harus diakui bahwa atribut suci, sejauh itu merupakan pancaran, menerima sebagai kenyataan adanya waktu dan awal waktu atau permulaan; dengan sendirinya ketika Allah Befirman: "Jadilah, maka jadilah" - atau Dia telah mengucapkan KalimatNya dalam waktu dan awal penciptaan. Inilah yang oleh para sufi disebut "aql kull" atau intelegensi universal, sebagai pancaran dari "aql awwal", yaitu intelegensi awal. Kemudian "nafs kull" atau jiwa yang universal, itulah yang pertama mendengar dan mematuhi perintah suci ini, dipancarkan dari "jiwa awal" dan telah mengubah jagad raya ini.
Cara berpikir yang begini ini membawa kita untuk menyimpulkan, bahwa setiap tindakan Allah mempertunjukkan pancaran suci sebagai manifestasiNya dan atributNya yang khas, tetapi itu bukanlah ZatNya atau AdaNya. Tuhan adalah Sang Pencipta, karena Dia menciptakan pada permulaan waktu dan selalu menciptakan. Tuhan berfirman pada permulaan waktu sebagaimana Dia selalu berfirman menurut caraNya sendiri. Namun karena ciptaanNya tidak abadi atau bukan suatu pribadi yang suci, maka firmanNya tidak dapat dianggap sebagai abadi dan Pribadi yang suci. Orang Kristen telah bertindak lebih jauh, dan menjadikan Sang Pencipta sebagai Bapa yang suci dan KalimatNya sebagai Putera yang suci, dan juga karena Dia meniupkan RuhNya pada ciptaannya, maka dia juga disebut sebagai Ruh Suci (divine Spirit), dengan melupakan bahwa menurut logika Dia tidak bisa menjadi "ayah" sebelum penciptaan, begitupun "anak" sebelum Dia berfirman, dan tidak pula Ruh Suci (Holy Ghost) sebelum Dia meniupkan RuhNya. Saya dapat membayangkan atribut Tuhan melalui karyaNya dalam manifestasinya kemudian, tetapi tentang keabadiannya tidaklah ada gambaran apapun, tidak pula saya dapat membayangkan ada mahluk intelegensi yang sanggup untuk mengerti secara menyeluruh sifat atribut yang abadi dan hubungannya dengan Zat Tuhan. Pada kenyataannya Tuhan tidak menyatakan kepada kita sifat dari AdaNya dalam Kitab Suci manapun.
Atribut Tuhan tidak harus dianggap sebagai sosok atau pribadi suci yang lain dan terpisah, karena kalau tidak demikian kita akan memiliki bukan saja satu trinitas dalam Ketuhanan, tetapi beberapa lusin trinitas. Suatu atribut sampai saatnya atribut itu benar-benar terpancar dari subyeknya tidak memiliki eksistensi.Kita tidak dapat menggolongkan subyek dengan suatu atribut tertentu sebelum atribut itu telah memancar dari subyek itu dan terlihat. Dari sini kita menyatakan "Tuhan itu Baik" pada saat kita menikmati kebaikanNya dan tindakanNya yang baik; namun kita tidak dapat menggambarkanNya - dengan ungkapan yang benar - sebagai "Tuhan itu Kebaikan" karena kebaikan itu bukan Tuhan, tetapi hanyalah sebuah kegiatan dan karya. Berdasarkan alasan inilah Al Qur'an selalu menjadikan kata sifat sebagai sebutan untuk atribut Allah, seperti "Yang Maha Bijak", "Yang Maha Mengetahui", "Yang Maha Pengasih", tetapi tidak pernah dengan deskripsi seperti "Tuhan ialah cinta, ilmu pengetahuan, firman, dsb", karena cinta adalah tindakan atau kegiatan dari sang pencinta dan bukan sang pencinta itu sendiri, tepat seperti ilmu pengetahuan atau firman adalah tindakan atau kegiatan dari orang yang berpengetahuan dan bukan orang itu sendiri.
Saya berikan tekanan khusus pada butir ini, karena inilah kesalahan ke dalam mana telah jatuh mereka yang meyakini keabadian dan kepribadian yang lain dari suatu atribut tertentu Tuhan. Kata kerja atau firman Tuhan telah dijadikan sebagai pribadi lain dari Ketuhanan; padahal firman Tuhan tidak dapat memiliki arti lain kecuali sebagai pernyataan Pengetahuan dan KehendakNya. Al Qur'an juga disebut sebagai "Firman Allah". Dan beberapa pakar hukum Muslim awal menjelaskan bahwa firman Allah itu adalah abadi dan tidak diciptakan. Sebutan yang sama juga diberikan kepada Jesus Kristus di dalam Al Qur'an "Kalimatun minhu" yaitu "FirmanNya" (QS al-Imran 3:45). Tetapi akan tidak agamawi untuk menerangkan bahwa Firman atau Logos Tuhan adalah pribadi lain, dan bahwa pribadi itu menjadi daging dan berinkarnasi dalam bentuk seorang manusia laki-laki dari Nazareth, atau dalam bentuk sebuah buku, yang pertama disebut "Kristus" dan yang kedua disebut "Al Qur'an"!
Sebagai ringkasan dari subyek ini, dengan mendesak saya nyatakan bahwa Firman ataupun atribut Tuhan yang lain yang dapat dibayangkan, bukan saja itu bukan entitas Suci atau individualitas lain, tetapi juga bahwa itu tidak mungkin memiliki keberadaan nyata sebelum awal waktu dan penciptaaan.
Ayat pertama dengan mana Injil Yohanes mengawalinya dan berbunyi: "Pada awalnya adalah Firman; dan Firman itu bersama dengan Tuhan, dan Firman itu milik Tuhan," sering didebat oleh penulis dari aliran Unitarian.
Dapat dicatat di sini bahwa dalam bahasa Yunani bentuk kata punya (genitive case) "Theou" ialah "God's" atau "Milik Tuhan" 1) telah dikorupsi menjadi "Theos" yang berarti "Tuhan" dalam bentuk nominatif kata itu! Juga dapat dicatat bahwa pasal "Pada awalnya adalah Firman" secara nyata menunjukkan asal kalimat itu bukan sebelum awal waktu! Dengan "Firman Tuhan" tidak dimaksudkan suatu substansi yang terpisah dan lain, yang sezaman dan ada dalam waktu yang sama dengan Yang Maha Kuasa, tetapi ucapan dari Ilmu Pengetahuan dan KehendakNya ketika Dia berfirman: "Kun" yaitu "Jadilah". Ketika Tuhan berfirman "Jadilah", terwujudlah dunia ini, ketika Dia berfirman: "Jadilah" agar firmanNya dicatat di dalam Kitab Lauful Mahfuz dengan pena, maka jadilah itu.
Dengan firmanNya: "Jadilah" Jesus diciptakan dalam rahim Perawan Maryam yang diberkati; dan seterusnya - bila saja Dia menghendaki untuk menciptakan sesuatu, Dia tidak lain kecuali berfirman: "Jadilah" kepada itu dan jadilah itu.
Formula ummat Kristen yang digemari ialah: "Atas nama Bapa, dan Anak, dan Ruh Suci" bahkan di dalamnya sama sekali tidak menyebut nama Tuhan! Dan inilah Tuhan ummat Kristen! Formula dari kaum Nestorian dan Jacob yang terdiri dari sepuluh suku kata yang sama banyaknya dengan "Bismillahi" dari ummat Islam, berbunyi: "Bshim Abha wo Bhra ou-Ruha d-Qudsha" yang artinya sama dengan formula ummat Kristen yang lainnya. Di pihak lain formula Al Qur'an yang menyatakan fondasi kebenaran Islami "Bismillahi'r-Rahmani'r-Rahim" yang artinya "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang" merupakan kontras besar dengan formula kaum Trinitarian.
Trinitas agama Kristen tidak dapat diterima sebagai suatu konsep Ketuhanan yang sesungguhnya, karena mengakui adanya pluralitas pribadi dalam Ketuhanan, memberikan atribut sifat-sifat personal yang berlainan kepada masing-masing pribadi, dan menggunakan nama keluarga sama dengan nama-nama dalam mitologi kaum kafir. Allah bukan ayah dari seorang anak, tidak juga seorang anak dari seorang ayah. Dia tidak mempunyai ibu, tidak pula Dia dibuat sendiri.Kepercayaan terhadap "Tuhan Bapa, dan Tuhan Anak, serta Ruh Suci" adalah suatu pengingkaran yang menyolok atas Keesaan Tuhan, dan suatu pengakuan yang berani terhadap tiga mahluk yang tidak sempurna yang secara bersama atau terpisah tidak mungkin menjadi Tuhan yang sesungguhnya
Matematika sebagai ilmu pengetahuan positif mengajarkan kepada kita bahwa suatu unit tidak lebih dan tidak kurang ialah satu; bahwa satu tidak pernah sama dengan satu ditambah satu ditambah satu; dengan kata lain, satu tidak bisa sama dengan tiga, karena satu adalah sepertiga dari tiga. Dengan cara yang sama, satu tidak sama dengan sepertiga. Dan vice versa tiga tidak sama dengan satu, demikian pula sepertiga tidak dapat sama dengan satu. Unit adalah dasar dari semua bilangan, dan standar untuk ukuran dan timbangan dari semua dimensi, jarak, jumlah dan waktu. Pada kenyataannya, bilangan adalah jumlah dari unit 1 (satu). Sepuluh adalah jumlah dari sekian banyak unit yang sama dari jenis yang sama.
Mereka yang berpendapat kesatuan Tuhan dalam trinitas pribadi-pribadi mengatakan kepada kita, bahwa "setiap pribadi itu adalah Tuhan yang maha kuasa (omnipotent), maha ada (omni present), abadi dan sempurna; walaupun begitu tidak berarti tiga Tuhan yang maha kuasa, maha ada, abadi dan sempurna, tetapi satu Tuhan yang maha kuasa! Kalau di dalam cara pandang yang tersebut di atas itu tidak ada cara berpikir yang tidak masuk akal, maka melalui persamaan akan kita hadirkan "misteri" dari gereja berikut ini.
Tuhan = 1 Tuhan + 1 Tuhan + 1 Tuhan; oleh karena itu: 1 Tuhan = 3 Tuhan. Pertama, satu Tuhan tidak sama dengan tiga Tuhan, tetapi hanya satu saja di antaranya. Kedua, karena anda mengakui bahwa setiap pribadi adalah Tuhan yang sempurna seperti halnya dua temannya yang lain, maka kesimpulan anda bahwa 1 + 1 + 1 = 1 bukanlah matematika, tetapi hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Kalau anda bukan seorang yang terlalu sombong ketika mencoba membuktikan bahwa tiga unit sama dengan satu unit, maka anda ialah seorang yang terlalu pengecut untuk mengakui bahwa tiga satu sama dengan tiga satu (three ones equal three ones). Dalam hal pertama anda tidak pernah dapat membuktikan pemecahan suatu masalah melalui suatu proses yang salah; dalam hal kedua, anda tidak memiliki keberanian untuk mengakui kepercayaan anda kepada tiga Tuhan.
Tambahan lagi, kita semua ummat Islam dan Kristen percaya bahwa Tuhan itu omnipresent, bahwa Dia memenuhi dan mencakup setiap ruang dan partikel. Dapatkah dibayangkan bahwa semua ketiga pribadi Ketuhanan itu secara serentak dan terpisah meliputi jagad raya, atau tidakkah hanya satu saja di antaranya yang omnipresent pada suatu saat? Untuk mengatakan: "Ketuhanan (Deity) melakukan semua itu" bukanlah suatu jawaban sama sekali. Ketuhanan bukan Tuhan tetapi ialah suatu keadaan sebagai Tuhan, karena hal itu adalah suatu kualitas.
Ketuhanan adalah suatu kualitas dari satu Tuhan; pluralitas atau pengurangan (kurang dari satu) tidak dapat dianggap berlaku untuk hal itu. Tidak ada ketuhanan-ketuhanan tetapi hanya satu Ketuhanan yang menjadi atribut dari Satu Tuhan saja sendiri.
Selanjutnya kita diberi tahu bahwa setiap pribadi dari trinitas memiliki beberapa atribut tertentu yang tidak sesuai untuk kedua pribadi lainnya. Sesuai dengan akal manusia dan jalan bahasa, aribut itu menunjukkan ada prioritas dan posterioritas (yang didahulukan dan yang dkemudiankan) di antara mereka. Bapa selalu ada di urutan pertama dan ada di depan Anak, Ruh Suci bukan saja dikemudiankan sebagai yang ketiga dalam urutan perhitungan, tetapi bahkan lebih rendah kedudukannya daripada Bapa dan Anak dari siapa Ruh Suci itu berasal. Bukankah akan dianggap sebagai dosa "heresy" bila nama-nama dari tiga pribadi itu diulang-ulang secara terbalik?Bukankah tanda salib pada Eucharist akan dianggap oleh gereja sebagai tidak religius bila saja formulanya bertukar tempat menjadi: "Dalam nama Ruh Suci, dan dalam nama Anak, dan dalam nama Bapa"? Karena kalau memang mereka itu sama dan sezaman, maka tertib urutan atau hal di dahulukan atau di kemudiankan itu tidak perlu diperhatikan dengan seksama.
Kenyataannya ialah bahwa Paus dan Konsili Umum selalu mencerca doktrin kaum Sabelian yang mengatakan bahwa Tuhan adalah satu tetapi bahwa Dia memanifestasikan diriNya sendiri sebagai Bapa atau Anak atau Ruh Suci, yang selalu merupakan satu pribadi yang sama. Tentu saja agama Islam tidak menyetujui atau mengesahkan pandangan kaum Sabelian ini. Tuhan menampakkan Jamal atau Kecantikan dalam diri Kristus, Jelal atau Kemuliaan dan Keagungan dalam diri Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan Kebijakan dalam diri Nabi Suleiman, dan begitu seterusnya dalam berbagai obyek alam, namun tidak satupun dari Nabi itu adalah Tuhan, begitupun pemandangan alam yang indah itu bukan Tuhan.
Kebenarannya ialah bahwa tidak ada ketepatan matematika, tidak ada kesamaan mutlak di antara tiga pribadi dalam Trinitas. Apabila Bapa itu dalam segala hal sama dengan Anak atau Ruh Suci sebagaimana unit 1 secara positif sama dengan bilangan 1 lainnya, maka perlu hanya ada satu pribadi Tuhan dan bukan tiga, karena sebuah unit bukanlah bagian atau pecahan begitu pula pergandaan dari dirinya sendiri.Perbedaan nyata dan hubungan yang diakui ada di antara pribadi-pribadi trinitas tidak meragukan sama sekali bahwa pribadi-pribadi itu tidak sama satu dengan lainnya dan tidak pula mereka dapat dikenali satu dengan lainnya. Bapa memperanakkan dan tidak diperanakkan; Anak diperanakkan dan bukan seorang bapak; Ruh Suci adalah bagian dari dua pribadi lainnya; pribadi pertama dilukiskan sebagai pencipta dan pemusnah; yang kedua sebagai penyelamat dan penebus dosa; dan yang ketiga sebagai pemberi hidup. Konsekuensi dari sikap ini ialah bahwa tidak seorang pribadipun dari tiga pribadi yang secara berdiri sendiri adalah sebagai Pencipta, Penebus Dosa dan Pemberi Hidup. Lalu kita diberi tahu bahwa pribadi kedua adalah Firman dari pribadi pertama, menjadi manusia dan dikorbankan di tiang salib untuk memenuhi rasa keadilan Bapa, dan bahwa inkarnasinya dan kebangkitannya kembali dilaksanakan dan dipenuhi oleh pribadi ketiga.
Sebagai kesimpulan, saya harus memperingatkan ummat Kristen, bahwa bila mereka tidak mempercayai kemutlakan Keesaan Tuhan dan meninggalkan kepercayaan terhadap tiga pribadi, pastilah mereka itu termasuk orang kafir terhadap Tuhan yang sesungguhnya. Secara tepat dapat dikatakan, ummat Kristen mempercayai banyak tuhan atau polytheist hanya dengan satu perkecualian, bahwa dewa-dewa orang kafir penyembah berhala adalah palsu dan imajiner, sedangkan tiga tuhan dari gereja memiliki karakter yang menonjol, di antaranya Bapa yang juga disebut Pencipta adalah Tuhan Satu yang sesungguhnya, tetapi Anak hanyalah seorang nabi dan pemuja Tuhan, dan pribadi ketiga adalah salah satu dari sekian banyak ruh-ruh suci yang melayani Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan disebut Bapa karena AdaNya sebagai Pencipta dan Pelindung Yang Pengasih, namun karena gereja telah menyalah gunakan nama ini, maka Al Qur'an telah dengan benar menghindarkan dirinya untuk mempergunakan nama itu.
Perjanjian Lama dan Al Qur'an mencela doktrin tiga pribadi dalam Tuhan; Perjanjian Baru tidak secara jelas memiliki atau mempertahankan doktrin itu, namun andaikan saja Kitab itu berisikan petunjuk dan jejak mengenai Trinitas, hal itu tidak memilik keabsahan sama sekali, karena Kitab itu tidak (pernah) dilihat dan tidak pula ditulis oleh Kristus, tidak pula dalam bahasa yang dipakai Kristus, begitupun tidak pula Kitab itu dalam bentuk dan isinya yang sekarang - paling tidak dua abad pertama sesudah Kristus.
Mungkin dapat ditambahkan dengan menguntungkan, bahwa di Timur kaum Kristen Unitarian selalu membasmi dan menyanggah kaum Trinitarian, dan bahwa ketika mereka menyaksikan penghancuran total "Binatang Keempat" oleh Nabi Besar Allah, mereka kaum Kristen Unitarian ini menerima dan mengikutinya. Setan yang berbicara kepada Hawa melalui mulut ular, menghujat Yang Maha Tinggi melaui mulut "Tanduk Kecil" yang mencuat di antara "Sepuluh Tanduk" pada kepala "Binatang Keempat" (Daniel viii), tidak lain ialah Consantine Yang Agung yang dengan resmi dan kekerasan mengumumkan Dekrit Nicea. Tetapi Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah menghancurkan "Iblis" atau Setan dari Tanah Yang Dijanjikan untuk selamanya dengan membangkitkan Islam di situ sebagai sebuah agama dengan Satu Tuhan yang sesungguhnya.
"DAN AHMAD DARI SEMUA BANGSA AKAN DATANG" (HAGGAI, ii.7)
Kira-kira dua abad sesudah keruntuhan yang tidak disesalkan dari kerajaan Israel yang pemuja berhala, dan semua penduduknya dari sepuluh suku bangsa dideportasikan ke Asiria, Jeruzalem dan kuil Suleiman yang mulia dihancur ratakan dengan tanah oleh orang Kaldea, dan sisa orang Judah dan Benjamin yang tidak terbunuh diangkut ke Babilonia. Sesudah masa tujuh puluh tahun dalam tangkapan, orang-orang Yahudi itu diizinkan kembali ke negaranya sendiri dengan kekuasaan penuh untuk membangun kembali kota dan kuil mereka yang sudah hancur. Ketika fondasi rumah Tuhan yang baru diletakkan, terdengarlah teriakan gembira yang gegap gempita dan seruan-seruan dari orang-orang yang berkumpul, orang-orang tua laki-laki dan perempuan yang telah pernah melihat keindahan kuil Suleiman sebelumnya menangis dengan pahit. Pada peristiwa yang khidmat inilah Yang Maha Kuasa telah berkenan mengirimkan utusanNya Nabi Haggai menghibur kumpulan orang-orang yang sedih itu dengan pesan yang penting:
"Dan Aku akan menyalami semua bangsa, dan Himdah semua bangsa akan datang; dan Aku akan memenuhi rumah ini dengan keagungan, firman Tuhan rumah itu. Milikku adalah perak, milikKu adalah emas, firman Tuhan rumah itu, keagungan rumahKu yang terakhir akan lebih besar daripada rumahKu sebelumnya, firman Tuhan rumah itu; dan di tempat ini Aku akan memberikanShalom, firman Tuhan rumah itu." (Haggai, ii.7)
Saya telah menterjemahkan ayat di atas dari satu-satunya copy Injil yang ada pada saya yang seorang sepupu wanita saya, seorang Asiria, telah meminjamkan Kitab tersebut yang berbahasa asli logat wanita itu. Tetapi marilah kita konsultasikan dengan Injil versi bahasa Inggris yang kita dapati telah menterjemahkan kata Ibrani asli "himda dan shalom" sebagai "ingin" (desire) dan "damai" (peace).
Para komentator agama Yahudi dan Kristen sama-sama memberikan arti yang sangat penting kepada janji ganda (himdah dan shalom) yang ada dalam ramalan tersebut. Kedua mereka memahami adanya ramalan kenabian dalam kata himda itu. Benar, inilah ramalan indah yang ditegaskan oleh formula Injil yang biasa tentang sumpah suci , "kata Tuhan Sabaoth" yang diulang empat kali. Apabila ramalan ini dipahami dalam pengertian abstrak, kata himda dan shalom sebagai "ingin" dan "damai", maka ramalan itu menjadi tidak lebih daripada sebuah aspirasi yang tidak bisa dimengerti. Namun bila istilah himda itu kita pahami sebagai sebuah gagasan nyata, seorang pribadi dan suatu kenyataan dan dalam kata shalom bukan suatu keadaan, tetapi suatu kekuatan yang hidup dan aktif serta agama yang secara pasti telah dibangkitkan, maka ramalan ini harus diterima sebagai benar dan telah terpenuhi dalam pribadi Ahmad dan kebangkitan agama Islam. Karena himda dan shalom atau shlama artinya sama dengan Ahmad dan Islam.
Sebelum mencoba untuk membutkikan telah terpenuhinya ramalan ini, ada baiknya untuk menerangkan etimologi dari dua kata itu - himda dan shalom - seringkas mungkin.
a. Himda - Ayat dalam teks asli bahasa Ibrani itu berbunyi: "ve yavu himdath kol haggoyim," yang secara harfiah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris akan berbunyi: "will come the Himda of all nations."Huruf akhir hi dalam bahasa Ibrani seperti juga dalam bahasa Arab, diganti dengan th, atau t, bila dalam kasus kata empunya (genitive case). Kata itu berasal dari bahasa Ibrani kuno atau lebih tepat bahasa Aramia, akar kata "hmd" (konsonan diucapkan "hemed"). Dalam bahasa Ibrani biasanya hemed dipergunakan dalam arti hasrat, merindukan, selera, gairah. Perintah kesembilan dari Kitab Decalogue ialah "Lo tahmod ish reikha" (kamu tidak boleh merindukan isteri tetanggamu). Dalam bahasa Arab kata kerja himda, dari konsonan hmd, berarti; "memuji" dan sebagainya.
Bahwa orang yang tiba-tiba datang ke kuil sebagaimana diramalkan oleh kedua dokumen Injil tersebut di atas adalah Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam yang dimaksudkan dan bukan Nabi Isa as, argumentasi berikut kiranya sudah cukup bagi pengamat yang tidak memihak:
- Pertalian "darah", hubungan dan keserupaan antara dua tetogram Himda dan Ahmd, dan identitas akar kata hmd dari mana berasal kedua substansi itu sama sekali tidak menimbulkan keraguan apapun bahwa subyek dalam kalimat: "dan Himda dari semua bangsa akan datang" adalah Ahmad; dengan kata lain Muhammad. Tidak ada hubungan etimologis apapun antara himda dan nama-nama lain seperti "Jesus", "Kristus", "Penyelamat", bahkan tidak satu huruf matipun (konsonan) yang serupa di antara nama-nama lain tersebut.
- Bahkan kalaupun diperdebatkan bahwa bentuk bahasa Ibrani untuk Hmdh (baca himdah) dalam arti substantif yang abstrak "hasrat, nafsu, kerinduan, dan pujian," maka argumentasi itu tetap menguntungkan tesis di atas (No.1); karena bentuk bahasa Ibrani dalam etimologi akan persis sama dalam arti dan keserupaan, atau mungkin lebih baik dikenali sebagai bentuk bahasa Arab Himdah. Dalam pengertian yang manapun yang anda kehendaki dari tetogram Hmdh, hubungannya dengan Ahmad dan Ahmadisme adalah menentukan dan final, dan tidak memiliki hubungan apapun dengan Jesus atau Jesusisme! St Jerome dan sebelum dia juga para pengarang Septuagint telah mempertahankan tanpa perubahan bentuk kata Ibrani Hmdh, dan tidak (instead of) menuliskan dalam bahasa Latin "cupiditas" atau bahasa Seek "euthymia" sebagai gantinya, maka sangatlah mungkin bahwa para penterjemah yang diperintahkan oleh Raja James I juga akan telah mereproduksi bentuk yang asli dalam Versi Resmi (Authorized Version), dan Masyarakat Injil telah meniru dalam terjemahan mereka ke dalam bahasa yang Islami.
- Kuil Zorobabel harus lebih mulia dari pada kuil Suleiman karena, seperti diramalkan oleh Mallakhi, Nabi Besar atau Utusan dari Perjanjian (Covenant) "Adonai" atau Sayid dari para utusan akan berkunjung secara tiba-tiba, sebagaimana telah dengan sebenarnya diperbuat oleh Nabi Muhammad selama dalam perjalanan malam ajaibnya (Isra' mi'raj) seperti diungkapan dalam Al Qur'an! Kuil Zorobabel diperbaiki atau dibangun kembali oleh Herod Agung. Dan Jesus, tentunya pada setiap kesempatan dari kunjungannya yang sering ke kuil itu, memberikan kehormatan kepada kuil itu dengan pribadinya yang suci dan kehadirannya. Benarlah setiap kehadiran dari para Nabi di Rumah Tuhan itu telah menambahkan kebanggaan dan kesucian pada tempat suci itu. Namun sejauh itu, paling tidak haruslah diakui, bahwa Injil, yang mencatat kunjungan Kristus ke kuil itu serta pelajarannya di kuil itu, tidak berhasil menyebutkan adanya orang-orang diantara para pendengarnya yang menerima ajaran Jesus itu. Semua kunjungannya ke kuil itu dilaporkan sebagai berakhir dengan pertentangan yang pahit dengan para pendeta Farisi yang tidak mempercayainya! Juga harus disimpulkan bahwa Jesus bukan saja tidak membawa "perdamaian" kepada dunia sebagaimana dia nyatakan secara sengaja (Matius xxiv, Markus xiii., Lukas xxi.), tetapi dia bahkan meramalkan pemusnahan total dari kuil itu (Matius x.34, dst.) yang terbukti kurang lebih 40 puluh tahun kemudian oleh orang-orang Roma, pada saat penyebaran (exodus) orang Israel disempurnakan.
- Ahmad, sebagai bentuk kata lain nama Muhammad dan dari akar kata dan pengertian yang sama, yiatu "terpuji" selama perjalanan malamnya mengunjungi tempat suci dari reruntuhan kuil, seperti tersebut dalam Al Qur'an, dan di sana sini, menurut tradisi (al Hadith) yang suci berulangkali dia ucapkan kepada para sahabatnya, mengimami shalat dan dzikir kepada Allah yang dihadiri semua Nabi; dan kemudian bahwa Allah "memperjalankannya di malam hari dari Mesjid yang suci ke Mesjid yang jauh yang diberkati Allah sekelilingnya agar Allah dapat menunjukkan kepadanya Tanda-Tanda Allah." (QS al-Isra‘ 17:1) kepada nabi yang terakhir. Bila Musa dan Ilyas dapat muncul secara jasmaniah di bukit transfigurasi, mereka dan ribuan Nabi-Nabi lainnya juga dapat muncul di lapangan kuil di Jeruzalem; dan itu terjadi dalam "kunjungan yang mendadak" Nabi Muhammad ke "kuilnya" (Matius iii.1) bahwa Tuhan benar-benar telah memenuhinya "dengan kemuliaan." (Haggai ii)
Bahwa Aminah, janda Abdullah, keduanya meninggal sebelum kebangkitan Islam, telah memberikan nama kepada anak laki-lakinya yang yatim "Ahmad", nama yang patut yang untuk pertama kalinya dipakai dalam sejarah manusia, menurut keyakinan saya yang hina, adalah keajaiban yang terbesar yang menguntungkan Islam. Kalifah kedua., Hazrat Umar, membangun kembali kuil itu, dan reruntuhan Mesjid agung di Jeruzalem, dan akan tetap demikian hingga akhir zaman, merupakan monumen abadi dari kebenaran perjanjian yang telah dibuat oleh Allah dengan Ibrahim dan Ismail (Genesis xv.- xvii)
Bab 2
MASALAH HAK BERDASARKAN KELAHIRAN DAN PERJANJIAN TUHAN DENGAN NABI IBRAHIM
Dari sejak dulu terdapat pertentangan pendapat dalam agama antara kaum Ismail (keturunan Nabi Ismail) dan kaum Israel (keturunan Nabi Ishaq) mengenai hak berdasarkan kelahiran dan perjanjian Tuhan dengan Nabi Ibrahim. Para pembaca Injil dan Al Qur'an sudah mafhum dengan ceritera tentang Nabi besar Ibrahim dan kedua anak laki-lakinya Ismail dan Ishaq. Ceritera tentang seruan Nabi Ibrahim dari Ur di Kaldea, dan ceritera tentang keturunannya hingga meninggalnya cucunya Jusuf di Mesir, tertulis dalam buku Genesis (pasal xi.-1). Dalam garis keturunannya seperti tertulis dalam Genesis, Ibrahim adalah yang keduapuluh dari Nabi Adam, dan satu zaman dengan raja Nimrod yang membangun Menara Babilon.
Walaupun tidak tertulis dalam Injil, ceritera awal tentang Nabi Ibrahim di Ur dari Kaldea dicatat oleh pakar sejarah Yahudi Joseph Flavius dalam "Antiquities" dan juga dibenarkan oleh Al Qur'an. Tetapi Injil dengan jelas menceriterakan kepada kita bahwa ayah Nabi Ibrahim yang bernama Terah adalah seorang penyembah berhala (Jos. xxiv. 2, 14). Ibrahim menunjukkan cinta dan gairahnya terhadap Tuhan ketika memasuki kuil dan memusnahkan semua berhala dan gambar-gambar yang ada di dalamnya, dan beliau adalah prototipe sejati dari keturunannya yang terkenal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Ibrahim keluar tanpa luka dan dengan gemilang dari nyala api di mana beliau dilemparkan atas perintah Nimrod. Beliau meninggalkan tanah kelahirannya menuju ke Haran bersama ayah dan kemenakannya Nabi Lot. Beliau berumur tujuh puluh lima tahun ketika ayahnya meninggal di Haran. Dalam kepatuhan dan penyerahan diri mutlak kepada seruan suci, beliau meninggalkan negerinya dan memulai perjalanannya yang panjang dan beragam ke tanah Kanaan, ke Mesir dan Arabia. Isterinya Sarah mandul; namun Tuhan menyatakan kepadanya bahwa beliau ditakdirkan menjadi ayah dari banyak bangsa, bahwa semua wilayah yang akan beliau jelajahi akan diwariskan kepada keturunannya, dan bahwa,"melalui benihnya seluruh bangsa di bumi akan diberkati"!Janji yang indah dan unik dalam sejarah agama ini dihadapi dengan keyakinan yang tak tergoyahkan oleh Ibrahim yang tidak punya anak cucu, tidak punya anak laki-laki (pada saat itu - Pent.). Pada saat beliau dibimbing keluar melihat ke langit pada malam hari dan diberitahu Allah bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit, dan tak terhitung seperti halnya pasir yang di pantai laut, Ibrahim mempercayainya. Dan keyakinan kepada Tuhan inilah yang "dianggap sebagai istiqomah (lurus)" seperti tertulis dalam Kitab-Kitab Suci.
Seorang gadis Mesir miskin yang berbudi bernama Hagar adalah budak dan pembantu wanita Sarah. Atas tawaran dan izin dari tuannya (Sarah) pembantu wanita itu dikawini oleh Nabi Ibrahim, dan dari perkawinan itu lahirlah Ismail, seperti telah diberitahukan oleh Malaikat. Ketika Ismail berumur tiga belas tahun, Allah mengutus malaikatNya lagi dengan membawa wahju bagi Ibrahim.; janji yang sama diulangi lagi kepada Ibrahim; ritual khitan secara resmi dilembagakan dan segera dijalankan. Ibrahim yang berumur sembilan puluh tahun, Ismail, dan semua pembantu laki-laki mereka dikhitan; dan "Perjanjian" antara Tuhan dan Ibrahim dengan anak laki-laki satu-satunya dibuat dan ditutup, seolah-olah dilakukan dengan darah khitan. Itu adalah semacam perjanjian yang dibuat antara Langit dan Tanah Yang Dijanjikan dalam pribadi Ismail sebagai keturunan tunggal dari Bapak Bangsa yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan apapun. Ibrahim berikrar setia dan patuh kepada Penciptanya, dan Tuhan berjanji untuk selamanya menjadi Pelindung dan Tuhan dari keturunan Ismail.
Kemudian, ketika Ibrahim berumur sembilan puluh sembilan tahun dan Sarah berumur sembilan puluh tahun, kita dapati bahwa dia juga mengandung seorang anak laki-laki yang mereka namakan Ishaq sesuai dengan janji Yang Maha Suci.
Karena tidak ada kronologi disebutkan dalam Genesis, kita diberitahu bahwa sesudah kelahiran Ishaq, Ismail dan ibunya ditolak dan diusir oleh Ibrahim dengan cara yang paling kejam, hanya karena Sarah menghendaki demikian. Ismail dan ibunya menghilang di padang pasir, sebuah mata air memancar keluar ketika anak muda ini pada titik kematian karena kehausan; beliau meminumnya dan terselamatkan. Tak ada berita apapun lagi tentang Ismail dalam Genesis kecuali bahwa beliau mengawini seorang wanita Mesir, dan ketika Ibrahim wafat beliau hadir bersama dengan Ishaq untuk menguburkan ayahnya yang wafat.
Dan selanjutnya Genesis menceriterakan tentang Ishaq dan dua orang anak laki-lakinya, dan perginya Yakub ke Mesir, dan berakhir dengan kematian Yusuf.
Peristiwa penting lainya dalam sejarah Ibrahim sebagaimana ditulis dalam Genesis (xxii,) adalah "putera tunggalnya" yang dijadikan korban bagi Tuhan, tetapi beliau digantikan dengan seekor kambing jantan yang diberikan oleh malaikat. Sebagaimana Al Qur'an menyebutkannya: "Sesungguhnya itulah cobaan yang nyata" bagi Ibrahim (QS ash-Shafat 37:106) namun cintanya kepada Tuhan melampaui segala kasih sayang lainnya, "Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai temanNya" (Al Qur'an)
Demikianlah ceritera singkat tentang Ibrahim dalam hubungannya dengan pokok pembicaraan kita "Hak berdasarkan kelahiran dan Perjanjian Allah dengan nabi Ibrahim".
Ada tiga hal yang menonjol yang setiap orang beriman yang sesungguhnya kepada Tuhan menerimanya sebagai kebenaran. Hal pertama ialah bahwa Ismail adalah anak sah dari Ibrahim, anaknya yang pertama lahir, dan karena itu tuntutannya terhadap hak berdasarkan kelahiran adalah adil sekali dan sah. Hal kedua ialah bahwa Perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim telah dibuat antara Tuhan dan Nabi Ibrahim serta juga anak laki-laki tunggalnya Ismail sebelum Ishaq dilahirkan. Perjanjian itu dan lembaga khitan tidaklah akan berharga atau berarti kecuali jika janji yang diulang-ulang dalam firman Tuhan: "Melalui dirimu seluruh bangsa di bumi akan diberkati," dan terutama ungkapan, Benih "yang akan keluar dari mangkok, dia akan mewarisimu" (Genesis xv.4). Janji ini terpenuhi ketika Ismail dilahirkan (Genesis xvi.), dan Ibrahim merasa senang bahwa kepala pembantunya Eliezer tidak lagi akan menjadi pewarisnya. Konsekuensinya ialah kita harus mengakui bahwa Ismail adalah pewaris yang sesungguhnya dan sah atas keluhuran spiritual dan hak istimewa Nabi Ibrahim. Perogatif bahwa "melalui Ibrahim seluruh generasi di bumi akan diberkati," begitu sering diulang meskipun dalam bentuk yang berbeda, adalah warisan berdasarkan pada hak kelahiran, dan warisan bagi Ismail. Warisan yang Ismail berhak berdasarkan hak kelahirannya bukan tenda di mana Ibrahim tinggal atau unta tertentu yang biasa dia naiki, tetapi untuk menaklukkan dan menduduki selamanya semua wilayah yang membentang dari sungai Nil ke sungai Efrat yang didiami oleh kira-kira sepuluh bangsa yang berbeda (xvii, 18-21). Tanah itu tidak pernah ditundukkan oleh keturunan Ishaq, tetapi oleh keturunan Ismail. Ini ialah pemenuhan secara nyata dan harfiah terhadap satu dari kondisi-kondisi yang ada dalam Perjanjian.
Hal ketiga adalah bahwa Ishaq juga dilahirkan secara ajaib dan diberkati khusus oleh Yang Maha Kuasa, bahwa untuk kaumnya dijanjikan tanah Kanaan dan dengan sebenarnya telah diduduki mereka di bawah Josua. Tiada seorang Muslim pernah berpikir untuk mengurangi arti kedudukan suci dan kenabian Ishaq dan puteranya Yakub, karena meremehkan atau merendahkan seorang Nabi adalah tidak agamawi. Bila kita bandingkan Ismail dan Ishaq, tidak bisa lain kita harus mengagumi dan menghormati mereka berdua sebagai Utusan suci Tuhan. Sesungguhnya, orang Israel dengan Hukum dan Kitab-Kitab Sucinya, memiliki sejarah keagamaan yang unik dalam Dunia Lama. Sebenarnyalah mereka manusia yang dipilih oleh Tuhan. Meskipun orang Israel telah sering membangkang terhadap Tuhan, dan jatuh ke penyembahan berhala, namun mereka telah memberikan banyak nabi kepada dunia dan orang-orang lurus laki-laki maupun perempuan.
Sejauh ini tidak dapat ada kontroversi yang sesungguhnya antara keturunan Ismail dan orang-orang Israel. Karena jika dengan "keberkatan" dan "hak berdasarkan kelahiran" itu dimaksudkan hanya beberapa milik material dan kekuasaan, maka pertentangan itu akan telah terselesaikan seperti hal itu telah diselesaikan melalui pedang dan kenyataan yang sudah mapan yaitu pendudukan Tanah Yang Dijanjikan oleh orang Arab. Agaknya ada masalah pertentangan yang mendasar antara dua bangsa yang sekarang keberadaannya hampir empat ribu tahun; dan hal itu ialah masalah Mesiah dan Nabi Muhammad.Bagi orang Yahudi tidak ada pemenuhan ramalan mesiah pada diri Nabi Isa ataupun pada diri Nabi Muhammad. Orang-orang Yahudi telah selalu iri hati terhadap Ismail, karena mereka tahu dengan baik bahwa dengan Ismaillah Perjanjian itu telah dibuat dan dengan dikhitannya Ismail Perjanjian itu telah disempurnakan dan ditutup, dan dari rasa permusuhannyalah bahwa para penulis atau para doktor hukum mereka telah mengkorupsi dan menyisipkan banyak bab-bab dalam Kitab Suci mereka. Menghapus nama "Ismail" dari ayat kedua, keenam, dan ketujuh dari pasal Genesis xxii dan menyisipkan nama "Ishaq" sebagai gantinya, serta membiarkan sebutan "anak tunggalmu" yang berarti mengingkari keberadaan Ismail dan melanggar Perjanjian antara Tuhan dan Ismail. Hal itu secara jelas dinyatakan oleh Tuhan: "Karena engkau telah mengorbankan anak laki-laki tunggalmu, Aku akan menambah dan menggandakan keturunanmu seperti banyaknya bintang dan pasir di pantai," yang kata "menggandakan" juga dipakai oleh malaikat kepada Hagar di padang pasir: Aku akan menggandakan keturunanmu menjadi tak terhitung, dan bahwa Ismail akan menjadi "orang yang banyak keturunan" (Genesis xv.12). Kini orang Kristen telah menterjemahkan kata yang sama dari bahasa Ibrani, yang juga berarti "subur" atau "banyak" dari kata kerja para - yang sama dengan kata dalam bahasa Arab wefera - dalam versi mereka menjadi "keledai yang jalang"! Tidakkah ini memalukan dan tidak religius menyebut Ismail dengan "keledai binal" yang Tuhan sendiri menyebutnya sebagai subur atau banyak? Sangat jelas bahwa Kristus sendiri seperti ditulis dalam Injil Barnabas telah tidak menyetujui orang-orang Yahudi yang berkata bahwa Utusan Agung yang mereka sebut "almasih" akan datang dari garis keturunan Raja Daud, mengatakan kepada orang-orang Yahudi itu bahwa dia tidak mungkin anak keturunan dari Raja Daud, karena Daud sendiri menyebutnya "Tuannya" dan kemudian menerangkan lebih lanjut bagaimana nenek moyang mereka telah merubah Kitab-Kitab Suci , dan bahwa Perjanjian itu telah dibuat bukan dengan Ishaq, tetapi dengan Ismail yang diambil untuk dikorbankan kepada Tuhan, dan bahwa Ismail yang dimaksudkan dalam ungkapan sebagai "anak laki-laki tunggalmu" dan bukan Ishaq. Paul yang mengaku diri pengikut Jesus Kristus mempergunakan beberapa kata yang tidak pantas mengenai Hagar (Galatia vi, 21-23 dan di beberapa ayat lainnya) dan Ismail dan terang-terangan bertentangan dengan tuannya (Jesus). Orang ini dengan segala caranya yang dapat dia lakukan berusaha untuk menyimpangkan dan menyesatkan orang-orang Kristen yang sebelumnya biasa dia aniaya sebelum dia berpindah agama ke Kristen; dan saya meragukan sekali bahwa Jesusnya Paul adalah Jesus putera Maryam yang menurut tradisi Kristen digantung pada sebuah pohon kira-kira satu abad sebelum Kristus, karena kepalsuan almasihnya. Pada kenyataannya Paul sipengikut sebagaimana dia di hadapan kita adalah penuh dengan doktrin yang bertentangan baik dengan semangat dari Perjanjian Lama maupun dengan ajaran Nabi yang sederhana Jesus dari Nazareth. Paul adalah seorang Pharisee yang bias dan seorang ahli hukum. Sesudah dia berpindah agama ke Kristen tampaknya dia menjadi lebih fanatik daripada sebelumnya. Kebenciannya terhadap Ismail dan claimnya atas hak berdasarkan kelahiran membuat Paul lupa atau mengabaikan Hukum Musa yang melarang seseorang untuk menikahi saudara perempuannya sendiri di bawah ancaman siksa hukuman utama. Kalau Paul mendapat inspirasi dari Tuhan, maka dia akan menyanggah kitab Genesis sebagai penuh dengan kepalsuan ketika Genesis mengatakan sebanyak 2 kali (Genesis xii. 10-20 dan xx. 2-18) bahwa Ibrahim adalah suami dari saudara perempuannya sendiri, atau bahwa dia akan menyatakan bahwa Nabi adalah seorang pendusta! (Tuhan melarang). Namun Paul mempercayai kata-kata Kitab itu, dan kesadarannya tidak menyiksanya sedikitpun ketika dia melukiskan Hagar sebagai padang pasir Sinai yang tandus dan menggambarkan Sarah sebagai Jeruzalem di langit! (Galatia iv. 25-26). Pernahkah Paul membaca anatema dari Torah:
"Terkutuklah barang siapa yang tidur dengan saudara perempuannya, puteri ayahnya, atau puteri ibunya. Dan semua orang berkata: Amin"? (Deuteronomy xxvii. 22).
Adakah hukum manusia atau hukum suci yang akan menganggap lebih sah seseorang yang adalah anak laki-laki pamannya dan bibinya sendiri daripada dia yang ayahnya seorang dari Kaldea dan ibunya dari Mesir? Adakah sesuatu yang akan anda katakan yang bertentangan dengan Hagar yang lurus dan religius? tentu saja tidak, karena dia adalah isteri Nabi dan ibu dari seorang Nabi, dan dia sendiri mendapat kehormatan menerima wahyu Illahi.
Tuhan yang telah membuat perjanjian dengan Ismail telah pula memberikan aturan tentang hukum kewarisan, yaitu: Bila seorang laki-laki memiliki dua orang isteri, yang seorang dicintainya dan yang lain diabaikan, dan masing-masing mempunyai seorang anak laki-laki, dan bila anak laki-laki dari isteri yang diabaikan itu yang pertama lahir, maka anak laki-laki itu, dan bukan anak laki-laki dari isteri yang dicintai, yang berhak menyandang hak berdasarkan kelahiran. Dengan sendirinya yang pertama lahir akan mewarisi dua kali dari saudara laki-lakinya (Deuteronomy xxi. 15-17). Tidakkah hukum ini cukup jelas untuk membungkam semua mereka yang mempermasalahkan tuntutan yang adil dari Ismail mengenai hak berdasarkan kelahiran?
Sekarang marilah kita bicarakan masalah hak berdasarkan kelahiran ini sesingkat yang dapat kita lakukan. Kita mengetahui bahwa Ibrahim adalah seorang kepala nomad dan juga seorang Nabi Tuhan, dan beliau biasa hidup di dalam sebuah tenda dan memiliki sejumlah besar ternak dan kekayaan yang banyak. Orang-orang nomad ini tidak mewarisi tanah dan daerah gembalaan, tetapi pangeran itu menentukan untuk masing-masing anak laki-lakinya beberapa klan atau suku bangsa tertentu sebagai kawulanya dan warganya. Aturannya ialah yang termuda mewarisi perapian dari tenda orang tuanya, sementara yang lebih tua , kecuali bila tidak pantas, menggantikannya di kursi kepemimpinan. Jenghiz Khan penakluk agung dari Mongol digantikan oleh Oghtai, anak laki-lakinya yang tertua, yang memerintah di Pekin sebagai Khaqan, tetapi anak laki-lakinya yang termuda tetap tinggal bersama perapian ayahnya di Qaraqorum di Mongolia. Hal yang sama terjadi pada dua anak laki-laki Ibrahim pula. Ishaq, yang termuda di antara keduanya, mewarisi tenda ayahnya dan menjadi seperti ayahnya, seorang nomad yang hidup di tenda-tenda. Namun Ismail dikirim ke Hijaz untuk menjaga Rumah Tuhan yang bersama dengan Ibrahim telah dibangunnya sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an. Di sinilah beliau menetap, menjadi Nabi dan pangeran di antara suku-suku bangsa Arab yang mempercayainya. Di Mekka atau Bekka itulah Ka'aba menjadi pusat dari ibadah yang disebut haji. Ismail itulah yang telah membangun agama yang sebenarnya berTuhan Satu dan telah pula melembagakan khitan.
Keturunannya segera bertambah dan berlipat ganda sebanyak bintang di langit. Dari sejak saat awal Nabi Ismail hingga kebangkitan Nabi Muhammad, orang-orang Arab dari Hijaz, Yemen dan lain-lainnya adalah orang-orang merdeka dan tuan di negerinya sendiri. Kerajaan Roma dan Persia tidak berdaya untuk menaklukkan bangsa Ismail. Meskipun kemudian penyembahan berhala diperkenalkan, namun nama Allah, Ibrahim, Ismail dan beberapa nama Nabi lainnya tidaklah mereka lupakan. Bahkan Esau, anak tertua Ishaq, meninggalkan perapian ayahnya karena saudara laki-lakinya Yakub dan menetap di Edom, di mana dia menjadi ketua dari orang-orangnya dan segera bercampur baur dengan orang-orang Arab Ismail yang adalah baik sebagai pamannya maupun mertuanya. Ceritera tentang Esau menjual hak berdasarkan kelahirannya kepada Yakub untuk ditukar dengan sepiring pottage adalah tipu daya yang dicantumkan untuk membenarkan perlakuan buruk terhadap Ismail. Dituduhkan bahwa "Tuhan membenci Esau dan mencintai Yakub ketika kembar dua ini masih dalam kandungan ibunya; dan bahwa "saudara yang lebih tua akan melayani adiknya" (Genesis xxv. Romawi ix.12-13). Namun aneh untuk mengatakannya, tulisan lain mungkin dari sumber lain, menunjukkan bahwa masalah itu justru adalah kebalikan dari ramalan itu. Karena dalam pasal 33 Genesis jelas mengakui bahwa Yakub melayani Esau, di hadapannya Yakub sujud tujuh kali dan mengatakan: "Tuanku" dan menyatakan dirinya sebagai "budakmu".
Dicatat juga dalam Injil bahwa Ibrahim mempunyai beberapa anak laki-laki lainnya dari Keturah dan selir-selir, kepada siapa beliau memberikan hadiah atau pemberian dan mengirimkannya ke Timur. Semua ini menjadi suku bangsa yang besar dan kuat. Dua belas anak laki-laki Ismail disebutkan namanya dan di gambarkan masing-masing menjadi pangeran dengan kota dan kelompoknya atau tentaranya sendiri-sendiri (Genesis xxv.). Demikian pula anak-anak Keturah, dan lain-lainnya, dan begitu juga keturunan Esau disebutkan nama-namanya.
Bila kita perhatikan jumlah keluarga Yakub ketika dia pergi ke Mesir yang hampir tidak melebihi tujuh puluh orang, dan ketika dia disambut oleh Esau dengan kawalan sebanyak empat ratus pasukan berkuda yang bersenjata, dan suku-suku bangsa Arab yang kuat di bawah dua belas Amir dari keluarga Ismail, dan ketika Utusan Allah yang terakhir memproklamirkan agama Islam, semua suku bangsa Arab secara serempak menyambutnya dan menerima agamaNya dan menyerahkan seluruh tanah yang dijanjikan kepada keturunan Nabi Ibrahim, pastilah kita buta bila tidak melihat bahwa Perjanjian itu telah dibuat dengan Ismail dan janji itu telah terpenuhi dalam diri pribadi Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Sebelum mengakhiri artikel ini saya ingin meminta perhatian dari para siswa Injil, terutama mereka dari "HigherBiblical Criticism" mengenai kenyataan bahwa apa yang disebut sebagai Ramalan dan Pasal-Pasal tentang Al Masih termasuk dalam suatu propaganda yang menguntungkan Dinasti David sesudah kematian raja Suleiman ketika kerajaannya terbagi menjadi dua. Kedua Nabi besar Ilyas dan Elisha yang berkembang dengan baik (ajarannya) di kerajaan Samaria atau Israel bahkan tidak menyebut nama Daud atau Suleiman. Jeruzalem sudah bukan lagi pusat agama untuk sepuluh suku bangsa dan tuntutan Daud untuk berkuasa terus ditolak.
Namun nabi Yesaya dan lain-lainnya yang terikat dengan Kuil di Jeruzalem dan Rumah Daud telah meramal kedatangan Nabi Besar dan berdaulat.
Seperti telah disebutkan dalam artikel pertama, ada beberapa tanda-tanda yang tampak dengan mana Nabi Akhir yang akan datang dapat dikenali. Tanda-tanda inilah yang akan kita coba untuk mempelajarinya dalam artikel berikut.
Bab 3
MISTERI TENTANG "MISPA"
Seperti ditunjukkan judul artikel ini saya akan mencoba untuk memberikan peragaan tentang budaya batu dari orang Ibrani Kuno yang mereka warisi dari Ibrahim, nenek moyang mereka, dan untuk menunjukkan bahwa budaya batu ini telah dilembagakan di Mekkah oleh Patriarch Ibrahim dan anak laki-lakinya Ismail; di tanah Kanaan oleh Ishaq dan Yakub; di Moab dan tempat lainnya oleh keturunan Ibrahim yang lain.
Istilah "Budaya Batu" bukan dimaksudkan sebagai pemujaan terhadap batu yang adalah penyembahan berhala; budaya batu ini saya fahami sebagai pemujaan kepada Tuhan pada suatu batu khusus yang telah diberkati untuk maksud tersebut. Pada masa itu ketika bangsa terpilih (Isarel) ini menjalani kehidupan sebagai nomad dan penggembala, mereka tidak memiliki habitat yang tetap untuk mendirikan rumah yang khusus ditujukan untuk pemujaan Tuhan; biasanya mereka mendirikan sebuah batu di sekitar mana mereka biasa melakukan ritual haji, yaitu mengelilingi batu itu tujuh kali dalam bentuk lingkaran tarian (semacam tawaf- pent.). Kata haji mungkin menakutkan pembaca yang beragama Kristen dan mungkin mereka berkerut melihatnya karena bentuk Arabnya dan karena upacara ini telah menjadi ritual ummat Islam saat ini. Kata haji adalah persis sama dalam arti dan etimologi dengan kata yang sama dalam bahasa Ibrani dan Semit lainnya. Kata Ibrani "hagag" adalah sama dengan hajaj dalam bahasa Arab, perbedaannya hanya terletak pada pengucapan huruf ketiga dari alfabet bahasa Semit "gamal" yang orang Arab mengucapkannya sebagai "j". Kitab Hukum Moses (Torah) mempergunakan kata hagag atau haghagh ini 1) jika memerintahkan untuk melaksanakan upacara festival ini.. Kata itu menandakan untuk mengitari sebuah bangunan atau altar atau sebuah batu dengan cara berlari mengelilinginya dengan langkah teratur dan terlatih dengan tujuan melaksanakan perayaan agama dengan bergembira dan nyanyian (do'a). Di Timur ummat Kristen masih mempraktekkan apa yang mereka sebut "higga" baik di hari-hari pesta atau perkawinan mereka. Dengan sendirinya kata ini tidak memiliki hubungan apapun dengan pilgrimage atau upacara haji (ummat Islam), yang berasal dari kata bahasa Itali pellegrino, dan ini juga dari bahasa Latin peregrinus yang berarti "orang asing" (foreigner).
Selama dalam kunjungannya Ibrahim biasanya mendirikan sebuah altar untuk pemujaan dan korban pada beberapa tempat yang berbeda dan pada peristiwa-peristiwa tertentu. Ketika Yakub dalam perjalanan menuju Padan Aram dan melihat visi tangga yang indah itu beliau mendirikan sebuah batu di situ, ke atas mana beliau menuangkan minyak dan menyebutnya Bethel, yaitu Rumah Tuhan., dan dua puluh tahun kemudian beliau mengunjungi batu itu kembali, ke atas mana beliau menuangkan minyak dan "anggur asli", seperti tertulis dalam Genesis xxviii. 10 - 22; xxxv. Sebuah batu istimewa didirikan sebagai monumen oleh Yakub dan ayah mertuanya di atas setumpuk batu dan menyebutnya Gal'ead dalam bahasa Ibrani, dan Yaghar sahdutha by Laban dalam bahasa Aramia, yang berarti "sejumlah kesaksian". Namun nama yang pantas yang mereka berikan pada batu yang didirikan itu ialah "Mispa" (Genesis xxxi. 45 - 55), yang saya lebih senang untuk menuliskannya dalam bentuk tepat bahasa Arabnya, Mispha, dan ini saya lakukan begitu untuk kepentingan pembaca yang beragama Islam.
Mispha ini kemudian menjadi tempat pemujaan yang sangat penting, dan pusat dari pertemuan nasional dalam sejarah bangsa Israel. Di sinilah Naphthah, seorang pahlawan Yahudi, bersumpah "di hadapah Tuhan" dan setelah mengalahkan bangsa Ammonit, dia diceriterakan sebagai telah mengorbankan anak perempuan satu-satunya sebagai korban bakaran (Hakim-Hakim xi). Di Mispha itulah bahwa empat ratus ribu orang bersenjata dari sebelas suku bangsa Israel berkumpul dan "bersumpah di hadapan Tuhan" untuk memusnahkan suku bangsa Benjamin untuk kejahatan yang dibenci yang telah dilakukan oleh seorang bangsa Benjamin dari Geba' dan berhasil (Hakim-Hakim xx. xxi.). Nabi Samuel mengundang semua orang ke Mispha di mana mereka "bersumpah di hadapan Tuhan" untuk menghancurkan semua patung dan gambar mereka, dan kemudian diselamatkan dari tangan orang Filistin (1 Samuel vii). Di sinilah orang berkumpul dan Saul dinobatkan jadi Raja atas orang Israel (1 Samuel x). Dengan singkat, setiap masalah nasional yang penting diputuskan di Mispha atau di Bethel. Tampaknya kuil ini dibangun di atas tempat yang tinggi atau tempat yang ditinggikan, sering disebut Ramoth, yang berarti "tempat yang tinggi". Bahkan setelah Kuil Suleiman yang indah dibangun, Mispha tetap sangat dihormati. tetapi seperti halnya Ka 'aba di Mekkah, Mispha ini sering diisi dengan patung dan gambar-gambar. Sesudah penghancuran Jeruzalem dan Kuil oleh orang Kaldea, Mispha itu masih tetap memiliki sifat sucinya hingga masa kaum Makabi selama pemerintah Raja Antiochus. ( 2 )
Sekarang apa arti kata Mispa itu? Biasanya kata itu diterjemahkan sebagai "menara pengawas". Kata ini termasuk kata benda dalam bahasa Semit - Asma Zarf - yang mengambil nama mereka dari benda yang dibungkus atau dicakupnya. Mispa adalah tempat atau bangunan yang mengambil namanya dari sapha, kata bahasa kuno untuk "batu". Kata biasa untuk batu dalam bahasa Ibrani ialah "iben", dan dalam bahasa Arab "hajar". Dalam bahasa Syria batu adalah "kipa".Tetapi safa atau sapha tampaknya menjadi bahasa yang umum bagi mereka semua untuk suatu obyek atau pribadi tertentu bila itu dianggapnya sebagai "batu". Dari hal ini maka Mispa berarti lokal atau tempat di mana sapha atau batu itu terletak dan terpasang. Akan kita lihat kapan nama Mispa ini untuk pertama kalinya diberikan kepada batu yang didirikan di atas tumpukan balok batu, di situ tidak ada bangunan yang mengitarinya. Itu adalah spot atau tempat di mana sapha itu terletak, dan itu disebut Mispa.
Sebelum menerangkan arti dari kata benda sapha saya ingin meminta kesabaran para pembaca yang tidak mengenal bahasa Ibrani. Bahasa Arab tidak mempunyai bunyi huruf "p" dalam alfabetnya sebagaimana juga dalam bahasa Ibrani dan bahasa Semit lainnya, di mana huruf "p", seperti halnya "g", kadang kala lunak dan diucapkan seperti "f" atau "ph". Dalam bahasa Inggris sebagai aturan, kata-kata dalam bahasa Semit atau Yunani yang berisi bunyi "f" ditransliterasikan (dipindah hurufkan) dan ditulis dengan sisipan "ph" dan bukan "f", misalnya: Seraph, Mustapha, dan Philosophy. Sesuai dengan aturan inilah saya lebih menyukai menulis kata sapha daripada safa.
Ketika Jesus Kristus memberikan nama panggilan kepada pengikut pertamanya Shim'on (Simon) dengan gelar yang berarti "Petros" (Peter), pastilah dalam benak beliau tersirat sapha yang kuno dan suci yang telah lama hilang! Tetapi, sayang! kita tidak dapat dengan pasti menguraikan kata yang tepat yang beliau nyatakan dalam bahasanya sendiri. Dalam bahasa Yunani kata Petros dalam kasus maskulin - Petra dalam kasus feminin - adalah begitu tidak klasikal dan tidak berbau Yunani, yang orang menjadi sangat heran bahwa gereja mengadopsi kata itu. Pernahkah Jesus atau orang Yahudi lainnya bermimpi untuk memanggil nelayan Bar Yona, Petros? Pastilah tidak. Versi bahasa Syria ialah Pshitta seringkali menjadikan bentuk bahasa Yunani ini dengan Kipha (Kipa). Dan kenyataan baku bahwa bahkan teks bahasa Yunani telah melestarikan nama asli "Kephas," yang versi bahasa Inggris mereproduksinya dalam bentuk "Cephas", menunjukkan bahwa Kristus berbicara dalam bahasa Aramia dan memberi nama panggilan "Kipha" kepada pengikut utamanya.
Versi lama bahasa Arab untuk Perjanjian Lama seringkali menulis nama St Peter dengan "Sham'un' as-Sapha"; yaitu "Simon the Stone". Kata-kata Kristus: "Thou art Peter", dsb. padanan (ekivalen) dalam versi bahasa Arab ialah "Antas-Sapha" (Matius xvi. 18; Yohanes i. 42, dsb.).
Karena itu bila Simon itu adalah Sapha, gereja yang akan dibangun di atasnya tentulah menjadi Mispha. Bahwa Kristen harus membandingkan Simon dengan Sapha dan Gereja dengan Mispha adalah sangat istimewa; namun bila tiba saatnya saya membuka tabir misteri yang tersembunyi dalam kesamaan ini dan kebijakan yang terkait dalam Sapha, maka haruslah diterima sebagai suatu kebenaran yang ajaib dari kehebatan Nabi Muhammad atas gelarnya yang mulia: MUSTAPHA !
Dari apa yang telah diungkapkan di atas, keinginan untuk tahu kita dengan sendirinya akan menyebabkan kita untuk bertanya tentang hal-hal berikut:
- Mengapa ummat Islam dan Kristen Unitarian keturunan Nabi Ibrahim memilih batu untuk melaksanakan upacara keagamaan pada atau sekitar batu itu ?
- Mengapa batu istimewa ini disebut Sapha?
- Apa yang akan dituju oleh si penulis? Dan seterusnya - mungkin beberapa pertanyaan lainnya
Batu itu telah dipilih sebagai sebuah benda yang paling sesuai ke atas mana seseorang yang patuh pada agamanya meletakkan korbannya, menuangkan minyak murni dan anggurnya 3) dan melaksanakan upacara keagamaannya di sekitar batu itu. Lebih daripada itu, batu ini didirikan untuk memperingati ikrar dan janji-janji tertentu yang telah dibuat oleh seorang Nabi atau orang yang lurus dalam agamanya kepada Penciptanya, dan wahyu yang diterima dari Tuhan. Dengan begitu, batu itu adalah monumen suci untuk mengabadikan kenangan dan karakter suci dari peristiwa keagamaan yang besar. Untuk maksud tersebut, kiranya tidak ada benda lain yang melebihi batu. Bukan saja batu itu kuat dan tahan lama yang membuat batu itu lebih sesuai untuk maksud tersebut, tetapi juga kesahajaannya, kemurahannya, tidak bernilainya pada suatu tempat sunyi akan menjamin terhindar dari perhatian orang yang tamak atau yang membenci untuk mencuri atau membinasakannya. Seperti telah diketahui dengan baik, Hukum Musa (Taurat) melarang dengan keras untuk memotong atau memahat batu-batu altar. Batu yang disebut Sapha mutlak dibiarkan tetap dalam keadaan aslinya: tidak ada gambar-gambar, inskripsi, atau ukiran yang dicetak di atasnya, agar salah satu daripadanya tidak akan dipuja di masa mendatang oleh orang-orang yang bodoh. Emas, besi, perak atau metal lainnya tidak dapat memenuhi semua mutu yang diperlukan oleh sebuah batu yang sederhana. Karena itu akan dimengerti bahwa benda yang paling murni, paling tahan lama, dapat diterima dan paling aman untuk sebuah monumen agama dan suci tidak bisa lain kecuali batu.
Patung perunggu Jupiter disembah oleh Pontifex Maximus Roma yang kafir, diambil dari Pantheon dan dicor kembali menjadi gambar St Peter atas perintah Souvereign Pointiff Kristen; sesungguhnyalah kebijakan yang terangkum dalam Sapha mengagumkan dan berharga bagi semua mereka yang tidak menyembah obyek apapun di samping Tuhan.
Juga harus diingat, bukan saja Sapha yang didirikan itu sebagai monumen suci, tetapi demikian juga tempat yang khusus dan sirkuit di mana Sapha itu terletak. Dan untuk alasan inilah bahwa upacara haji bagi Muslim, seperti halnya higga bagi orang Yahudi, dilakukan di sekitar bangunan di mana Batu Suci itu terletak. Adalah suatu kenyataan yang diketahui bahwa orang Karamati yang mengambil Batu Hitam dari Ka'aba dan menyimpannya di negerinya sendiri selama dua puluh tahun, diwajibkan untuk membawa dan meletakkannya kembali pada tempatnya semula karena mereka tidak dapat menarik jamaah haji dari Mekkah. Kalau saja batu itu emas atau obyek lain yang bernilai, pastilah sudah tidak ada lagi paling kurang selama lima ribu tahun; atau kalau seandainya batu itu memiliki pahatan atau ukiran atau gambar, pastilah Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam sendiri sudah membinasakannya.
Mengenai arti atau lebih baik banyak arti dari Sapha, sudah saya tunjukkan bahwa itu menunjuk pada berbagai mutu yang dimiliki batu itu.
Kata itu terdiri atas huruf hidup "sadi" (shad) dan "pi" berakhir dengan bunyi "hi" keduanya sebagai kata kerja dan kata benda. Dalam bentuk "qal" itu berarti "mensucikan" "memperhatikan, menatap dari kejauhan, dan memilih". Kata itu juga mempunyai arti "bersikap tegas dan mantap"; dalam paradigma pi'el (?) yang adalah kausatif, itu berarti "membuat pilihan, menyebabkan untuk memilih," dan sebagainya.
Seseorang yang memandang dari sebuah menara disebut Sophi (2 Raja-Raja ix. 17, dst). Di zaman dulu sebelum kuil Suleiman dibangun, Nabi atau "Orang (nya) Tuhan" disebut Roi atau Hozi yang berarti "penglihat" (1 Samuel ix. 9). Tentu saja para sarjana Ibrani sangat mengenal dengan kata Msaphpi, atau lebih baik Msappi, yang merupakan kesamaan dalam ortografi bahasa Arab musaphphi, yang berarti:"seorang yang berusaha untuk memilih yang murni, mantap dan tegas," dsb. Pengawas di Menara Yisrael seperti tersebut di atas, memandang dan mengawasi dengan tajam dari kejauhan untuk membedakan sekelompok orang yang datang menuju kota. Dia melihat utusan pertama dari Raja yang datang dan bergabung dengan kelompok itu tetapi tidak kembali. Hal yang sama terjadi dengan utusan kedua dan ketiga. Barulah kemudian bahwa Sophi itu dapat mengenali Ketua dari kelompok itu sebagai Jehu. Nah, apa gerangan kegiatan dan kerja pengawas atau pengamat ini? Pekerjaannya ialah mengawasi dengan tajam dari kejauhan untuk mengenali satu di antara yang lainnya dengan tujuan untuk mengetahui identitas dan gerakannya, bila saja mungkin, dan kemudian memberi tahukan kepada Raja. Jika anda bertanya: Apa kegiatan dan pekerjaan Sophi dari Mispha yang seorang diri itu? Jawaban berikut ini pasti tidak akan memuaskan seorang penyelidik yang mempunyai keinginan tahu yang besar: "…dia biasa mengawasi dari minaret Misppha (Mispa) agar dapat mengenali identitas orang yang datang di padang pasir, atau dia biasa mengawasi kemungkinan adanya bahaya." Bila demikian, sifat keagamaan serta suci dari Misppha itu akan hilang, dan mungkin lebih akan berfungsi sebagai menara pengawas militer. Tetapi masalah Sophi dari Mispha berlainan sekali. Asal mulanya Mispha hanyalah sebuah kuil sederhana pada suatu tempat tinggi yang terpisah di Gal'ead di mana Sophi dengan keluarganya atau pembantu-pembantunya biasa bertempat tinggal. Setelah penaklukan dan pendudukan tanah Kanaan oleh Israel, jumlah Mispha itu meningkat dan segera saja Mispha itu menjadi pusat keagamaan yang besar dan berkembang menjadi lembaga pelajaran dan konfraternitas. Tampaknya pusat-pusat itu menjadi seperti Mevlevi, Bektashi, Neqshbendi dan konfraternitas lainnya yang ada pada orang Islam, masing-masing ada di bawah Sheik dan Murshidnya sendiri. Mereka memiliki sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan Mispha di mana diajarkan Hukum Musa, agama, sastra Ibrani dan cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Namun di atas kegiatan pendidikan ini, Sophi adalah kepala tertinggi dari mayarakat pemula yang biasa dia beri perintah dan ajar tentang agama yang esoterik dan mistik yang kita ketahui disebut Sophia. Sesungguhnyalah apa yang kita sebut kini dengan sufi pada waktu itu disebut nbiyim atau "prophets" (nabi), dan apa yang dalam Islam disebut takkas, zikr atau seruan do'a, mereka sebut dengan "prophesying" (nubuah). Pada zaman Nabi Samuel yang juga sebagai kepala negara dan lembaga Mispha, para pengikut dan pemula itu menjadi sangat banyak; dan ketika Saul diminyaki (upacara keagamaan) dan dimahkotai sebagai raja, dia ikut zikr atau kegiatan keagamaan menyeru do'a bersama dengan para pemula dan diumumkan dimana-mana: "Perhatikanlah, Saul juga ada di antara para Nabi." Dan ungkapan ini menjadi peribahasa; karena dia juga ikut "prohesying" dengan kelompok para nabi itu (1Samuel x. 9-13). Persufian di antara orang-orang Ibrani berlanjut terus menjadi konfraternitas keagamaan yang esoterik di bawah kekuasaan Nabi waktu itu hingga wafatnya raja Suleiman. Sesudah kerajaan pecah menjadi dua bagian, ternyata perpecahan besar terjadi juga di antara para sufi. Di zaman Nabi Ilyas kira-kira 900 tahun sebelum Isa, dikatakan kepada kita bahwa beliau adalah satu-satunya Nabi yang sejati yang masih tertinggal dan bahwa semua yang lainnya telah tewas terbunuh; dan ada delapan ratus lima puluh nabi Baal dan Ishra yang ikut "makan di meja Ratu Izabel" (1 Raja-Raja xviii. 19). Namun hanya beberapa tahun kemudian, pengikut Nabi Ilyas dan penggantinya Nabi Elisha, telah disambut di Bethel dan Jericho oleh puluhan "anak-anak Nabi" yang meramalkan kenaikan nabi Ilyas dalam waktu dekat (2 Raja-raja ii.)
Apapun posisi sesungguhnya para Sufi Ibrani sesudah terjadinya perpecahan besar agama dan bangsa, satu hal adalah pasti, yaitu bahwa pengetahun sejati tentang Tuhan dan ilmu pengetahuan agama yang esoterik tetap terpelihara hingga kedatangan Jesus Kristus, yang membangun masyarakat pemulanya di dalam "kalangan dalam agama" (Inner Religion) atas Simon the Sapha, dan bahwa para Sophi sejati atau para pengawas, penglihat atau pengamat dari Mispha Kristen melestarikan pengetahuan itu dan mengawasinya hingga kedatangan Pilihan Allah, Nabi Muhammad al-Mustapha - atau Mustaphi dalam bahasa Ibrani!
Seperti saya katakan di atas, Injil menyebut banyak nama para nabi yang terkait dengan Mispha; namun kita harus benar-benar mengerti bahwa sebagaimana dengan jelas Al Qur'an menyatakannya: "Tuhan Yang Paling Mengetahui siapa yang akan Dia angkat menjadi UtusanNya" bahwa Dia tidak memberikan hadiah ramalan kepada seseorang dengan sebab untuk kemuliaannya, kekayaannya, atau bahkan kealimannya, namun semata -mata hanya untuk kesenanganNya (keridhoanNya- pen.). Keyakinan dan semua kegiatan keagamaan, meditasi, latihan spiritual, doa, puasa, dan ilmu pengetahuan suci mungkin menyebabkan timbulnya seorang baru menjadi murshid atau pembimbing spiritual, atau sampai pada tingkat santo (orang suci), tetapi tidak akan pernah sampai pada tingkat nabi; karena kenabian bukanlah dicapai dengan melalui upaya, tetapi adalah sebuah pemberian Tuhan. Bahkan di antara para Nabi hanya ada beberapa saja yang adalah Utusan (Rasul) yang diberi kitab suci khusus dan diperintahkan untuk memberi petunjuk dan peringatan kepada ummat tertentu atau dengan misi khusus. Karena itu istilah "nabi" seperti dipergunakan dalam Kitab Suci orang Ibrani seringkali adalah bermakna ganda (lebih dari satu).
Saya juga harus mencatat dalam hubungan ini bahwa mungkin sebagian besar dari materi Injil adalah karya atau produksi dari Mispha-Mispha ini sebelum Penangkapan Babilon atau bahkan mungkin sebelumnya, tetapi kemudian direvisi oleh tangan-tangan yang tidak diketahui siapa punya hingga menjadi dalam bentuknya seperti kita kenal sekarang.
Nah sekarang tinggal beberapa kata lagi untuk dikatakan tentang Sufiisme orang Muslim dan kata bahasa Yunani "Sophia" (kebijakan atau cinta akan kebijakan); dan suatu perbincangan tentang dua sistim pengetahuan tinggi ini terletak di luar ruang lingkup artikel ini. Dalam pengertian luas, filosofi adalah suatu studi atau ilmu pengetahuan tentang prinsip utama tentang "ada"; dengan perkataan lain filosofi itu melampaui batas dari fisik ke studi tentang "ada yang murni". dan meninggalkan studi tentang sebab musabab atau hukum dari apa yang terjadi atau dilihat di dalam alam sebagai sedang mencoba untuk menggapai metafisik yang berhubungan dengan keyakinan, etika dan hukum yang kini dikenal sebagai aspek spiritual dari peradaban, sedang fisik itu dianggap sebagai aspek materi dari peradaban. Karenanya sulit sekali untuk menemukan kebenaran.
Perbedaan antara kata bahasa Yunani "Sophia" dan Sufi Muslim ialah bahwa orang Yunani itu telah mencampur adukkan bidang materialistik dan spiritual dan pada saat yang bersamaan mereka gagal untuk menerima wahyu seperti diakui oleh filosof utama mereka Aristotle dan Socrates bahwa berhubungan dengan metafisik tanpa adanya wahyu dari Sang Pencipta seperti menyeberangi samudera di atas sebatang kayu! Sedang Sufi orang Muslim yang beruntung mengkonsentrasikan diri dalam bidang etika dan mengikuti jejak Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dalam mendisiplinkan hati seseorang dan diri sendiri dalam berlayar untuk menggapai Kumpulan Tinggi Para Malaikat dan sebagainya.
Sufiisme orang Muslim adalah kontemplasi tentang karya Allah dan CiptaanNya dan diri sendiri, dan menghindarkan diri dari kontemplasi tentang Allah Sendiri, karena manusia itu dibuat dari lingkungannya, dan selekas dia akan mempergunakan panca inderanya untuk melukiskan Allah, maka akan menjadi sangat berbahaya seperti halnya terjadi dengan orang Mesir ketika mereka melukiskan Sphinx yang memiliki kepala, cakar, tubuh, dsb.
Keunggulan Sophia Islam daripada filosofi Yunani adalah pernyataan (manifestasi) dari obyek yang dilihat. Dan dengan pasti Sophia Islam itu lebih unggul daripada selibasi dalam agama Kristen dan religiositas (monastik) dalam ketidak pekaannya terhadap kesadaran dan kepercayaan orang lain. Seorang Sufi Muslim selalu menawarkan hormat terhadap agama lain, menertawakan gagasan "heresy" dan mencela semua pengejaran dan penindasan (persecution and oppression). Sebagian besar orang suci (santo) Kristen adalah kalau bukan persekutor maka dia adalah orang yang terkena persekusi karena "heresy", dan mereka terkenal karena ketidak toleransian mereka. Sayang, tetapi itulah kebenarannya.
Juga bermanfaat untuk dicatat bahwa dalam abad awal Islam, para Sufi Muslim disebut dengan "Zahid" atau "Zohad" dan pada saat itu mereka tidak mempunyai metodologi, tetapi mereka memiliki fraternitas atau komunitas kepercayaan dan jurisprudensi yang lengkap bagi mazhabnya. Mereka berkonsentrasi pada etika dan pemikiran. Generasi berikutnya membuat metodologi pelajaran untuk para pemula, menengah (intermediate) dan yang sudah lanjut (the advanced) berdasarkan Al Qur'an dan Hadith Nabi (Prophetic Quotations). Jelas sekali bahwa rektisi setiap hari atas Al Qur'an, penghafalan Asma'al-Husna dan do'a bagi Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersama dengan permohonan ampun kepada Allah dan shalat tahajud, puasa di siang hari adalah beberapa dari karakteristik yang penting. Pada pihak lain, para Sufi Muslim yang otentik menolak setiap anggota yang tidak jujur dan tulus yang gagal untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad. Harus diakui, banyak orang bodoh telah termakan, dengan berpikir bahwa kasus ketidak tulusan itu adalah mewakili Sufiisme Muslim. Mereka tidak bisa mengerti bahwa Ihsan yang adalah sepertiga dari agama seperti ditunjukkan dalam jawaban Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam atas pertanyaan: "Apakah Islam itu?", "Apakah Iman itu?" dan "Apakah Ihsan itu?", ketika Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda bahwa orang yang bertanya itu ialah malaikat Jibril, dan bahwa beliau datang untuk mengajar agama kepadamu. Demikian juga, Islam itu dilayani oleh empat mazhab jurisprudensi (fikh), sedang Iman oleh mazhab kepercayaan seperti Salaf dan Ashariah, dan tentu saja Sufi dilayani oleh Ihsan. Bila seseorang meragukan hal ini, biarlah dia menyebutkan pakar-pakar Ihsan, karena bila anda pergi ke Pengadilan Islam yang termasuk dalam seksi Islam, atau pergi ke mazhab Kepercayaan dan mengaku bahwa ada iri hati dan dengki dalam hatinya dsb. sebagai penyakit dari jiwa, kedua mazhab itu akan mengakui bahwa mereka tidak mempunyai sangkut paut dengan aspek itu dan akan merujuknya kepada ahli ibadah, atau seorang Sufi, Sheik.
Sebagai catatan kedua saya ingin menambahkan bahwa para pengarang Muslim selalu menuliskan kata bahasa Yunani "philosophy" dalam bentuk falsafah dengan huruf "sin" dan bukan huruf "shad" atau "thad" yang adalah satu dari huruf-huruf yang membentuk kata dalam bahasa Ibrani dan Arab Sapha dan Sophi. Saya kira bentuk ini dimasukkan ke dalam literatur bahasa Arab oleh penterjemah dari Asiria yang dahulu termasuk dalam sekte Nestorian. Orang Turki menuliskan Santo Sofia dari Istambul dengan huruf shad, tetapi falsafah dengan huruf sin seperti halnya samekh dalam bahasa Ibrani. Saya yakin bahwa Sophia dalam bahasa Yunani secara etimologi dapat dikenali dari kata bahasa Ibrani; dan bahwa gagasan dalam kalangan Muslim bahwa kata sophia (sowfiya) berasal dari kata "soph" yang berarti "wool" haruslah dibuang.
Sophia atau kebijakan yang sejati ialah pengetahuan yang sesungguhnya tentang Tuhan, pengetahuan yang sejati tentang agama dan moralitas, dan penentuan yang mutlak benar atas Utusan Terakhir di antara semua Utusan Tuhan, adalah termasuk dalam lembaga kuno orang Israel 'Mispha' hingga saat dialihkannya ke Mispha orang Nasrani atau Kristen. Sungguh hebat melihat betapa lengkap analogi itu dan betapa ekonomi Tuhan yang berkenaan dengan hubunganNya dengan manusia telah dilaksanakan dengan keseragaman dan tertib yang mutlak. Mispha adalah filter di mana semua data dan orang disaring dan diteliti oleh para Musaphphi (bahasa Ibrani Mosappi) seperti halnya oleh colander (saringan, karena itulah arti kata itu); sehingga yang asli dibedakan dengan dan dipisahkan dari yang palsu, dan yang murni dari tidak murni; walaupun abad telah silih berganti, banyak sekali Nabi-Nabi datang dan pergi, namun Mustapha, Seorang Yang Terpilih, tidak muncul. Kemudian datang Jesus yang suci; tetapi dia ditolak dan di siksa, karena di Israel tidak ada lagi Mispha yang resmi yang pasti telah akan mengenali dan mengumumkannya sebagai Utusan Tuhan yang sejati yang dikirimkanNya untuk membawa kesaksian atas Mustapha yang adalah Nabi Terakhir yang akan datang sesudahnya. "Dewan Agung Sinagog" telah berkumpul dan dilembagakan oleh Ezra dan Nehemiah, di mana "Simeon Yang Adil" adalah anggota terakhirnya (310 S.M.), digantikan oleh Pengadilan Adi Jeruzalem (Supreme Tribunal of Jeruzalem) yang disebut : "Sahedrin"; tetapi Dewan yang kemudian itu yang diketuai oleh seorang "Nassi" atau "Pangeran", menghukum mati Jesus karena Dewan itu tidak mengakui Jesus dan sifat dari misi sucinya. Namun beberapa Sufi mengenali Jesus dan mempercayai misi kenabiannya; namun sejumlah orang menyalah fahaminya sebagai Mustapha atau Utusan Allah yang "terpilih", dan menangkap dan mengakuinya sebagai raja, tetapi beliau lenyap dan menghilang dari antara mereka. Beliau bukanlah Mustapha, jika bukan maka tidaklah masuk akal untuk menjadikan Simon sebagai Sapha dan gerejanya sebagai Mispha; karena fungsi dan tugas dari Mispha adalah untuk mengamati dan mencari tahu Utusan Terakhir, agar bila dia datang dapat diumumkan sebagai Orang Yang Dipilih dan Ditetapkan - Mustapha. Jika Jesus itu Mustapha maka tidak perlu lagi ada lembaga Mispha. Ini adalah sebuah subyek yang mendalam dan menarik; hal itu memerlukan kesabaran dalam mempelajarinya. Nabi Muhammad al Mustapha adalah sebuah misteri Mispha, dan kekayaan dari Sophia
Bab 4
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ADALAH "SHILOH"
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ADALAH "SHILOH"
Nabi Yakub, cucu Nabi Ibrahim, terbaring sakit di tempat tidurnya; beliau berumur seratus empat puluh tujuh tahun, dan saat akhir mendekat dengan cepat. Beliau memanggil dua belas orang anak laki-lakinya dan keluarga mereka masing-masing ke kamar tidurnya; beliau memberkati masing-masing anak laki-lakinya dan meramalkan masa depan dari suku bangsanya. Hal ini biasa dikenal sebagai "Wasiyat Yakub", dan ditulis dalam gaya bahasa Ibrani yang bagus dengan sentuhan puisi. Wasiyat itu berisi beberapa kalimat yang unik dan tidak pernah terjadi lagi dalam Injil. Wasiyat itu menyebutkan bermacam-macam peristiwa dalam kehidupan seorang laki-laki yang telah banyak mengalami pasang surut kehidupan. Diceriterakan bahwa Yakub telah mengambil keuntungan dari kakak laki-lakinya (Esau) yang lapar dan membeli hak berdasarkan kelahirannya dengan sepiring makanan, dan menipu ayahnya yang buta dan sudah tua dan memperoleh pemberkatannya yang berdasarkan hak kelahiran yang sebenarnya milik kakaknya, Esau. Beliau bekerja selama tujuh tahun untuk memperisterikan Rahel, tetapi ditipu oleh ayah Rahel, dan dinikahkan dengan kakak Rahel yang bernama Liah; dengan demikian beliau harus bekerja tujuh tahun lagi untuk memperisiterikan Rahel. Pembantaian semua orang laki-laki oleh dua orang anak-anak Yakub yaitu Simon dan Levi karena pencemaran (pemerkosaan) atas anak perempuan Yakub yang bernama Dina oleh Schechim, pangeran dari kota itu, sungguh telah sangat menyedihkan Yakub. Kelakuan anak sulungnya yang sangat memalukan, Reubin, yang telah mencemarkan tempat tidur ayahnya dengan meniduri isteri selir Yakub, tidak pernah dilupakan dan diampunkan oleh Yakub. Namun kesedihan terbesar yang menimpa dirinya sesudah kematian Rahel yang dicintainya adalah menghilangnya selama bertahun-tahun anak laki-laki yang disayanginya Yusuf. Kepergiannya ke Mesir dan pertemuannya dengan Yusuf merupakan kegembiraan besar baginya dan menyembuhkan kebutaannya. Yakub adalah seorang Nabi, dan dijuluki "Israel" oleh Tuhan, nama yang kemudian dipakai oleh dua belas suku bangsa keturunannya.
Kebijakan penggusuran hak berdasarkan kelahiran berjalan terus sepanjang catatan dalam Kitab Genesis (Kejadian), dan Yakub merupakan pahlawan atas pelanggaran hak atas orang lain. Beliau diceriterakan telah memberikan hak berdasarkan kelahiran cucunya Manashi kepada adiknya Ephraim bertentangan dengan protes dari ayah mereka Yusuf (pasal xlviii.). Beliau meniadakan hak berdasarkan kelahiran anak sulungnya dan memberikan pemberkatan kepada Yehuda (Judah), anaknya yang keempat, karena anak sulungnya telah meniduri Bilha, isteri selir Yakub yang adalah ibu dari dua anak laki-laki Yakub, Dan dan Nephthali; serta mengingkari Nephthali karena dia tidak lebih baik daripada lainnya, yaitu berzina dengan menantunya sendiri Thamar, yang melahirkan seorang anak laki-laki yang menjadi nenek moyang Daud dan Jesus (pasal xxv. 22, dan xxxviii.)!
Sungguh tidak dapat dipercaya bahwa penulis atau paling tidak editor terakhir dari buku itu "telah mendapat inspirasi dari Ruh Suci" sebagaimana ummat Yahudi dan Kristen memberikan kesaksian. Yakub diceriterakan telah menikahi dua orang perempuan bersaudara sekaligus, suatu perbuatan yang dicela oleh Hukum Tuhan (Leiviticus xviii. 18.). Dengan mengecualikan Yusuf dan Benjamin, sebenarnyalah anak-anak laki-laki lainnya dilukiskan sebagai gembala yang kasar, penipu ( terhadap ayahnya dan Yusuf), pembunuh, pezina, yang menunjukkan bahwa itu bukanlah keluarga yang akan menjadi Nabi sama sekali. Tentu saja setiap Muslim tidak dapat menerima fitnah apapun terhadap seorang Nabi atau seorang laki-laki yang lurus kecuali bila jelas dicatat atau disebut dalam AL Qur'an. Kami tidak mempercayai dosa yang ditimpakan pada Yehuda sebagai benar adanya (pasal xxxviii), karena bila tidak maka akan bertentangan dengan pemberkatan oleh Yakub; dan pemberkatan inilah yang saya ajukan untuk mempelajari dan mendiskusikannya dalam artikel ini.
Yakub pasti sudah tidak dapat memberkati anak laki-lakinya Yehuda bila saja Yehuda benar ayah dari anak menantunya sendiri, Peres, karena kedua pezina pasti sudah dihukum mati oleh Hukum Tuhan, Yang telah memberinya kemampuan meramal (Leviticus xx. 12). Namun, ceritera tentang Yakub dan keluarganya yang tidak sempurna dapat dijumpai dalam Kitab Genesis (Kejadian, pasal xxv.- 1.).
Ramalan yang terkenal yang mungkin dianggap sebagai inti dari wasiyat ini termuat dalam ayat ke sepuluh dari pasal empat puluh sembilan Genesis sebagai berikut:
Ramalan yang terkenal yang mungkin dianggap sebagai inti dari wasiyat ini termuat dalam ayat ke sepuluh dari pasal empat puluh sembilan Genesis sebagai berikut:
"The Sceptre shall not depart from Judah,
And the Lawgiver from between his feet,
Until the coming of Shiloh,
And to him belongeth the obedience of peoples."
And the Lawgiver from between his feet,
Until the coming of Shiloh,
And to him belongeth the obedience of peoples."
- "Sceptre ("tongkat kerajaan" - Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) tidak akan beranjak dari Yehuda
- begitupun Pemberi hukum (the Lawgiver - Prof Benjamin; ruler's staff - "Bible" Revised Standard Version - The Bible Societies; lambang pemerintahan - Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) dari antara kakinya,
- sampai Shiloh (dia yang berhak atasnya - Alkitab; he to whom it belongs - "Bible") datang,
- maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa."
Yang di atas itu adalah terjemahan harafiah dari teks bahasa Ibrani sejauh dapat saya fahami. Di dalam teks itu ada dua kata yang unik dan tidak terdapat di tempat lain manapun dalam Perjanjian Lama. Kata yang pertama ialah "Shiloh", dan yang lain ialah "yiqha" atau "yiqhath" (dengan konstruksi atau kontraksi).
Shiloh terbentuk dari empat huruf, shin, ya', lam, dan ha. Ada nama "Shiloh", nama sebuah kota di Ephraim (1 Samuel I, dst) tetapi di situ tidak ada huruf ya'. Nama ini tidak dapat diartikan sama dengan atau dirujuk ke nama kota di mana terdapat Ark of the Covenant atau Tabernakel, karena hingga saat itu dalam suku bangsa Judah tidak ada sceptre atau lawgiver yang muncul. Kata itu pastilah merujuk pada seorang pribadi, dan tidak pada sebuah kota.
Sepanjang bisa saya ingat, semua versi Perjanjian Lama telah mempertahankan pencantuman kata Shiloh yang orisinil tanpa menterjemahkannya. Orang Syria Pshitta (dalam bahasa Arab al-Bessita) yang telah menterjemahkan kata itu menjadi "dia yang berhak atasnya" - "he to whom it belongs". Mudah bagi kita untuk melihat betapa penterjemah itu telah memahami kata itu sebagai terdiri dari "sh" bentuk ringkas dari asher = he, that ( dia yang..), dan "loh" (Arab "lehu"= "is his" (miliknya). Dengan sendirinya menurut Pshitta pasal itu akan dibaca sebagai berikut: "until he to whom it belongeth come, And," etc. ("hingga dia kepada siapa itu menjadi haknya datang, Dan," dsb). Kata person "it" mungkin merujuk ke "sceptre" atau "lawgiver" secara terpisah ataupun kolektif, atau barangkali "it" merujuk ke kata "obedience" (takluk atau tunduk atau patuh) dalam kalimat keempat dari ayat itu, bahasanya puitis. Menurut versi yang penting ini logika ramalan itu akan menjadi kenyataan seperti ini:
"Karakter kerajaan dan kenabian tidak akan berlalu dari Judah hingga dia yang berhak atasnya datang, karena miliknya adalah "homage of people" (penghormatan dari bangsa).
Tetapi nyatanya kata ini berasal dari kata kerja "shalah" dan karenanya berarti "damai (peaceful), tenang (tranquil), diam (quiet) dan patut dipercaya (trustworthy)".
Sangat mungkin bahwa beberapa pentranskrib (perekam/pencatat) atau pengkopi "currente calamo" dan karena salah tulis telah melepaskan sisi kiri huruf akhir "het", dan kemudian kata itu telah berubah menjadi "hi" , karena keserupaan dua huruf itu sangat menonjol dengan hanya sangat sedikit saja berbeda pada sisi kiri. Bila kesalahan semacam itu telah dipindahkan dalam manuskrip Ibrani, baik sengaja atau tidak, maka kata yang berasal dari "shalah" berarti "mengirim, mengutus", dan bentuk past participle (salah satu bentuk masa lampaunya) adalah "shaluh" yaitu "seseorang yang diutus, utusan."
Tetapi tidak ada sebab yang masuk akal untuk pengubahan secara sengaja "het" menjadi "hi", karena huruf ya' tetap dipertahankan dalam bentuk Shiloh sekarang, yang tidak memiliki waw yang perlu ada untuk bentuk masa lampau (past participle) Shaluh. Lagipula saya pikir Septuagint telah membiarkan Shiloh sebagaimana adanya. Karena itu satu-satunya kemungkinan perubahan adalah perubahan huruf terakhir het menjadi hi. Jika ini yang menjadi masalahnya, maka kata itu akan mencari bentuknya menjadi Shiluah dan artinya sama dengan "Utusan dari Yah", gelar yang justru diberikan kepada Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam seorang diri "Rasul Allah" yaitu "Utusan Tuhan". Saya tahu bahwa kata "shiluah" juga merupakan kata teknis dalam "surat cerai", dan ini karena yang diceraikan itu disuruh pergi.
Saya tidak dapat menerka interpretasi lainnya dari nama singular ini di samping tiga versi yang saya kemukakan.
Sudah barang tentu dan dengan sendirinya bahwa ummat Yahudi dan Kristen mempercayai bahwa pemberkatan ini merupakan ramalan-ramalan terkemuka tentang kedatangan al masih. Bahwa Jesus, Nabi dari Nazareth, adalah Kristus atau Al Masih tidaklah diingkari oleh seorang Muslimpun, karena sesungguhnya Al Qur'an mengakui adanya gelar itu. Bahwa Raja Israel dan Kepala Pendeta (High Priest) yang manapun diurapi dengan minyak suci yang terdiri dari minyak zaitun dan berbagai rempah-rempah dapat kita ketahui dari Kitab-Kitab Suci Ibrani (Leviticus xxx. 23-33). Bahkan Raja Persia yang bernama Zardushti Koresh disebut Kristus Tuhan: "Tuhan pun berfirman kepada Cyrus KristusNya," dsb. (Yesaya xlv. 1-7).
Agak berlebihan untuk menyebutkan di sini bahwa meskipun Cyrus maupun Jesus tidak diurapi dengan ramuan suci, namun mereka keduanya disebut al Masih.
Tentang Jesus, bahkan meskipun misi kenabiannya diakui oleh orang Yahudi, tugas kemasihannya tidak pernah dapat diterima oleh mereka, karena tidak ada satupun tanda-tanda atau sifat-sifat al Masih yang mereka harapkan ada pada orang yang mereka coba untuk menyalibnya itu. Orang Yahudi itu mengharapkan al Masih dengan pedang dan kekuasaan sementara, seorang penakluk yang akan mengembalikan dan melebarkan kerajaan Daud, dan seorang al Masih yang akan mengumpulkan orang-orang Yahudi yang sudah tersebar, kembali ke tanah Kanaan dan menundukkan banyak bangsa-bangsa di bawah kuasanya.; tetapi mereka tidak pernah dapat mengaku dirinya sebagai seorang pengkhotbah dari Bukit Zaitun, atau seseorang yang dilahirkan dalam palung.
Alasan-alsan berikut ini dapat diajukan untuk menunjukkan bahwa nubuah yang sangat kuno ini secara praktis dan harfiah telah dipenuhi oleh Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam. Melalui ungkapan-ungkapan alegoris "Sceptre" dan "Lawgiver" para komentator secara tak dapat dibantah telah mengakui ungkapan itu masing-masing diartikan sebagai otoritas kerajaan dan nubuah (royal authority and prophecy). Tanpa berhenti lama untuk meneliti akar dan asal kata kedua tunggal "yiqha", kita bisa memakai salah satu dari dua arti, kepatuhan (obedience) dan harapan (expectation).
Baiklah kita ikuti interpratsi dari "Shiloh" seperti di dalam versi Pshitta: "dia yang berhak atasnya" ("he to whom it belongs"). Secara praktis ini berarti "pemilik dari sceptre dan hukum", atau "dia yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan legislatif, dan semua bangsa tunduk pada kedaulatan dan kekuasaannya (and his is the obedience of nations)." Siapakah gerangan yang mungkin menjadi Pangeran dan Pemberi hukum agung itu? Pastilah bukan Nabi Musa, karena beliau adalah pengatur utama atas Dua Belas Suku Yahudi, dan sebelum beliau tidak pernah ada seorang raja atau nabi dalam suku bangsa Yehuda. Pasti bukan pula Daud, karena beliau adalah raja pertama dan nabi keturunan Yehuda. Dan terbukti bukan pula Jesus Kristus, karena beliau sendiri menolak gagasan bahwa al Masih yang diharapkan oleh orang Yahudi adalah anak laki-laki Daud (Matius xxii. 44-45; Markus xii. 35-37; Lukas xx. 41-44). Beliau tidak meninggalkan hukum tertulis, dan tak pernah bermimpi memangku tongkat kerajaan (royal sceptre); kenyataannya beliau menasehati orang-orang Yahudi agar setia kepada Caesar dan memberikan penghormatan kepadanya, dan dalam satu peristiwa orang banyak mencoba menjadikan Jesus seorang raja, tetapi beliau meloloskan diri dan bersembunyi. Injilnya ditulis di atas suatu lempengan dalam hati beliau, dan beliau menyampaikan "kabar gembira", tidak dalam bentuk tulisan tetapi beliau menyampaikannya secara lisan. Dalam nubuah ini tidak ada masalah tentang penyelamatan dari dosa asli dengan darah orang yang disalib, demikian juga tidak ada masalah tentang kekuasaan manusia-tuhan atas hati manusia. Tambahan pula Jesus tidak menghapuskan Hukum Musa, tetapi beliau menyatakan dengan jelas bahwa beliau datang untuk memenuhinya; demikian pula Jesus bukan Nabi Terakhir, karena sesudah beliau St Paul berbicara tentang banyak "nabi" dalam Gereja.
Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam datang dengan kekuatan militer dan Al Qur’an untuk menggantikan tongkat kerajaan (sceptre) Yahudi yang sudah usang dan tidak dapat dipergunakan lagi dan hukum yang sudah ketinggalan zaman serta suatu kependetaan yang koruptif. Beliau mengumumkan agama yang paling murni dalam menyembah satu Tuhan yang sejati, dan meletakkan doktrin praktis yang paling baik dan aturan-aturan moral serta tingkah laku manusia. Beliau membangun agama Islam yang telah mempersatukan banyak bangsa dan orang-orang ke dalam satu persaudaraan yang sebenarnya yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan suatu apapun. Semua orang Muslim tunduk patuh kepada Nabi Allah, mencintai dan menghormatinya sebagai pendiri dan pembangun agama mereka, tetapi tidak pernah memuja beliau atau memberikan kehormatan suci dan atribut. Beliau mengusir dan mengakhiri hingga puing terakhir wilayah bangsa Yahudi di Qureida dan Khaibar dengan memusnahkan semua istana dan benteng mereka.
Interpretasi kedua dari tetagram "Shilh" diucapkan Shiloh, sama pentingnya dan menguntungkan Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam. Seperti telah ditunjukkan di atas, kata itu berarti: "tenang, damai, patut dipercaya, diam" dan sebagainya. Bentuk kata itu dalam bahasa Aramiah ialah Shilya, dari akar kata yang sama Shala atau shla. Kata ini tidak dipakai dalam bahasa Arab.
Adalah suatu kenyataan yang diketahui dengan baik dalam sejarah Nabi Arabia ini bahwa sebelum panggilan Kenabiannya, beliau adalah pendiam sekali, damai, patut dipercaya, dan memiliki sifat kontemplatif dan menarik; bahwa beliau dijuluki orang-orang Mekkah dengan "Muhammad al-Emm" (Muhammad al Amien – pen.). Ketika orang-orang Mekkah memberi julukan kepada beliau "Emm" atau "Amm" orang-orang Mekkah itu sama sekali tidak memiliki gagasan tentang Shiloh, namun kebodohan orang-orang Arab penyembah berhala ini telah dipergunakan Tuhan untuk mengelabui orang-orang Yahudi yang tidak percaya, yang memiliki Kitab Suci dan mengetahui isinya. Kata amana dalam bahasa Arab, seperti bahasa Ibrani aman, berarti: "menjadi mantap, ajeg, aman," dan karenanya: "menjadi tenang, setia dan patut dipercaya," menunjukkan bahwa "amin" dengan tepat merupakan padanan (ekivalen) dari Shiloh, dan mengabarkan semua arti yang terkandung di dalamnya.
Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam sebelum beliau dipanggil Tuhan untuk menyampaikan wahyu agama Islam dan memusnahkan penyembahan berhala yang dicapai dengan keberhasilan, adalah seorang laki-laki yang sangat pendiam dan tulus di Mekkah; beliau bukan seorang pahlawan perang, juga bukan seorang legislator; tetapi bahwa sesudah beliau menyandang misi kenabian itulah beliau menjadi pembicara yang paling ulung dan seorang Arab pemberani. Beliau berperang melawan orang-orang kafir dengan pedang di tangan, bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kemuliaan Allah dan fondasi agamaNya – Al Islam. Allah menunjukinya pada kunci kekayaan dunia, tetapi beliau tidak mau menerimanya, dan ketika beliau wafat praktis beliau adalah seorang laik-laki yang miskin. Tiada penyembah Tuhan lainnya, baik dia raja atau nabi, yang telah memberikan bakti besar dan berharga yang begitu mengagumkan kepada Tuhan dan manusia sebagaimana telah diperbuat oleh Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam; kepada Tuhan dalam menghapuskan penyembahan berhala dari sebagian besar dunia, dan kepada manusia dengan telah memberikan agama yang paling sempurna dan hukum yang terbaik sebagai petunjuk dan pengaman. Beliau merebut tongkat kerajaan (sceptre) dan hukum dari bangsa Yahudi; memperkuat yang pertama dan menyempurnakan yang kemudian. Kalau saja Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam diperkenankan menampakkan diri kembali di Mekkah atau Medinah sekarang ini, beliau akan disambut oleh orang-orang Muslim dengan kasih sayang dan kepatuhan yang sama seperti telah beliau saksikan di sana ketika hidup beliau. Dan beliaupun akan melihat dengan penuh kesenangan bahwa Kitab Suci yang telah beliau serahkan masih tetap sama tanpa sedikitpun ada perubahan di dalamnya, dan bahwa Al Qur’an itu dilagukan dan dibaca persis sama seperti yang beliau lakukan bersama para sahabat. Beliau akan gembira memberi selamat kepada mereka atas kesetiaan mereka kepada agama dan Keesaan Allah; dan kenyataan bahwa mereka tidak menjadikan beliau sebagai tuhan atau anak tuhan.
Sedang tentang interpretasi ketiga dari nama "Shiloh" telah saya catat bahwa mungkin itu suatu perubahan kata "Shaluah" dan dalam hal itu maka tak diragukan bahwa itu sesuai dengan gelar Nabi dalam bahasa Arab yang begitu sering diulang namanya dalam AL Qur’an, yaitu "Rasul" yang berarti tepat sama dengan arti Shaluah yaitu: "seorang Utusan," "Shaluah Elohim" bangsa Ibrani adalah sama dengan "Rasul Allah" yang namanya diserukan lima kali sehari oleh Bilal penyeru kepada shalat dari menara semua mesjid di dunia.
Beberapa nabi dalam AL Qur’an, terutama mereka yang diberi Kitab Suci, disebut sebagai "Rasul"; tetapi tidak di dalam pasal manapun lainnya dalam Perjanjian Lama dapat kita jumpai kata Shiloh atau Shaluah kecuali di dalam Wasiyat Yakub.
Nah kini dari sudut pandang manapun kita coba untuk mempelajari dan meneliti nubuah Yakub tersebut, kita dipaksa melalui sebab alasan telah terpenuhinya ramalan itu secara nyata dalam pribadi Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, untuk mengakui bahwa orang-orang Yahudi itu dengan sia-sia telah menanti kedatangan Shiloh lainnya, dan bahwa orang–orang Kristen dengan keras kepala bertahan dalam kesalahan mereka dalam meyakini bahwa adalah Jesus yang dimaksudkan dengan Shiloh.
Selanjutnya ada pengamatan lain yang pantas mendapat perhatian serius dari kita. Pertama sangatlah sederhana bahwa tongkat kerajaan dan legislator akan tetap dalam suku bangsa Yehuda selama Shiloh tidak nampak dalam arena. Menurut pengakuan orang Yahudi, Shiloh itu belum datang. Karena itu selanjutnya tongkat kerajaan dan suksesi kenabian itu masih ada dan menjadi milik suku bangsa itu. Namun institusi (sceptre dan lawgiver) itu telah lenyap lebih dari tiga belas abad yang lalu.
Kedua dapat diamati bahwa suku bangsa Yehuda itu juga telah punah bersama dengan hilangnya kekuasaan kerajaan dan suksesi kenabian. Merupakan kondisi yang tidak dapat diabaikan bahwa untuk mempertahankan eksistensi suatu suku bangsa dan identitasnya perlu untuk menunjukkan bahwa suku bangsa itu secara keseluruhan hidup di negerinya sendiri atau di tempat lain secara kolektif dan mempergunakan bahasanya sendiri. Tetapi bagi bangsa Yahudi masalahnya justru kebalikannya. Untuk membuktikan diri anda seorang Israel, anda hampir tidak menemukan kesulitan, karena setiap orang akan mengakui anda, tetapi anda tidak akan pernah dapat membuktikan diri anda sendiri termasuk ke dalam salah satu dari dua belas suku bangsa itu. Anda telah terpencar-pencar dan kehilangan bahasa anda sendiri.
Bangsa Yahudi terpaksa menerima salah satu dari alternatif, yaitu mengakui bahwa Shiloh telah datang, tetapi bahwa nenek moyang mereka tidak mengenalinya, atau menerima kenyataan bahwa tidak lagi ada suku bangsa Yehuda dari mana Shiloh itu akan harus datang.
Sebagai pengamatan yang ketiga, harus dicatat bahwa bertentangan sekali dengan apa yang diyakini ummat Judeo Kristiani, teks itu jelas berarti bahwa Shiloh harus seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda, dan bahkan terhadap semua suku bangsa lainnya. Hal ini begitu nyata bahwa renungan sejenak sudah cukup untuk meyakinkan seseorang. Ramalan itu jelas menunjukkan bahwa ketika Shiloh datang, maka tongkat kerajaan dan legislator itu akan lenyap dari suku bangsa Yehuda; hal ini hanya dapat disadari bila Shiloh itu seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda. Kalau Shiloh itu keturunan dari Yehuda, bagaimana mungkin ada dua unsur yang hilang dari suku bangsa itu? Shiloh tidak pula mungkin keturunan dari suku bangsa lainnya, karena tongkat kerajaan dan legislator itu untuk seluruh bangsa Israel dan bukan untuk satu suku bangsa saja. Pengamatan ini membinasakan klaim orang-orang Kristen juga karena Jesus adalah keturunan Yehuda dari fihak ibu Maryam.
Sebagai pengamatan yang ketiga, harus dicatat bahwa bertentangan sekali dengan apa yang diyakini ummat Judeo Kristiani, teks itu jelas berarti bahwa Shiloh harus seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda, dan bahkan terhadap semua suku bangsa lainnya. Hal ini begitu nyata bahwa renungan sejenak sudah cukup untuk meyakinkan seseorang. Ramalan itu jelas menunjukkan bahwa ketika Shiloh datang, maka tongkat kerajaan dan legislator itu akan lenyap dari suku bangsa Yehuda; hal ini hanya dapat disadari bila Shiloh itu seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda. Kalau Shiloh itu keturunan dari Yehuda, bagaimana mungkin ada dua unsur yang hilang dari suku bangsa itu? Shiloh tidak pula mungkin keturunan dari suku bangsa lainnya, karena tongkat kerajaan dan legislator itu untuk seluruh bangsa Israel dan bukan untuk satu suku bangsa saja. Pengamatan ini membinasakan klaim orang-orang Kristen juga karena Jesus adalah keturunan Yehuda dari fihak ibu Maryam.
Saya sering merasa heran terhadap orang-orang Yahudi yang suka mengembara dan berbuat salah. Selama dua puluh lima abad mereka telah mempelajari seratus bahasa bangsa-bangsa yang telah mereka layani. Karena kaum Ismail dan Israel kedua-duanya keturunan Nabi Ibrahim, menjadi masalahkah bagi mereka bila Shiloh itu datang dari Yehuda atau dari Zebulun, dari Esau atau Isachar, dari Ismail atau Ishaq, selama mereka itu masih keturunan Nabi Ibrahim? Patuhilah hukum dari Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, jadilah Muslim, dan itu berarti anda dapat berangkat dan menetap hidup di tanah airmu yang dulu dengan damai dan aman.
Bab 5
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam DAN KAISAR CONSTANTINE
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam DAN KAISAR CONSTANTINE
Barangkali ramalan yang paling indah dan paling nyata tentang misi suci manusia terbesar dan Utusan Allah yang termuat dalam pasal tujuh Kitab Nabi Daniel pantas untuk dipelajari dengan serius dan dipertimbangkan tanpa memihak. Di dalamnya peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah manusia yang silih berganti dalam kurun waktu lebih dari seribu tahun diwakili oleh empat tokoh monster yang mengerikan dalam visi nubuah terhadap Daniel. "Empat angin dari langit menderu terhadap samodera". Binatang pertama yang keluar dari laut dalam ialah seekor singa yang bersayap; kemudian muncul binatang kedua berupa seekor beruang yang menggigit tiga tulang iga di antara giginya. Yang ini digantikan oleh binatang ketiga yang mengerikan dalam bentuk seekor harimau yang memiliki empat sayap dan empat kepala. Binatang keempat yang lebih mengerikan dan kejam dari yang sebelumnya, adalah seekor monster dengan sepuluh tanduk di atas kepalanya, dan memiliki gigi-gigi besi dalam mulutnya. Selanjutnya sebuah tanduk kecil mencuat di tengah tanduk-tanduk lainnya namun sebelum itu ada tiga tanduk yang tanggal. Perhatikanlah, mata dan mulut manusia tampak muncul pada tanduk itu, dan mulailah mulut itu menyuarakan hal-hal besar menghujat Yang Maha Tinggi. Tiba-tiba di tengah langit itu terlihat visi dari Yang Abadi di tengah cahaya yang gemerlapan, duduk di atas Kursi cahaya api yang rodanya terbuat dari cahaya yang kemilau (1). Sungai cahaya mengalir dan melintas di hadapanNya; dan berjuta-juta mahluk langit memujaNya dan puluhan dan puluhan ribu dari antara mereka berdiri di hadapanNya. Dalam Gedung Pengadilan itu sedang ada sidang istimewa; buku-buku itu dibuka. Tubuh binatang itu dibakar dengan api, namun tanduk yang menghujat itu dibiarkan hidup hingga "Bar Nasha" - yaitu "Anak Manusia" dibawa ke atas di awan dan dihadapkan kepada Yang Maha Abadi dari Siapa beliau menerima kekuasaan, kehormatan dan kerajaan untuk selama-lamanya. Nabi yang heran itu mendekati seorang di antara mereka yang berdiri di dekatnya dan meminta padanya untuk menerangkan arti semua visi yang indah itu. Malaikat yang baik itu menafsirkan visi itu dengan cara begitu rupa sehingga seluruh misteri yang terbungkus dalam figurative atau bahasa dan bayangan (images) yang alegoris itu menjadi jelas.
Sebagai pangeran dalam keluarga kerajaan, bersama dengan tiga orang muda Yahudi, Daniel dibawa ke istana Raja Babilon di mana beliau di didik tentang semua ilmu pengetahuan orang-orang Kaldea. Beliau tinggal di situ hingga Penaklukan oleh orang Persia dan jatuhnya Kerajaan Babilon. Beliau telah meramal baik di bawah pemerintahan Nebukadnezzar maupun Darius. Para pengritik Injil tidak merujuk seluruh Buku itu sebagai karangan Daniel, yang hidup dan meninggal sekurang-kurangnya beberapa abad sebelum Penaklukan oleh orang Yunani, yang beliau sebut dengan nama "Yavan = Iona". Delapan pasal yang pertama, kalau saya tidak salah, ditulis dalam bahasa Kaldea dan bab-bab terakhir dalam bahasa Ibrani. Untuk singkatnya tujuan penulisan ini, tanggal dan hak karangan (authorship) atas buku itu bukanlah hal yang merupakan masalah penting sebagai pemenuhan yang sesungguhnya atas ramalan, yang termuat dalam versi Septuagint , yang telah dibuat kira-kira tiga abad sebelum Tahun Masehi.
Menurut tafsir yang dibuat oleh Malaikat, masing-masing dari empat binatang itu mewakili sebuah kerajaan. Singa yang bersayapkan garuda menunjuk pada kerajaan Kaldea, yang sangat berkuasa dan cepat seperti seekor garuda menyambar musuhnya. Beruang itu mewakili "Madai-Paris", atau Kerajaan Medo-Persia, yang meluaskan daerah taklukannya sejauh Laut Adriatik dan Ethiopia, dengan demikian menggigit sebuah tulang iga dari tubuh masing-masing dari tiga benua (Asia-Eropah-Afrika - Pen.) dari separuh dunia bagian Timur. Binatang ketiga yang memiliki sifat harimau - kecekatan dan keganasan, merujuk pada laju Aleksander Agung yang penuh dengan kemenangan, yang sesudah wafatnya kerajaannya yang luas terbagi menjadi empat kerajaan kecil.
Namun Malaikat yang menafsirkan visi itu tidak berhenti untuk menerangkan dengan rinci tiga kerajaan tersebut sebagaimana dia lakukan ketika menafsirkan binatang keempat. Di sini malaikat itu masuk dengan penekanan terhadap rincian (detail). Di sini pandangan dalam visi itu diperbesar. Praktis binatang itu adalah satu monster dan satu setan yang besar. Ini ialah Kekaisaran Romawi yang kejam. Sepuluh buah tanduk itu ialah sepuluh kaisar Romawi yang menindas ummat Kristen awal. Bukalah halaman sejarah dari Gereja yang manapun dalam tiga abad pertama hingga saat apa yang disebut sebagai konversi Constantine Agung, dan anda akan membaca tiada lain kecuali kengerian dari "Sepuluh Penindasan" (Ten Perscutions) yang terkenal.
Sejauh ini semua empat binatang itu mewakili "Kekuasaan Hitam" yaitu kerajaan setan, penyembah berhala.
Dalam hubungan ini biarlah saya membelokkan perhatian anda pada kebenaran yang kemilau yang tercakup dalam artikel yang sangat penting dalam Kepercayaan Islam: "Kebaikan dan Kejahatan itu dari Allah". Patut diingat bahwa orang Persia kuno percaya terhadap "kegandaan tuhan" atau dengan perkataan lain, Prinsip Kebaikan dan Cahaya, serta prinsip yang lainnya: Prinsip Kejahatan dan Kegelapan; dan bahwa "mahluk" (being) abadi ini adalah musuh-musuh abadi. Dapat diamati bahwa di antara empat binatang itu Kerajaan Persia diwakili oleh seekor beruang yang kurang ganas daripada, dan kurang sebagai binatang pemakan daging seperti halnya ketiga binatang lainnya; dan tambahan lagi sejauh beruang itu dapat menjelajah di atas kedua kaki belakangnya, beruang itu menyerupai manusia - setidak-tidaknya dari jarak tertentu.
Dalam semua buku-buku teologi dan keagamaan Kristen yang sudah saya baca, tidak pernah saya bertemu dengan pernyataan ungkapan satupun yang sama dengan apa yang termuat dalam Kepercayaan orang Islam: Tuhan ialah pencipta yang sesungguhnya dari kebaikan dan kejahatan. Artikel dari orang Muslim ini sebaliknya, adalah sangat menjijikkan bagi agama Kristen dan menjadi sumber kebencian terhadap agama Islam. Namun secara khusus dan jelas dinyatakan oleh Tuhan kepada Cyrus, yang Dia sebut "KristusNya". Dia mau agar Cyrus mengetahui bahwa tidak ada tuhan di samping Dia, dan menyatakan: "Aku ialah Pembentuk cahaya, dan Pencipta kegelapan, Pembuat perdamaian, dan Pencipta kejahatan; Aku ialah Tuhan yang melakukan semua ini (Yesaya xlv. 1 - 7).
Bahwa Tuhan ialah pembuat kejahatan maupun kebaikan tidaklah sedikitpun bertentangan dengan gagasan kebaikan Tuhan. Pengingkaran terhadap semua itu adalah bertentangan dengan KeEsaan yang mutlak dari Yang Maha Kuasa. Apalagi, apa yang kita fahami sebagi "kejahatan" hanya memiliki akibat terhadap mahluk yang diciptakan, dan semua itu untuk pengembangan dan perbaikan mahluk-mahluk itu; tidak sedikitpun semua itu berakibat bagi Tuhan.
Nah marilah kini kita periksa dan temukan siapa gerangan Tanduk Kecil itu. Sesudah dengan pasti dan final menetapkan identitas dari sebelas raja, identitas Bar Nasha akan terselesaikan per se. Tanduk Kecil itu muncul sesudah Sepuluh Penindasan dalam pemerintahan kaisar-kaisar kerajaan Roma. Kerajaan itu sedang meliuk-liuk karena rivalitas empat orang, salah satu di antaranya ialah Constantine. Mereka semua berjuang untuk mendapatkan tahta; ketiga orang lain mati atau tewas dalam peperangan; dan Constantine tersisa seorang diri menjadi yang paling berkuasa dalam kerajaan yang luas itu.
Para komentator Kristen terdahulu dengan susah payah telah gagal mencoba mengidentifikasikan Tanduk Kecil yang jelek ini dengan mereka yang anti Kristus, dengan Paus di Roma oleh orang Protestan, dan dengan pendiri Islam (Tuhan melarang!). Tetapi para pengritik Injil yang kemudian tidak tahu apapun untuk memecahkan masalah empat binatang yang mereka ingin mengenalinya dengan Kerajaan Yunani dan Tanduk Kecil dengan Antiochus. Beberapa pengritik di antaranya, seperti Carpenter menganggap Kerajaan Medo Persia sebagai dua kerajaan terpisah. Tetapi kerajaan ini tidak lebih dua daripada Kerajaan Austro Hungaria yang sudah almarhum. Eksplorasi yang dilakukan oleh pakar dari Misi Ilmu Pengetahuan Perancis M. Morgan di Shushan (Susa) dan tempat lainnya memastikan hal itu. Karena itu tidak dapat lain bahwa binatang keempat itu adalah kerajaan Roma kuno.
Untuk menunjukkan bahwa si Tanduk Kecil itu tiada lain ialah Constantine, argumentasi berikut dengan aman dapat diberikan:
- Dia mengatasi Maximian dan kedua rival lainnya dan mengambil tahta serta mengakhiri persekusi terhadap agama Kristen. Buku Gibbon "The Decline and Fall of the Roman Empire" saya pikir adalah sejarah yang terbaik yang dapat memberikan petunjuk kepada kita tentang masa-masa itu. Anda tidak pernah dapat menemukan empat pesaing sesudah Sepuluh Penindasan atas Gereja kecuali Constantine beserta musuh-musuhnya yang tersungkur jatuh di hadapannya seperti tiga tanduk yang jatuh di hadapan si tanduk kecil.
- Semua keempat binatang itu dilukiskan dalam visi itu sebagai binatang yang irasional; tetapi si Tanduk Kecil memiliki mulut dan mata manusia yang dengan kata lain adalah pelukisan atas satu monster yang tersembunyi yang dibekali dengan akal dan kepandaian bicara. Dia memproklamirkan Kristen sebagai agama sejati, memberikan Roma kepada Paus dan menjadikan Byzantium yang disebut Konstantinopel sebagai ibukota kerajaan. Dia berpura-pura memeluk agama Kristen namun tidak pernah dibaptis hingga sesaat sebelum kematiannya. dan bahkan hal inipun masih sebagai masalah yang dipersoalkan. Legenda bahwa konversinya ke agama Kristen adalah sebagai akibat dari visi atas Salib yang ada di langit telah lama diletupkan sebagai sebuah pemalsuan lainnya, sebagaimana juga ceritera tentang Jesus Kristus disisipkan dalam "Antiquities of Josephus".
Kebencian empat binatang itu terhadap orang yang percaya akan Tuhan adalah brutal dan kejam, namun kebrutalan dan kekejaman dari Tanduk yang rasional itu adalah diabolik dan sangat jahat. Kebencian itu telah sangat merusak dan berbahaya bagi agama, karena hal itu ditujukan langsung untuk membelokkan Kebenaran dan Keyakinan. Semua serangan terdahulu dari empat kerajaan itu adalah dari orang-orang penyembah berhala: mereka menghukum mati dan menindas orang-orang beriman tetapi tidak dapat membelokkan kebenaran dan keyakinan. Constantine inilah yang masuk ke dalam jubah Jesus dalam bentuk sebagai orang beriman dan berpakaian domba, namun di dalam dirinya dia tidak pernah sama sekali sebagai orang beriman sesungguhnya. Betapa beracun dan berbahayanya kebencian ini dapat disimak dari yang berikut ini:
- Kaisar Tanduk berbicara tentang "hal-hal besar" atau "kalimat-kalimat besar" (dalam bahasa Kaldea "rorbhan") menentang Yang Maha Tinggi. Mengucapkan kata-kata hujatan terhadap Tuhan, menyekutukanNya dengan mahluk lain, dan menyebutNya dengan nama dan atribut yang tidak masuk akal, seperti "beranak" dan "diperanakkan", "kelahiran" dan "prosesi" (dari orang kedua dan ketiga), " keesaan dalam ketritunggalan" dan "penjelmaan kembali atau inkarnasi" adalah untuk mengingkari Ke EsaanNya.
Semenjak Tuhan mengungkapkan wahyuNya kepada Nabi Ibrahim di Ur Kaldea hingga diumumkannya Kepercayaan dan Hukum dari Konsili Nicea serta diberlakukan dengan surat keputusan kaisar Constantine di tengah teror dan protes dari tiga perempat orang-orang beriman sesungguhnya dalam tahun 325 M, tidak pernah bahwa Ke Esaan Tuhan begitu secara resmi dan terbuka dihujat oleh dia yang berpura-pura menjadi ummatNya seperti Constantine dan kelompoknya yang terdiri dari orang-orang kafir eklesiastikal. Dalam artikel pertama dari serial ini saya telah menunjukkan kesalahan Gereja tentang Tuhan dan AtributNya. Saya tidak perlu lagi untuk masuk ke dalam masalah yang tidak enak ini, karena hal itu sangat menyakitkan diri dan menyedihkan saya bila saya melihat Nabi Suci dan Ruh Suci itu yang keduanya adalah mahluk yang mulia Tuhan, dipersekutukan dengan Dia Tuhan oleh mereka yang seharusnya mengetahuinya lebih baik..
Kalau Brahma dan Osiris atau kalau Jupiter dan Vesta dipersekutukan dengan Tuhan, kita akan sekedar menganggapnya sebagai kepercayaan orang-orang penyembah berhala; namun bila kita melihat Jesus yang Nabi dari Nazareth itu dan satu dari antara jutaan ruh suci yang mengabdikan dirinya pada Yang Maha Abadi diangkat sebagai mahluk yang sama derajatnya dengan ketinggian Tuhan, kita tidak dapat menemukan sebuah nama bagi mereka yang begitu saja mempercayainya selain daripada apa yang ummat Islam telah selalu wajib menggunakannya, yaitu – sebutan "Gawun".
Kini sejak si Tanduk tersembunyi yang mengucapkan kalimat besar, mengucapkan hujatan terhadap Tuhan, adalah seorang raja seperti diungkapkan oleh malaikat kepada nabi Daniel, dan karena raja itu adalah kaisar yang ke sebelas yang memerintah Roma dan menghukum mati orang-orang Tuhan, dia tidak bisa lain kecuali Constantine, karena surat keputusan dialah yang telah meproklamirkan kepercayaan terhadap trinitas dalam ketuhanan, suatu kepercayaan yang Perjanjian Lama sebagai dokumen yang hidup akan mencercanya sebagai penghujatan, yang baik ummat Yahudi maupun Islam membencinya. Kalau Tanduk itu lain daripada Constantine, lalu timbul pertanyaan "siapkah dia itu?". Dia sudah datang dan pergi, dan bukan seorang yang berpura-pura menjadi orang lain atau seorang yang anti Kristus yang baru di kemudian hari muncul, yang mungkin kita tak akan bisa mengetahui dan mengenalinya. Kalau kita tidak mengakui bahwa si Tanduk yang dimasalahkan itu sudah datang, lalu bagaimana kita harus menafsirkan empat binatang itu, yang jelas binatang yang pertama ialah Kerajaan Kaldea, yang kedua ialah Medo Persia, dsb.? Jika binatang keempat tidak mewakili Kerajaan Romawi, bagaimana kita bisa menafsirkan binatang ketiga dengan empat kepalanya, sebagai Kerajaan Aleksander yang pecah menjadi dua setelah kematiannya? Adakah kekuasaan lain yang menggantikan Kerajaan Yunani sebelum Kerajaan Romawi dengan sepuluh kaisarnya yang menindas orang-orang beriman pada Tuhan? Alasan yang tidak masuk akal dan ilusi tidaklah berfaedah. "Tanduk Kecil" itu pastilah Constantine, bahkan bila kita mengingkari ramalan nabi Daniel sekalipun. Tidak menjadi masalah apakah seorang nabi, pendeta-pendeta atau seorang penyihir yang telah menulis tujuh bab dalam Kitab Daniel. Satu hal sudah pasti bahwa ramalan dan pelukisan dari peristiwa-peristiwa dua puluh empat abad yang lalu ditemukan sebagai tepat, benar, dan telah terpenuhi oleh kehadiran Constantine Agung, yang Gereja Roma telah selalu secara bijaksana berdiam diri untuk "mensucikan" dia (menjadikan dia seorang santo) sebagaimana telah dilakukan oleh Gereja Yunani.
- Bukan saja si Tanduk Kecil yang tumbuh menjadi suatu "visi kejam" yang lebih daripada yang lainnya itu menghujat Yang Maha Tinggi, tetapi juga menyatakan perang menentang "orang-orang suci Yang Maha Tinggi, dan menundukkan mereka" (ayat 25). Dalam pandangan Nabi Ibrani orang yang mempercayai satu Tuhan adalah orang-orang terpisah dan suci. Sekarang jelas dan benar tanpa dipermasalahkan lagi bahwa Constantine menindas orang-orang Kristen yang seperti halnya orang Yahudi, percaya akan Ke Esaan Tuhan yang mutlak dan dengan berani menyatakan bahwa trinitas adalah konsep Ketuhanan yang palsu dan salah. Lebih dari seribu eklesiastika diundang ke Konsili Umum di Nicea (Izmid masa kini yang modern) di mana hanya tiga ratus delapan belas orang menyetujui keputusan Konsili, dan orang-orang ini juga yang membentuk tiga faksi yang bertolak belakang dengan ungkapan-ungkapan mereka yang bermakna lebih dari satu (ambiguous) dan tidak suci "homousion" atau "homoousion", "consubstantial" dan istilah-istilah lain yang sama sekali asing bagi Nabi Israel, tetapi hanya berarti bagi "Tanduk Yang Berbicara".
Orang-orang Kristen yang mengalami penindasan dan menjadi martir di bawah pemerintahan kaisar Roma yang penyembah berhala karena mereka mempercayai Satu Tuhan dan pemujaNya Nabi Jesus, kini mendapatkan nasibnya di tangan surat keputusan kekaisaran Constantine "Yang Orang Kristen" disiksa lebih parah karena mereka menolak untuk memuja Nabi Jesus sebagai "padanan adanya dan zamannya" ("consubstantial dan coeval") dengan Tuhannya dan Penciptanya! Para Tetua dan Pendeta-Pendeta dari sekte Arian yaitu Qashishi dan Mshamshani sebagaimana mereka disebut oleh orang-orang Yahudi dan Kristen awal, diusir dan dibasmi, buku-buku keagamaan mereka dihancurkan, dan gereja-gereja mereka disita dan diserah terimakan kepada kaum uskup-uskup dan pendeta-pendeta trinitarian. Karya-karya sejaraha yang mana saja tentang Gereja Kristen pada masa awal akan memberikan kepada kita informasi yang cukup tentang jasa yang telah diberikan oleh Constantine pada perjalanan Kepercayaan Trinitas, dan tentang penindasan mereka yang menentangnya. Legiun-legiun yang kejam di setiap provinsi diserahkan di bawah kekuasaan para penguasa eklesiastikal. Constantine telah mempersonifikasikan sebuah pemerintahan dengan teror dan perang yang kejam terhadap kaum Unitarian yang di bumi belahan Timur berlangsung selama tiga setengah abad, (dan berhenti –Pen.) ketika orang-orang Islam membangkitkan agama Allah dan melanjutkan kekuasaan dan dominasi atas tanah-tanah yang dijarah dan dihancurkan oleh empat binatang tersebut.
- Si "Tanduk Yang berbicara" dituduh telah berkontemplasi untuk merubah "hukum dan waktu". Ini adalah tuduhan yang sangat serius terhadap si Tanduk. Hujatannya atau "bicara besarnya menentang Yang Maha Tinggi" bisa jadi mempengaruhi atau tidak mempengaruhi orang lain. tetapi untuk mengubah Hukum Tuhan dan menetapkan hari libur atau festival dengan sendirinya akan merupakan subversi terhadap agama itu sendiri. Dua perintah pertama dari sepuluh perintah Nabi Musa mengenai Ke Esaan Tuhan yang Mutlak "Kamu tidak boleh mempunyai tuhan-tuhan di samping Aku" – dan larangan keras untuk membuat gambar atau patung untuk pemujaan dengan langsung telah dilanggar dan dihapuskan dengan keputusan Constantine itu. Untuk memproklamirkan tiga pribadi dalam Ketuhanan dan untuk mengakui bahwa Yang Maha Kuasa dan Abadi dikandung dan dilahirkan oleh Perawan Maryam adalah penghinaan terbesar terhadap Hukum Tuhan dan penyembahan berhala yang terbesar. Untuk membuat gambar dari emas atau kayu untuk pemujaan sudah cukup untuk dapat dicela, tetapi membuat sesuatu yang bisa mati menjadi suatu obyek yang dipuja, menyatakannya sebagai Tuhan, dan bahkan memuja roti dan anggur Eucharist sebagai "tubuh dan darah Tuhan" adalah suatu hujatan yang tidak agamawi.
Kemudian bagi setiap orang Yahudi yang lurus dan bagi seorang Nabi seperti Daniel, yang sejak masa mudanya telah menjadi seorang pemerhati Hukum Musa, apa yang dapat lebih menjijikkan selain daripada substitusi dari paskah (Easter) untuk Domba Paskal dari ritual besar Passover dan pengorbanan "Domba Tuhan" di atas salib (upon the cross), dan di atas ribuan altar setiap harinya? Penghapusan hari Sabbath adalah pelanggaran langsung atas perintah keempat dari Decalogue (ten Commandmends) dan pelembagaan hari Minggu sebagai gantinya adalah optional karena hal itu juga bertentangan. Benar, Al Qur’an telah menghapuskan hari Sabbath bukan karena hari Jum’at itu hari lebih suci, tetapi semata-mata karena orang-orang Yahudi itu telah menyalah gunakan hari itu dengan menyatakan bahwa Tuhan sesudah enam hari bekerja, beristirahat pada hari ke tujuh, seolah-olah Dia adalah manusia dan lelah. Nabi Muhammad saw pastilah sudah membinasakan hari atau obyek manapun, betapapun suci atau keramatnya, bila itu dijadikan sebagai obyek penyembahan yang dimaksudkan untuk menimbulkan hantaman atau luka terhadap Keagungan dan Kemuliaan Tuhan. Namun penghapusan hari Sabbath dengan putusan Constantine adalah pelembagaan hari Minggu pada hari yang dikatakan sebagai hari di mana Jesus bangkit dari kuburnya. Jesus sendiri adalah orang yang sangat memperhatikan hari Sabbath, dan menyangkal para pemimpin Yahudi atas keberatan mereka terhadap perbuatan Jesus beramal pada hari itu.
- Tanduk itu diizinkan untuk memaklumkan perang terhadap para santo dari Yang Maha Tinggi untuk jangka waktu selama tiga setengah abad; hal itu hanya "melemahkan" mereka, menjadikan mereka "kehabisan tenaga" – tetapi tidak dapat melenyapkan dan mencabut seluruh akarnya keluar. Kaum Arian yang hanya percaya pada Ke Esaan Tuhan, kadang-kadang mempertahankan dengan kuat dirinya dan memperjuangkan alasan kepercayaan mereka, umpamanya di bawah pemerintahan Constantius (anak Constantine), atau Julian dan yang lainnya yang lebih toleran.
Butir berikutnya yang penting dalam visi yang indah ini ialah untuk mengenali "Bar Nasha", atau "Anak Manusia" yang menghancurkan si Tanduk; dan kita akan melaksanakannya dalam artikel berikut.
Bab 6
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ADALAH "ANAK MANUSIA"
Dalam thesis yang lalu kita telah meneliti dan memberi komentar atas visi indah Nabi Daniel (Daniel vii.). Kita melihat bagaimana empat binatang yang mewakili empat kerajaan silih berganti adalah Kekuatan Kegelapan dan bagaimana mereka menindas ummat Yahudi dan Gereja Jesus awal, yang terdiri dari orang-orang beriman sebenarnya pada Satu Tuhan. Kita juga membuat catatan bahwa Kekuatan-Kekuatan itu adalah penyembah berhala dan digambarkan secara alegoris sebagai orang-orang yang tidak berperi kemanusiaan dan kejam. Selanjutnya kita melihat bahwa Tanduk kesebelas yang mempunyai mulut dan mata, yang menghujat Yang Maha Tinggi telah memerangi dan menaklukkan para santo Tuhan serta telah merubah waktu dan Hukum Tuhan, tidak dapat lain kecuali kaisar Constantine yang dalam tahun 325 M mengumumkan keputusan kekaisarannya yang memproklamirkan kepercayaan dan keputusan Konsili Umum Nicea.
Dalam artikel ini marilah kita dengan sabar mengikuti penelitian kita tentang Bar Nasha yang mulia, atau "Anak Manusia" yang dihadirkan di atas awan kepada Tuhan, yang diberi kehormatan dan kerajaan Sultaneh untuk selama-lamanya (Sholtana dalam teks aslinya, yaitu "dominion" atau "empire"), dan yang mendapat wewenang untuk menghancurkan dan meniadakan si Tanduk yang kejam.
Marilah kita sekarang melanjutkan tulisan ini untuk menentukan identitas "Bar Nasha" ini.
Sebelum mencari tahu siapa Anak Manusia ini , adalah penting bahwa kita mempertimbangkan hal-hal dan pengamatan berikut ini:
- Ketika Nabi Yahudi itu membuat ramalan bahwa "semua bangsa dan orang di bumi akan mengabdi kepadanya (Bar Nasha) atau "orang-orang Suci (Santo) dari Yang Maha Tinggi", kita harus mengerti bahwa yang dimaksud beliau itu ialah bangsa-bangsa yang disebut dalam Genesis xv. 8 – 21, dan bukan bangsa Inggris, bangsa Perancis, atau bangsa Cina.
- Dengan ungkapan "orang-orang Suci dari Yang Maha Tinggi" difahami bahwa yang dimaksud ialah pertama orang-orang Yahudi dan kemudian orang-orang Kristen yang mengakui Ke Esaan Tuhan yang mutlak, berjuang dan menderita karenanya untuk keyakinan itu hingga munculnya Bar Nasha dan pembinasaan si Tanduk.
- Setelah pembinasaan si Tanduk, orang-orang dan bangsa yang akan harus mengabdi pada para Santo Tuhan ialah orang-orang Kaldea, Medo Persia, Yunani dan Roma – empat bangsa yang diwakili oleh empat binatang yang telah menjarah dan menyerbu Tanah Suci. Dari laut Adriatik hingga tembok Cina semua bangsa yang beraneka ragam itu atau telah menerima Islam sebagai agamanya, atau tetap sebagai kafir yang mengabdi pada orang-orang Islam, yang adalah orang-orang beriman sejati pada Ke Esaan Tuhan.
- Baik sekali untuk menyadari kenyataan yang berarti bahwa Tuhan seringkali mengizinkan musuh-musuh agama sejatiNya menaklukkan dan menindas ummatNya karena dua tujuan. Pertama, karena Dia ingin menghukum ummatNya yang malas, jahil dan berdosa. Kedua, karena Dia ingin membuktikan iman, kesabaran dan hal tidak mungkin hancurnya Hukum dan AgamaNya, dan dengan begitu membiarkan si kafir tetap dalam kekafirannya dan kejahatannya hingga gelas mereka penuh. Pada saatnya Tuhan Sendiri campur tangan atas nama orang beriman apabila eksistensi mereka ada di akhir garis tepi ujung kayu balok. Adalah waktu yang mengerikan dan kritis bagi ummat Islam ketika Kekuatan Sekutu ada di Konstantinopel selama tahun-tahun perdamaian. Persiapan besar telah dibuat oleh orang Yunani dan teman-teman mereka untuk mengambil kembali Mesjid Agung Aya Sophia; Patriarch Yunani dari Konstantinopel pergi ke London dengan membawa satu set perlengkapan patriarchal yang dihiasi dengan batu berharga dan mutiara untuk Archbishop dari Canterbury yang membantu dengan gigih restorasi Konstantinopel dan bangunan agung St Sophia kembali kepada orang Yunani. Pada malam peringatan mi’raj Nabi Muhammad saw, bangunan yang keramat itu dipenuhi dengan banyak sekali orang beriman yang berdo’a hingga fajar memohon dengan tulus kepada Allah Yang Maha Kuasa agar tidak menyerahkan Turki, khususnya Rumah Suci, kepada mereka yang "akan mengisinya dengan patung dan gambar yang jelek seperti sebelumnya!" Sehubungan dengan jubah patriarch itu, saya telah menulis sebuah artikel dalam surat kabar Turki "Aqsham" menunjukkan adanya perpecahan di antara Gereja Yunani Ortodoks dan Gereja Protestan Anglikan. Saya tunjukkan bahwa jubah itu bukan dimaksudkan sebagai pallium dari penobatan dan pengakuan dari orde Anglikan, dan bahwa reuni antara kedua Gereja tidak pernah dapat terjadi kecuali jika salah satu dari pihak-pihak itu harus meninggalkan dan menarik artikel keyakinan tertentu sebagai penyimpangan dan kesalahan. Saya juga menunjukkan bahwa jubah itu ialah penyuapan diplomatik atas nama Yunani dan Gerejanya. Surat itu berakhir dengan kalimat ini: "Semua tergantung pada keanggunan dan keajaiban yang diharapkan terjadi dengan bakhskish berupa jubah kependetaan ini !"Hasilnya telah cukup dikenal untuk diulangi di sini. Cukuplah untuk mengatakan bahwa Patriarch itu mati di Inggris, dan Yang Maha Kuasa yang mengutus Bar Nasha untuk menghancurkan si Tanduk dan mengejar keluar legiun Romawi dari Timur, telah mengangkat Mustapha Kamal yang menyelamatkan negerinya dan mengembalikan kehormatan Islam!
- Patut dicatat bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa yang dipilih Tuhan hingga bangkitnya Jesus Kristus. Dalam pandangan orang Islam, baik Yahudi maupun ummat Kristen tidak mempunyai hak untuk mengklaim dirinya dengan gelar "Orang-orang Suci dari Yang Maha Tinggi" (The People of the Saints of the Most High), karena bangsa Yahudi serta merta telah menolak Jesus, sedang orang Kristen telah menghina Jesus dengan menuhankannya. Tambahan pula keduanya sama-sama tidak berharga untuk gelar itu karena penolakan mereka untuk mengakui Nabi Terakhir yang telah menyempurnakan daftar para Nabi. Kita sekarang akan melanjutkan untuk membuktikan bahwa Bar Nasha – Anak Manusia – yang dihadirkan kepada "Zaman Dulu" dan dilengkapi dengan kekuatan untuk membunuh monster, tidak lain adalah Nabi Muhammad saw, yang namanya secara harafiah berarti "Yang terpuji dan terkenal". Orang atau pribadi lain yang manapun yang mungkin anda coba untuk menempatkannya untuk mengambil hak dari Utusan Allah yang mulia dari kemuliaan dan keagungan yang unik yang diberikan kepadanya di Istana Suci,maka anda hanya akan menjadikan diri anda bahan tertawaan; dan ini untuk sebab-sebab berikut:
- Kita tahu bahwa baik Judaisme (agama Yahudi) maupun agama Kristen keduanya tidak memiliki nama tertentu untuk kepercayaan dan sistimnya. Dengan kata lain, baik bangsa Yahudi maupun ummat Kristen tidak mempunyai nama khusus untuk doktrin dan bentuk kepercayaannya serta pemujaannya. "Judaism: dan "Christianity" tidak berasal dari Kitab Suci dan tidak pula disahkan oleh baik Tuhan ataupun pendiri agama-agama itu. Sebenarnya, suatu agama bila benar, tidak bisa dinamakan dengan nama pendiri keduanya, karena pencipta dan pendiri sebenarnya dari suatu agama adalah Tuhan, dan bukan seorang Nabi. Nah, kata benda yang pantas untuk hukum, doktrin, bentuk dan cara-cara pemujaan sebagaimana diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw disebut "Islam" yang berarti "berdamai" dengan Dia dan di antara manusia. Muhammedanism bukan kata sebutan yang pantas untuk Islam. Karena Nabi Muhammad saw sendiri seperti halnya Nabi Ibrahim dan semua Nabi lainnya adalah seorang Muslim, dan bukan Muhammadan! Judaism berarti agama orang Judah, namun apakah Judah itu sendiri? Pasti bukan Judaist! Dan sama halnya bagi Kristus, apakah beliau seorang Kristen atau seorang Jesuit? Pasti kedua-duanya bukan! Kalau begitu apa lalu nama kedua agama yang nyata (distinct) ini? Tidak bernama sama sekali!
Lalu kita punya kata dalam bahasa Latin yang biadab "religion" yang berarti "ketakutan terhadap dewa-dewa". Kini itu dipakai untuk menyatakan "semua bentuk kepercayaan dan pemujaan". Lalu apa kata ekivalen dari "religion" dalam Injil? Ungkapan apa yang dipakai Nabi Musa atau Jesus untuk menyampaikan arti dari agama? Tentu saja Injil dan penulisnya sama sekali tidak mempergunakan kata itu.
Nah, istilah Kitab Suci yang dipakai dalam visi Nabi Daniel adalah sama dengan yang berulang kali dipergunakan oleh Al Qur’an bagi Islam, yaitu ad-Din yang berarti "pembalasan pada Hari Kiyamat" atau "recompense of the Day of Judgement". Dan mimbar itu ialah "Dayyana" atau "Hakim". Marilah kita baca deskripsi dari Pengadilan Langit ini: "mimbar-mimbar itu diatur, buku-buku dibuka, dan "Dina" – pembalasan pada Hari Kiyamat – ditetapkan." Dengan buku-buku dimaksudkan "Lauful Mahfuz" di mana keputusan-keputusan Tuhan dituliskan dari mana Al Qur’an diturunkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw; dan juga buku pertanggungan jawab perbuatan setiap orang. Sesuai dengan keputusan dan hukum Tuhan yang tercantum dalam "Lauful Mahfuz" itulah, dan kejahatan si Tanduk , bahwa "Dayyana" yang agung – Hakim itu menghukum mati si Tanduk dan mengangkat Nabi Muhammad saw menjadi "Adon" Yaitu "komandan" atau "tuan" untuk menghancurkan monster itu. Semua ucapan Daniel ini adalah amat sangat bernuansa Al Qur’an. Agama Islam itu disebut "Dinu ‘l -Islam". Sesuai dengan keputusan dan hukum "Dina" ini bahwa Bar Nasha menghancurkan agama Setan dan letnannya si Tanduk. Bagaimana lalu bisa sama sekali mungkin bahwa orang yang manapun selain Nabi Muhammad saw dapat dimaksudkan sebagai "Anak Manusia" dalam kehadiran Yang Maha Tinggi? Sungguh, Islam adalah sebuah "judgement of peace" atau "penilaian perdamaian" karena Islam memiliki Kitab Hukum yang otentik dengan mana keadilan dilaksanakan dan ketidak adilan dihukum, kebenaran dipuji dan kepalsuan dicerca; dan di atas semua, Ke Esaan Tuhan, pahala abadi bagi amal baik, dan hukuman abadi bagi perbuatan jahat dengan jelas disebutkan dan didefinisikan. Dalam bahasa Inggris seorang magistrate disebut "Justice of Peace"; dengan kata lain "judge of peace" . Nah, itu adalah peniruan dari Hakim Muslim, yang menyelesaikan suatu persengketaan, memutuskan suatu perkara, dengan menghukum yang salah dan memberi pahala kepada yang tidak bersalah, jadi mengembalikan perdamaian. Inilah Islam dan hukum Al Qur’an. Itu sama sekali bukan agama Kristen atau Injil, karena Injil ini secara mutlak melarang seorang Kristen untuk naik banding kepada seorang hakim, betapapun dia tidak bersalah dan tertindas (Matius v. 25, 26, 38 – 48).
- Anak Manusia atau Bar Nasha pastilah Nabi Muhammad saw. Karena beliau datang sesudah Constantine dan bukan sebelumnya seperti halnya Jesus atau Nabi lainnya. Pemerintahan Trinitarian di Timur yang diwakili oleh si Tanduk yang kita kenali dengan benar sebagai Kaisar Constantine, diizinkan untuk memerangi kaum Unitarian dan menundukkan mereka selama kurun waktu yang digambarkan dalam bahasa ramalan yang figuratif yaitu "waktu, waktu-waktu dan setengah waktu" ungkapan mana berarti tiga setengah abad, yang pada akhir kurun itu semua kekuatan penyembah berhala di satu pihak dan dominasi dan tirani kaum Trinitarian di pihak lain dilenyapkan dan disapu bersih seluruhnya. Tiada yang lebih tidak masuk akal selain daripada claim bahwa Judah orang Maccabae (Maqbhaya) adalah Bar Nasha yang di awan, dan si Tanduk ialah Antiochus. Dikatakan orang (bila ingatan saya benar) bahwa Antiochus sesudah penodaan Kuil di Jeruzalem, hanya hidup selama tiga setengah tahun atau tiga setengah hari, dan pada akhir waktu itu dia menghilang. Pertama, kita mengetahui bahwa Antiochus adalah yang menggantikan Aleksander Agung dan Raja Syria, dengan sendirinya adalah salah satu daripada empat kepala dari harimau yang bersayap dan bukan Tanduk yang kesebelas dari empat binatang seperti disebutkan dalam visi. Dalam pasal delapan Kitab Daniel, biri-biri jantan dan kambing jantan ditafsirkan oleh Santo sebagai mewakili Kerajaan Persia dan Kerajaan Yunani. Dengan jelasi diterangkan bahwa kerajaan Yunani dengan segera menggantikan kerajaan Persia, dan bahwa kerajaan itu terbagi jadi empat kerajaan kecil seperti disebutkan dalam visi pertama. Kedua, si Tanduk yang bisa bicara menunjukkan bahwa orang yang menghujat dan merubah Hukum dan hari-hari suci pasti bukan seorang penyembah berhala, tetapi seseorang yang mengenal Tuhan dan menyekutukanNya dengan sengaja dengan dua pribadi lainnya yang sama dia kenali dengan baik, dan menyelewengkan iman. Antiochus tidaklah menyelewengkan iman orang-orang Yahudi dengan melembagakan trinitas atau kegandaan (pluralitas) Tuhan, tidak juga dia mengubah Hukum Musa dan hari-hari festival yang berkaitan. Ketiga, adalah kekanak-kanakan memberikan besaran (magnitude) dan arti penting sedemikian rupa kepada peristiwa-peristiwa setempat dan tidak berarti yang terjadi di antara raja kecil di Syria dan seorang ketua kecil Yahudi, hanya untuk memperbandingkan yang kemudian tersebut itu (ketua Yahudi) dengan seorang laki-laki mulia yang menerima penghormatan jutaan malaikat dalam kehadiran Yang Maha Kuasa. Tambahan lagi, visi ramalan itu mendeskripsikan dan menggambarkan Bar Nasha sebagai Yang terbesar dan termulia di antara seluruh manusia, karena tiada lagi insan lain yang disebutkan dalam Perjanjian Lama yang menjadi obyek kehormatan dan kebesaran sedemikian rupa sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
- Sama saja sia-sia untuk mengklaim Jesus Kristus sebagai mendapatkan kehormatan langit yang diberikan kepada Anak Manusia ini. Ada dua alasan utama untuk tidak memasukkan Jesus dalam kategori yang mendapat kehormatan itu:
- Bila Jesus telah diberi mandat untuk menghancurkan empat binatang, maka seharusnya Jesus telah mengusir legiun Romawi dari Palestina dan menyelamatkan negeri dan penduduknya, dan bukan malah telah membayar pajak kepada Cesar dan menyerahkan dirinya untuk di ditawan atau dilecut oleh gubernur Romawi Pilate.
- Tidak pernah ada di bumi ini seorang Pangeran – Nabi Muhammad saw, yang termasuk dalam dinasti yang telah memerintah selama kurun waktu 2.500 tahun, mutlak merdeka dan tidak pernah tunduk di bawah kekuasaan asing. Dan sudah barang tentu tidak pernah dilihat di bumi ini seorang lain seperti Nabi Muhaamd saw, yang telah memberikan jasa materiil dan moril khususnya kepada bangsanya sendiri, dan pada umumnya kepada dunia seluruhnya. Tidak mungkin membayangkan seorang insan lain yang begitu terhormat dan berharga seperti halnya Nabi Muhammad saw karena kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian indah seperti digambarkan dalam visi kenabian (ramalan) tersebut. Biarlah kita memperbandingkan Nabi besar Daniel dengan Bar Nasha yang beliau lihat dengan kekaguman dan ketakjuban. Daniel adalah seorang budak atau seorang yang ditangkap, meskipun dibesarkan hingga mencapai kehormatan sebagai seorang vizier dalam istana Babilon dan Susa. Dalam kehadiran Yang Maha Kuasa, apa kedudukan beliau bila dibandingkan dengan Nabi Muhammad saw, yang pasti dinobatkan sebagai Sultan dari semua Nabi, Pemimpin dari ummat manusia, dan obyek dari penghormatan dan kekaguman para malaikat. Keajaiban kecil bahwa Nabi Daud menyebut Nabi Muhammad saw "Tuanku". (Psalm c. 10).
- Tidaklah mengherankan untuk mendapati bahwa perjalanan malam beliau Nabi Muhammad saw ke Langit diterima dengan kehormatan yang tertinggi oleh Yang Maha Kuasa dan dihadiahi dengan kekuatan untuk menghancurkan penyembahan berhala dan si Tanduk yang menghujat dari negeri-negeri yang telah diberikan oleh Tuhan kepadanya dan ummatnya sebagai suatu warisan abadi.
- Segi lain yang paling mengagumkan dalam visi kenabian ini, menurut pendapat saya yang hina ini, ialah bahwa tampaknya Bar Nasha di awan dan kehadirannya di hadapan Tuhan sesuai dengan dan serentak bersama dengan mi’raj atau perjalanan malam Nabi Muhammad saw; dengan kata lain, bagian kedua dari visi Daniel itu harus dikenali sebagai Mi’raj! Benar adanya beberapa indikasi baik dalam bahasa Daniel maupun dalam Hadith -ucapan dan tindakan Nabi Allah – yang telah menuntun saya kepada keyakinan ini. Al Qur’an menyatakan bahwa selama perjalanan malam itu Tuhan telah mengangkut pemujaNya itu dari Mesjid Suci di Mekkah ke Mesjid Aqsha di Jeruzalem. Dia memberkati sekeliling mesjid itu, yang merupakan reruntuhan saat itu, dan menunjukkan tanda-tandaNya kepadanya (Al Qur’an, Surah xvii).
Diceriterakan oleh Nabi Suci bahwa di Kuil Jeruzalem beliau melaksanakan tugas dalam kapasitasnya sebagai imam, dan melaksanakan sholat bersama seluruh Nabi sebagai makmumnya. Diceriterakan lebih lanjut bahwa itu dari Jeruzalem bahwa beliau dibawa naik ke Langit ke Tujuh dengan ditemani oleh ruh para Nabi dan para malaikat hingga beliah di hadapkan pada Yang Maha Abadi. Kesahajaan Nabi yang melarang beliau untuk mengungkapkan semua apa yang beliau saksikan, dengar dan terima dari Allah, telah dibuat bagus oleh Daniel yang membuat gambaran tentang keputusan Penilaian Tuhan (God Judgement). Ternyata bahwa Ruh yang menafsirkan visi bagi Daniel itu bukan seorang malaikat, seperti telah saya catat tanpa pikir sebelum ini di bab lain terdahulu, tetapi Ruh atau Jiwa seorang Nabi, karena beliau memanggil "Qaddish" (maskulin) dan "Qaddush" (Daniel iv.10; viii. 13), yang berarti seorang Santo atau seorang Suci – nama yang sangat biasa bagi Nabi-Nabi dan para Santo. Betapa jiwa suci dari para Nabi dan Martir yang telah ditindas oleh empat binatang telah merasa bahagia, terlebih lagi ketika mereka menyaksikan keputusan Yang Maha Kuasa terhadap pemerintahan Trinitarian Constantine dan Nabi Terakhir diberi kekuasaan untuk membunuh dan membinasakan si Tanduk yang menghujat! Juga akan diingat bahwa visi ini dilihat pula selama malam yang sama di mana terjadi perjalanan malam Anak Manusia nasha dari Mekkah ke Langit!
Dari kesaksian Daniel, kami sebagai orang Islam harus mengakui bahwa perjalanan malam Nabi Muhammad saw telah dilakukan secara fisikal – suatu hal yang tidak mustahil bagi Yang Maha Kuasa.
Harus ada hukum dalam ilmu alam yang sesuai dengan hukum itu sebuah bendatidak dikendalikan oleh benda utamanya yang merupakan induknya, atau oleh hukum gravitasi, tetapi oleh hukum velositas (kecepatan). Sebuah tubuh manusia sebagai mahluk bumi tidak dapat melepaskan diri daripadanya kecuali jika ada kekuatan velositas yang superior yang melepaskannya dari kekuatan gravitasi. Lalu juga harus ada hukum lain dalam ilmu fisika yang menurut hukum itu sebuah benda yang ringan dapat masuk (penetrasi) ke dalam benda lain yang tebal, dan benda yang tebal itu bisa masuk ke dalam benda yang lebih tebal lagi atau lebih keras melalui sarana kekuatan superior, atau semata-mata melalui kekuatan velositas. Tanpa masuk ke dalam hal-hal yang rinci dari masalah yang pelik ini, cukup kiranya untuk mengatakan bahwa sebelum kekuatan velositas, berat suatu benda padat apakah dipindahkan atau disentuh tidaklah menarik perhatian. Kita mengetahui tingkat kecepatan cahaya dari matahari atau bintang. Kalau kita menembakkan sebuah peluru dengan kecepatan, katakanlah, 2.500 meter per detik, kita tahu peluru itu akan masuk dan merobek sebuah benda pelat besi yang beberapa inci tebalnya. Dengan cara yang sama, malaikat yang dapat bergerak dengan kecepatan tidak terbatas yang lebih besar daripada kecepatan cahaya matahari dan bahkan pikiran dalam jiwa manusia, tentu saja dapat mengangkut tubuh Nabi Jesus , untuk menyelamatkannya dari penyaliban, dan Nabi Muhammad saw dalam tantangan yang penuh keajaiban dari Perjalanan Naik ke Langit ke Tujuh atau Mi’raj dengan kecepatan dan laju yang mempesonakan, dan menjadikan gaya berat bumi pada titik nol.
Paul juga menyebutkan sebuah visi yang telah dia lihat empat belas tahun sebelumnya tentang seorang laki-laki yang dibawa naik ke langit ketiga dan kemudian ke sorga, di mana di mendengar dan menyaksikan kalimat-kalimat dan obyek-obyek yang tak dapat digambarkan. Gereja-Gereja dan para komentatornya percaya bahwa orang laki-laki itu ialah Paul sendiri. Walaupun bahasanya itu begitu rupa untuk menceriterakan kepada kita gagasan bahwa orang laki-laki itu adalah dia sendiri, namun karena sebab santun maka dia menjadikan itu tetap rahasia karena kalau tidak demikian dia akan dianggap seorang yang sombong! (2 Corinthian xii. 1-4). Meskipun Al Qur’an mengajarkan kepada kita bahwa rasul-rasul (apostles) Jesus Kristus adalah orang-orang baik, tulisan mereka tidak dapat dipercaya, karena Gereja-Gereja yang bertengkar dan berbeda pendapat telah menjadikan tulisan itu terinterpolasi. Injil Barnabas menyebutkan bahwa Paul sesudah itu jatuh ke dalam kesalahan dan menyelewengkan banyak orang beriman.
Bahwa Paul tidak mengungkapkan jati diri pribadi yang dia lihat dalam visinya, dan bahwa kalimat-kalimat yang dia dengar di sorga "tidak dapat dibicarakan dan tidak ada seorang manusiapun diizinkan untuk berbicara tentang halitu" menunjukkan bahwa bukanlah Paul orang yang dibawa naik ke langit itu. Untuk mengatakan bahwa Paul tidak memuji dirinya sendiri dengan alasan kesahajaan dan sopan santun, adalah semata-mata perwujudan Paul yang salah. Dia menyombongkan diri sesudah memarahi St Peter, dan sebutan-sebutan dia penuh dengan ungkapan tentang dirinya yang agak menguatkan pendapat bahwa Paul bukan orang yang sederhana dan santun.
Tambahan lagi, kita mengetahui dari suratnya kepada orang-orang Galatia dan Romawi, betapa dia sebagai orang Yahudi penuh syak prasangka terhadap Hagar dan Ismail, anaknya. Orang mulia yang dia lihat dalam visinya tidak bisa lain kecuali orang yang sama yang dilihat oleh Daniel. Itulah Nabi Muhammad saw yang dia lihat, dan tidak berani menceriterakan kalimat-kalimat yang diucapkan kepadanya karena di satu pihak dia takut pada orang-orang Yahudi, dan di pihak lain karena dia akan telah ada dalam kontrakdiksi dengan dirinya sendiri yang telah begitu banyak memuliakan dirinya dengan Salib dan yang disalib. Saya setengah percaya bahwa Paul diizinkan untuk melihat Bar Nasha yang telah dilihat oleh Daniel kira-kira enam abad sebelumnya, namun "setan yang terus menerus menghantam kepalanya" (2 Corinthian xii. 7) melarangnya untuk mengungkapkan kebenaran! Inilah pengakuan Paul bahwa "the Angel of Satan" nama yang dia pakai untuk menyebut setan, melarangnya untuk mengungkapkan rahasia Nabi Muhammad saw, yang dia lihat dalam visinya. Jika Paul benar seorang pemuja Tuhan yang tulus, mengapa dia diserahkan ke tangan "angel of the Devil" alias setan yang terus menerus menghantam kepalanya? Semakin banyak seseorang memikirkan ajaran Paul, semakin berkurang keraguannya bahwa Paul adalah prototipe Constantine Agung!
Sebagai kesimpulan, kiranya dibenarkan saya di sini melukiskan moral dari visi indah Nabi Daniel ini untuk non Muslim. Mereka harus dengan sungguh hati menarik pelajaran dari nasib yang menimpa empat binatang, dan khsusnya si Tanduk, dan untuk merenungkan bahwa Allah sendiri saja yang adalah Satu Tuhan Sejati; bahwa orang-orang Islam sendiri saja yang dengan setia mengakui Ke EsaanNya Yang Mutlak; bahwa Dia Mengetahui akan penindasan yang menimpa ummat Islam, dan bahwa ummat Islam mengetahui Caliph dari para Nabi - Nabi Muhammad saw - ada di dekat arasy Yang Maha Tinggi.
Bab 7
RAJA DAUD MENYEBUTNYA : "TUANKU"
Riwayat Raja Daud, pengalamannya dan tulisan kenabiannya, dijumpai dalam dua buku dalam Perjanjian Lama, Samuel dan Psalms (Zabur). Beliau adalah anak bungsu dari Yishai (Jessie) dari suku Yehuda (Judah). Ketika masih sebagai penggembala muda, beliau telah membunuh seekor beruang dan mencabik seekor singa menjadi dua. Anak muda pemberani itu menyambitkan batu kecil tepat di tengah dahi Goliath, pahlawan Filistin yang bersenjata dan menyelamatkan tentara orang-orang Israel. Hadiah tertinggi bagi hasil yang gemilang yang menunjukkan keberanian adalah tangan Michal, anak perempuan Raja Saul. Daud memainkan harpa dan seruling, dan seorang penyanyi yang baik. Pelariannya dari ayah mertuanya yang iri hati, petualangan-petualangannya dan pengalamannya yang berkaitan sebagai bandit sangatlah dikenal dalam Injil. Pada saat kematian Saul, Daud diundang orang-orangnya untuk meneruskan pemerintahan kerajaan, untuk mana beliau sudah lama diurapi sebelumnya oleh Nabi Samnuel. Beliau memerintah selama kira-kira tujuh tahun di Hebron. Beliau merebut Jeruzalem dari kaum Jebusit dan menjadikannya sebagai ibu kota kerajaannya. Dua gunung atau bukitnya dinamakan "Moriah" dan "Sion". Kedua kata itu memiliki kesamaan arti dengan dan merupakan import sebagai bukit "Marwa" dan "Sapha" di Mekkah, yang arti katanya masing-masing ialah "tempat visi Tuhan" dan "batu karang" atau "batu". Peperangan yang dilakukan Daud, kesulitan keluarganya yang sangat menyedihkan, dosanya terhadap prajuritnya yang setia, Uriah, dan isterinya, Bathsheba, tidak dibiarkan sebagai priviliege. Beliau memerintah selama empat puluh tahun; hidupnya ditandai dengan perang dan kesedihan keluarga. Dalam Injil ada beberapa ceritera yang saling bertentangan mengenai beliau yang terbukti harus di rujuk ke dua sumber yang bertentangan.
Kejahatan yang dituduhkan kepada Daud seperti diklaim dalam Injil berhubungan dengan Uriah dan isterinya (2 Samuel xi.) bahkan tidak disinggung dalam Al Qur’an, malahan Al Qur’an merujuk kepada karakter saleh yang bagus sekali dan bahwa beliau bukan satu di antara Utusan-Utusan kelas tinggi. Itu adalah salah satu dari superioritas Al Qur’an yang Suci bahwa Al Qur’an mengajarkan kepada kita bahwa semua Nabi dilahirkan tanpa dosa dan wafat tanpa dosa. Tidak seperti Injil, Al Qur’an tidak melekatkan kepada para Nabi itu kejahatan dan dosa, umpamanya kejahatan ganda Daud yang tersebut dalam Injil yang menurut Hukum Musa dapat dihukum mati – yang jangankan Nabi yang merupakan pemuja Tuhan Yang Maha Kuasa yang terpilih, kepada nama orang biasa saja tak terpikirkan oleh kita untuk mengkaitkannya.
Ceritera tentang Daud melakukan perzinaan dan dua malaikat yang telah datang kepadanya untuk mengingatkannya akan dosanya adalah suatu kepalsuan yang gila – di manapun hal itu dapat dijumpai. Ceritera itu telah dibantah oleh pendapat terbaik orang Islam. Razl berkata: "Kebanyakan para terpelajar menyatakan tuduhan itu palsu dan mencercanya sebagai kebohongan dan ceritera yang jahat. Kalimat istaghfora dan ghafarna yang terdapat dalam Al Qur’an ayat 24 surah 38 tidaklah menunjukkan dengan cara apapun bahwa Daud telah melakukan suatu dosa, karena istighfar sesungguhnya berarti mencari perlindungan; dan Daud mencari perlindung Yang Maha Suci ketika beliau melihat musuhnya telah menjadi begitu berani terhadap beliau; dan dengan ghafarana dimaksudkan perbaikan atau koreksi masalahnya; karena Daud yang adalah penguasa yang agung, tidak dapat berhasil menahan musuhnya tetap dalam kendalinya sepenuhnya.
Perjanjian Lama tidak menyebutkan waktu kapan kemampuan meramal itu diberikan kepada Daud. Kita baca di sini bahwa sesudah Daud melakukan dua dosa itu, Nabi Nathan dikirimkan oleh Tuhan untuk memperingatkan Daud. Benar bahwa hingga akhir dari hidupnya kita dapati beliau selalu mencari bantuan dari para nabi lain. Menurut ceritera Injil, karena itu tampaknya bahwa kemampuan meramal itu datang kepadanya sesudah beliau bertobat dengan sebenar-benarnya.
Dalam salah satu artikel saya telah mencatat bahwa sesudah pecahnya kerajaan itu menjadi dua negara merdeka yang sering berperang satu dengan lainnya, sepuluh suku bangsa yang membentuk kerajaan Israel itu selalu bersikap bermusuhan dengan dinasti Daud dan tidak pernah menerima bagian lain dari Perjanjian Lama kecuali Taurat atau Hukum Musa seperti termuat dalam Pentateuch. Ini terbukti dalam lima kitab pertama dari Perjanjian Lama versi Samaritan . Kita tidak bertemu dengan satu katapun atau satu ramalanpun tentang keturunan Daud dalam memoir dari nabi besar seperti Eliyah, Elisha dan lain-lainnya yang berkembang di Samaria selama pemerintahan raja-raja Israel yang rusak. Hanya sesudah jatuhnya kerajaan Israel dan pemindahan sepuluh suku bangsa Israel ke Asiria bahwa Nabi dari Judea mulai meramal kebangkitan beberapa Pangeran dari Rumah Daud yang segera akan memulihkan seluruh negeri dan bangsa dan menundukkan musuh-musuhnya. Ada beberapa perkataan yang tidak jelas dan bermakna ganda dalam tulisan atau memoirs dari nabi-nabi yang kemudian itu yang telah memberikan kegembiraan yang menggairahkan dan luar biasa kepada Romo-Romo dari Gereja; namun dalam kenyataannya mereka itu tidak ada sangkut pautnya dengan Jesus Kristus. Dengan singkat saya akan mengutip dua ramalan. Yang pertama ialah dalam Yesaya (Pasal vii. ayat 14), di mana Nabi meramalkan bahwa "Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan kamu akan menamakannya Emmanuel." Kata a’lmah dalam bahasa Ibrani tidak berari "perawan" seperti biasa diterjemahkan oleh teolog Kristen dan karena itu diterapkan pada Perawan Maryam, tetapi kata itu berarti "marriageable woman, maiden, damsel" atau wanita muda yang sudah mencapai umur pantas menikah. Perawan dalam bahasa Ibrani ialah "bthulah". Lalu nama anak itu Emmanuel, yang berarti "God-is-with-us" atau "Tuhan bersama kita". Ada ratusan nama dalam bahasa Ibrani yang terdiri dari "el" dan kata benda lain yang membentuk suku kata atau yang pertama atau yang terakhir dari nama benda majemuk itu. Tidak Yesaya, tidak Raja Ahaz, tidak pula seorang Yahudi yang manapun yang pernah berfikir bahwa anak yang baru lahir itu menjadi dirinya sendiri "Tuhan bersama kita". Mereka tidak pernah berfikir apapun lainnya kecuali bahwa namanya akan menjadi sebegitu rupa. Namun teks itu mengatakan bahwa adalah Ahaz (yang tampaknya sudah mengenal perempuan muda dengan anak itu) yang telah memberi nama pada anak laki-laki itu. Ahaz ada dalam bahaya, musuhnya mendesak maju ke Jeruzalem, dan janji ini dibuat baginya dengan menunjukkan kepadanya sebuah tanda , yaitu seorang wanita muda yang mengandung, dan bukan Perawan Maryam, yang akan datang ke dunia lebih dari tujuh ratus tahun kemudian! Ramalan sederhana tentang anak ini yang akan dilahirkan selama pemerintahan Ahaz telah sama di salah artikan oleh penulis Injil Matius (Matius i. 23). Nama "Jesus" itu diberikan oleh malaikat Jibril (Matius i. 21), dan beliau tidak pernah disebut "Emmanuel". Tidakkah ini suatu skandal mengambil nama ini sebagai argumen dan bukti tentang doktrin Kristen "inkarnasi"?
Intepretasi lain yang aneh mengenai ramalan kenabian ialah dari Zakaria (ix. 9), yang salah dikutip dan disalah artikan seluruhnya oleh penulis Injil yang pertama ( xxi. 5). Nabi Zakaria berkata: " Banyaklah bergembira, wahai puteri Sion; berteriaklah, wahai puteri Jeruzalem: perhatikanlah, Rajamu datang kepadamu; lurus dan dengan penyelamatan, lemah lembut dan mengendarai seekor keledai; dan di atas anak keledai jantan anak keledai betina itu."
Dalam kalimat puitis ini penyair itu hanya menginginkan untuk melukiskan keledai jantan di atas mana Raja itu duduk - dengan mengatakan bahwa itu ialah keledai muda, dan itu anak keledai jantan juga, digambarkan sebagai anak keledai betina. Itu hanya seekor anak keledai jantan atau keledai muda. Kini Matius mengutipnya dengan cara berikut:
"Katakan kepada puteri Sion,
Lihat, Rajamu datang kepadamu,
Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai
Seekor keledai beban yang muda"
Apakah orang yang menulis ayat di atas itu percaya atau tidak percaya bahwa Jesus ketika berhasil memasuki kota Jeruzalem dengan gemilang dengan mengendarai atau duduk pada saat yang bersamaan baik di atas keledai induk maupun keledai anak, merupakan keajaiban bukanlah masalahnya.; bagaimanapun benar untuk berkata bahwa sebagian besar Pendeta-Pendeta Gereja memang mempercayainya begitu; dan tak pernah terpikir oleh mereka bahwa penampilan semacam itu akan tampak lebih sebagai lelucon daripada upacara kerajaan yang megah. Namun Lukas berhati-hati, dan tidak membuat kesalahan seperti kesalahan Matius. Apakah kedua penulis ini diilhami oleh Ruh yang sama?
Zakaria meramal di Jeruzalem sesudah kepulangan kembali orang-orang Yahudi dari tangkapan, tentang akan datangnya seorang raja. Meskipun lemah lembut dan sederhana, menaiki seekor anak keledai jantan dari seekor keledai betina, masih juga dia datang dengan penyelamatan dan akan membangun kembali rumah Tuhan. Zakaria meramalkan hal ini pada saat ketika orang-orang Yahudi sedang berusaha untuk membangun kembali Kuil dan kota yang sudah runtuh; orang-orang dari daerah sekliling mereka itu menentang mereka; pekerjaan membangun itu terhenti sehingga Darius, raja Persia, mengeluarkan perintah untuk pembangunan kuil itu. Meskipun tidak pernah muncul raja Yahudi semenjak abad ke 6 sebelum Kristus, bagaimanapun mereka memiliki pemerintahan yang otonom di bawah kekuasaan asing. Penyelamatan yang dijanjikan di sini, agar dicatat, adalah fisikal dan segera, dan bukan penyelamatan yang akan datang lima ratus dua puluh tahun kemudian, sesudah Jesus dari Nazareth mengendarai dua ekor keledai sekaligus pada saat yang sama dan memasuki Jeruzalem, yang sudah menjadi kota besar dan kaya dengan kuil yang indah, hanya untuk ditangkap dan disalib oleh orang-orang Yahudi sendiri dan oleh orang Romawi tuan mereka, sebagaimana diceriterakan oleh Injil sekarang ini kepada kita! Hal ini tidak akan menjadi hiburan sama sekali bagi orang Yahudi miskin yang dikelilingi oleh musuh dalam kota yang sudah hancur. Dengan sendirinya, dengan kata "raja" kita bisa mengerti adalah salah satu dari pemimpin utama mereka – Zerobabel, Ezra atau Nehemiah.
Dua contoh ini dimaksudkan untuk terutama menunjukkan kepada pembaca Muslim – yang mungkin tidak begitu mengenal Kitab-Kitab Suci Yahudi – bagaimana ummat Kristen telah diselewengkan oleh pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka (priests and monks) dengan memberikan penafsiran dan pengetian yang bodoh terhadap ramalan-ramalan yang termuat di dalamnya.
Kini aku datang kepada ramalan Daud; -
YahwaH berkata kepada ADON-ku,
Duduklah di sebelah kananku hingga aku menempatkan
Musuh-musuhmu di bawah kakimu"
Ayat Daud ini ditulis dalam Psalm cxi, dan dikutip oleh Matius (xxii. 44), Markus (xii. 36) dan Lukas (xx. 42). Kedua nama yang terdapat dalam baris kedua itu diterjemahkan dalam semua bahasa sebagai:"The Lord said unto my Lord" atau "Tuhan berfirman kepada Tuhanku". Tentu saja jika Lord yang pertama itu Tuhan, maka Lord yang kedua juga Tuhan; bagi para pendeta atau pastor agama Kristen tidak ada hal lain yang lebih menyenangkan dan sesuai sebagai argumen daripada hal berikut, yaitu pembicara itu Tuhan, dan orang kedua lawan bicara juga Tuhan; karenanya Daud mengenal dua Tuhan! Tidak ada hal yang lebih logis daripada alasan ini. Yang mana dari dua Domini itu yang Tuhannya Daud? Seandainya Daud telah menulis; "Dominus meus dixit Domino meo," maka Daud telah menjadikan dirinya tidak masuk akal dengan tulisannya itu, karena beliau akan telah mengakui dirinya sebagai seorang budak atau pemuja dua Tuhan, bahkan tanpa menyebut nama sebutan mereka. Pengakuan itu akan berlanjut lebih jauh daripada eksistensi dua Tuhan itu; hal itu akan berarti bahwaTuhan kedua Daud itu telah melindungkan diri di bawah Tuhan yang pertama, yang memerintahkannya untuk duduk di sebelah kanannya hingga Tuhan yang pertama menempatkan musuhnya di bawah kakinya. Pertimbangan itu telah menyebabkan kita mengakui bahwa, agar dapat mengerti dengan baik agama anda, maka anda wajib mengetahui Injil atau Al Qur’an dalam bahasa aslinya dengan mana kitab itu ditulis, dan tidak tergantung dan menyandarkan diri pada terjemahan.
Dengan sengaja saya telah menuliskan kata-kata dalam bahasa Ibrani "YaHWaH dan Adon" untuk menghindarkan kegandaan arti (ambiguity) dan salah faham dalam logika yang disampaikan dalam kata-kata itu. Nama yang Suci semacam itu yang ditulis dalam Kitab Suci agama harus dibiarkan sebagaimana adanya, kecuali jika anda dapat menemukan kata padanan yang tepat untuk dua kata itu dalam bahasa ke dalam mana anda ingin menterjemahkannya. Tetagram Yhwh biasanya diucapkan Yehovah (Jehovah), namun kini pada umumnya diucapkan Yahwah. Itu adalah nama sebutan Tuhan Yang Maha Kuasa, dan nama itu dianggap begitu suci oleh orang Yahudi bahwa ketika membaca Kitab Suci mereka, mereka tidak pernah mengucapkannya, dan sebagai gantinya mereka baca "Adon". Nama lain, ‘Elohim" selalu diucapkan, tetapi Yahwah tidak pernah. Mengapa orang Yahudi membedakan dua nama dari Tuhan yang sama adalah suatu persoalan tersendiri, sekaligus di luar ruang lingkup subyek kita ini. Namun mungkin, sambil lewat, disebut bahwa Yahwah tidak seperti Elohim, tidak pernah dipergunakan dengan akhiran pronominal, dan tampaknya menjadi sebuah nama istimewa dalam bahasa Ibrani untuk Ketuhanan sebagai Tuhan nasional untuk orang Israel.
Sebenarnya "Elohim" ialah nama yang tertua yang dikenal oleh semua orang Semit; dan agar memberikan sebuah karakter khusus dalam konsep tentang Tuhan yang sejati, tetagram ini seringkali bersama dengan Elohim dipakai terhadap Tuhan. Bahasa Arab "Rabb Allah" artinya sama dengan Yahwah Elohim.
Kata yang lain itu , yaitu "Adon" berarti "Commander, Lord, Master" atau sama dalam bahasa Arab dan Turki "Amir, Sayyid dan Agha. Adon adalah lawan kata dari "prajurit, budak, dan hak milik". Dengan demikian maka bagian pertama atau baris kedua itu harus diterjemahkan sebagai: "God said to my Lord" atau "Tuhan berfirman kepada Tuanku". Dalam kapasitasnya sebagai raja, Daud adalah Sayyid dan Amir bagi setiap orang Israel dan Tuan dan Kerajaan itu. Kalau begitu Daud itu "pelayan" siapa? Sebagai orang yang berdaulat penuh, Daud tidak mungkin dalam kenyataannya sebagai seorang budak atau pemuja manusia lainnya siapapun. Begitupun tidak terbayangkan bahwa Daud akan menyebutkan "Tuanku" terhadap Nabi atau orang suci yang sudah meninggal yang manapun, seperti Ibrahim dan Yakub, yang kata panggilan yang biasa bagi mereka ialah "Bapak". Hal sama dapat dipikirkan bahwa Daud tidak akan mempergunakan sebutan "Tuanku" terhadap siapapun anak keturunannya, yang biasan disebut "anak". Maka di samping Tuhan, tiada lagi manusia lain yang tersisa yang mungkin jadi Tuan dari Daud kecuali manusia yang paling mulia dan paling tinggi di antara seluruh manusia. Sangat cerdas untuk berpikir bahwa dalam pandangan dan pilihan Tuhan pasti ada orang yang paling mulia, paling terpuji, dan paling disenangi oleh seluruh manusia. Pastilah para mereka yang bisa melihat ke depan (clair voyant) dan para Nabi mengetahui pribadi yang suci ini, dan seperti Daud memanggilnya "Tuanku".
Tentu saja para Rabbi Yahudi dan komentator Perjanjian Lama mengerti akan ungkapan Al Masih yang akan turun dari Daud sendiri, dan dengan begitu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Jesus Kristus kepada mereka seperti dikutip dari Matius (xxii. ) dan Sinoptik lainnya. Jesus dengan datar membantah orang-orang Yahudi ketika beliau menanyakan pertanyaan kedua: "Bagaimana mungkin Daud memanggilnya "Tuanku" kalau dia itu anaknya?" Persoalan tentang Master atau Agha ini menyebabkan para pendengarnya terdiam, karena mereka tidak dapat menemukan jawaban pertanyaan itu. Para penginjil (evangelist) dengan cepat memotong subyek pembicaraan yang penting ini. Berhenti di situ tanpa penjelasan lebih lanjut tidaklah berguna baik bagi Agha atau para reporternya. Karena, dengan mengesampingkan masalah god-head-nya Jesus, dan karakter kenabiannya, Jesus sebagai guru harus memecahkan masalah yang diajukan olehnya sendiri ketika beliau melihat bahwa para pengikutnya dan para pendengarnya tidak dapat mengetahui siapa gerangan "Tuan" itu.
Dengan ungkapan beliau bahwa "Tuan" atau "Adon" tidak mungkin anak Daud, Jesus dengan demikian menyatakan dirinya tidak berhak atas gelar itu. Pengakuan ini adalah menentukan dan seharusnya membangunkan para guru agama Kristen untuk membawa Kristus pada kedudukan yang selayaknya seorang pemuja tinggi dan suci Tuhan, dan menyanggah karakter suci yang berlebihan yang dilekatkan pada beliau yang sesungguhnya sangat memuakkan dan tidak menyenangkan bagi beliau.
Saya tidak bisa membayangkan seorang guru yang melihat anak didiknya tidak bisa menjawab pertanyaannya, lalu harus diam saja, kecuali dia sendiri juga bodoh seperti muridnya dan tidak dapat memberikan jawaban atas masalah itu. Namun Jesus bukan seorang guru yang bodoh atau berhati dengki. Beliau adalah seorang Nabi dengan cinta yang membara terhadap Tuhan dan ummat manusia. Beliau tidak meninggalkan masalah itu tidak terpecahkan atau pertanyaan itu tanpa jawaban. Injil dari gereja-gereja tidak menyebutkan jawaban Jesus atas pertanyaan: "Siapa Tuhan Daud itu? Namun Injil Barnabas menjawabnya. Injil ini telah ditolak oleh gereja-gereja karena bahasanya lebih banyak bersesuaian dengan Kitab Suci yang diwahyukan dan karena Injil Barnaba sangat ekspresif dan eksplisit tentang sifat dari misi Nabi Jesus Kristus, dan di atas segalanya karena Injil Barnabas menuliskan kalimat yang tepat diucapkan oleh Nabi Jesus mengenai Nabi Muhammad saw. Copy dari Injil ini dapat dengan mudah dibeli. Di situ anda akan menjumpai jawaban Jesus sendiri, yang mengatakan bahwa Perjanjian (Covenant) antara Tuhan dan Nabi Ibrahim telah dibuat untuk Ismail, dan bahwa orang "yang paling mulia atau terpuji" adalah keturunan Nabi Ismail dan bukan Nabi Ishaq melalui Nabi Daud. Nabi Jesus berulang kali dilaporkan telah bersabda mengenai Nabi Muhammad saw yang ruhnya atau jiwanya telah beliau lihat di sorga.
Insya Allah saya akan mempunyai kesempatan untuk menulis tentang Injil Barnabas ini kemudian.
Tidak diragukan bahwa mata kenabian Daniel yang melihat melalui visi yang indah berupa Barnasha yang agung, yang adalah Nabi Muhammad saw, juga merupakan mata kenabian Daud. Manusia yang paling mulia dan terpuji itu pula yang telah dilihat oleh Nabi Ayub (xix. 25) sebagai seorang Penyelamat dari kekuatan Iblis.
Lalu apakah Nabi Muhammad saw itu yang dipanggil Nabi Daud dengan sebutan "Tuanku’ or "Adonku"? Marilah kita lihat.
Argumentasi yang menguntungkan Nabi Muhammad saw, yang disebut "Sayyidu ‘l-Mursalin" sama dengan "Adon of the Prophets" adalah menentukan; begitu nyata dan jelas dalam kalimat Perjanjian Lama sehingga orang menjadi heran atas kebodohan dan kekerasan kepala mereka yang menolak untuk mengerti dan mematuhinya.
- Nabi terbesar dan Adon di Mata Tuhan dan mata manusia, bukanlah seorang penakluk dan pemusnah kemanusiaan, juga bukan seorang pertapa yang suci yang menghabiskan waktunya di dalam gua atau sel untuk bersemedi mengenai Tuhan guna mencari keselamatan dirinya sendiri, tetapi seseorang yang memberikan lebih banyak kebaikan dan jasa terhadap kemanusiaan dengan membawa mereka kepada cahaya pengetahuan tentang Satu Tuhan Sejati, dan dengan memusnahkan sama sekali kekuatan setan dan patung-patung mereka yang buruk sekali dan tradisi-tradisi yang merusak moral. Nabi Muhammad saw itulah yang "melukai kepala ular" dan karena itulah Al Qur’an menyebut setan, iblis dengan sebutan "yang dilukai"!! Beliau membersihkan Ka’aba dan seluruh Arabia dari berhala-berhala, dan memberikan cahaya, agama, kebahagiaan, dan kekuatan pada orang-orang Arab bodoh penyembah berhala, yang dalam waktu singkat menyebar luaskan cahaya itu ke seluruh empat arah di bumi ini. Dalam pengabdian kepada Tuhan, karya dan keberjayaan Nabi Muhammad saw adalah tidak tertandingi dan tidak tersaingi.
Para Nabi, Orang-Orang Suci dan Martir dari tentara Tuhan terhadap kekuatan setan; Nabi Muhammad saw sendiri tidak dapat dipungkiri adalah seorang Komandan Utama dari mereka semua itu. Jelas, bahwa beliau sendiri itulah Adon dan Lord bukan saja bagi Daud tetapi untuk semua Nabi, karena beliau telah mensucikan Palestina dan negeri-negeri yang telah dibersihkan oleh Nabi Ibrahim dari penyembahan berhala.
- Karena Jesus Kristus sendiri mengakui bahwa beliau bukanlah "the Lord" dari Daud atau Al Masih yang datang dari keturunan Daud, maka tidak lagi ada siapapun kecuali Nabi Muhammad saw di antara para Nabi yang dapat menjadi Adon atau Lord dari Daud. Dan bila kita bandingkan revolusi keagamaan yang pantas mendapat pujian yang dibawa oleh Anak Laki-Laki Mulia dari Keluarga Ismail ke dunia ini dengan apa yang sudah dicapai oleh seluruh Nabi bersama-sama, kita bisa menyimpulkan bahwa hanya Nabi Muhammad saw sendirilah yang berhak menyandang gelar Adon.
- Bagaimana Daud bisa mengetahui bahwa "Yahwah berfirman kepada Adon, ‘Duduklah kamu di sebelah kananKu sehingga Aku menempatkan musuhmu di bawah kakimu’?" dan bagaimana Daud bisa mendengar firman Tuhan ini? Kristus sendiri yang menjawab, yaitu: "Ruh Daud menuliskan ini: "Dia melihat Adon Muhammad seperti Daniel telah melihatnya (Daniel vii), dan (seperti) Paul telah melihatnya (2 Corinthian xii) dan banyak yang lainnya lagi yang telah melihatnya. Tentu saja misteri: "Duduklah kamu di sebelah kananKu" tersembunyi dari kita. Namun dengan pasti kita bisa menerka bahwa itulah penobatan resmi dengan kehormatan mendudukkan dirinya sendiri di sisi kanan Tahta Tuhan, dan karenanya dinobatkan menjadi "Adon", bukan saja dari para Nabi tetapi untuk semua mahluk yang telah berlangsung di malam yang terkenal mi’raj Nabi Muhammad saw ke Sorga.
- Satu-satunya keberatan prinsip atas misi suci dan superioritas Nabi Muhammad saw ialah cercaannya terhadap trinitas. Namun Perjanjian Lama tidak mengenal Tuhan lain di samping Allah, dan Tuannya Daud tidak duduk di sisi kanan tuhan yang tiga, tetapi di sisi kanan Tuhan Yang Satu. Karenanya di antara Nabi-Nabi yang percaya dan memuja Allah, tiada apapun yang lain yang begitu agung, dan telah mewujudkan pengabdian yang begitu luar biasa bagi Allah dan kemanusiaan kecuali Nabi Muhammad saw.
Bab 8
TUAN DAN NABI YANG DIJANJIKAN
Kitab terakhir dari Kitab Hukum Yahudi yang resmi dalam Injil memakai nama "Malachai," yang tampaknya lebih mengarah ke nama panggilan daripada nama yang sebenarnya. Pengucapan yang benar dari nama itu ialah Malakh, yang berarti "Malaikatku" atau "Utusanku". Kata Ibrani untuk "mal’akh," seperti bahasa Arab "malak", seperti istilah dalam bahasa Yunani "anghelos" dari mana bahasa Inggris menuliskan "angel", menunjuk pada pengertian "utusan", seseorang yang disuruh dengan perintah atau berita untuk disampaikan kepada seseorang lain.
Siapakah Malakhi itu, dalam kurun waktu sejarah Yahudi yang mana dia hidup dan meramal, tidaklah diketahui baik dari buku itu sendiri ataupun dari bagian lain dari Perjanjian Lama. Ramalan itu dimulai dengan kalimat: "The ‘missa’ of the Word of Yahweh the El of Israel by the hand of Malakhi," yang bisa diterjemahkan dengan: "The discourse of the Word of Yahweh God of Israel, by the hand of Malakhi," atau: "Tulisan tentang Firman Tuhan Allah orang Israel, oleh tangan Malakhi." Kitab itu berisi empat bab pendek.
Wahyu itu tidak ditujukan kepada raja dan pengawalnya, tetapi kepada sekelompok orang yang sudah menetap di Jeruzalem dengan Kuil dan upacara-upacara keagamaannya. Persembahan dan korban terdiri dari jenis yang tak berharga dan terburuk; domba dan ternak yang dipersembahkan di altar bukan dari yang bermutu terbaik; mereka itu binatang-binatang yang buta, lumpuh dan kurus-kurus. Zakat tidak dibayarkan, dan kalau pun dibayarkan itu terdiri dari bahan yang bermutu rendah. Juga para pendeta dengan sendirinya tidak dapat sepenuhnya mengabdikan waktu dan enerji mereka untuk melaksanakan tugas suci mereka. Karena mereka tidak bisa mengunyah daging sapi panggang dan daging kambing rebus dari persembahan yang terdiri dari binatang-binatang yang kurus, tua dan cacad. Mereka tidak dapat hidup dari zakat yang buruk atau tunjangan yang tidak mencukupi. Yahweh, seperti biasanya dengan orang-orang yang susah untuk diperbaiki ini, kini mengancam, kini menahan janji-janjinya, dan sekali sekali mengeluh.
Ramalan ini tampaknya telah diberikan oleh Nabi Malakhi pada kira-kira permulaan abad keempat sebelum Masehi, ketika orang-orang Israel juga sudah lelah terhadap Yahweh; dan biasa berkata: " Yahweh adalah sesuatu yang dibenci, dan makananNya adalah menjijikkan" (Malachi i. 12). "Dia yang melakukan kejahatan adalah baik dalam pandangan Yahweh, dan Dia merasa senang terhadapnya; atau, dimanakah Tuhan yang menghukum?" (Malachi ii. 17).
Kitab Malakhi meskipun berasal dari zaman sesudah masa yang menarik, tetapi telah ditulis dengan gaya Ibrani yang tampak baik. Untuk mengatakan misa ini, atau pidato itu, telah sampai pada kita tanpa perubahan dan masih asli, adalah (sama dengan) pengakuan atas ketidak tahuan akan bahasa. Ada beberapa kalimat yang telah dirusakkan, sehingga hampir tidak mungkin untuk mengerti arti sesungguhnya yang ingin mereka sampaikan.
Pokok pembicaraan kita dalam artikel ini ialah ramalan terkenal yang terkandung dalam Malachi iii. 1. Ramalan itu berbunyi sebagai berikut:
"Lihat, Aku menyuruh utusanKu supaya ia mempersiapkan jalan di hadapanKu! Adon yang kamu cari itu dengan mendadak akan datang ke baitNya, dan Utusan Yang Dijanjikan yang engkau rindukan. Lihatlah, dia datang, firman Tuhan tuan rumah itu" (Malachi iii.1).
Ini adalah ramalan yang terkenal tentang Al Masih. Semua orang suci Kristen, para Romo, para Paus, para Patriarch, para Pendeta, para rahib, biarawati dan bahkan murid-murid sekolah Minggu, akan menceriterakan kepada kita bahwa utusan pertama yang disebut dalam teks itu adalah Yahya Pembaptis, dan utusan kedua itu, yang versi dalam logat asli menyebutnya "Malaikat Yang Dijanjikan", adalah Jesus Kristus!
Menentukan secara definitif tentang pokok dari ramalan ini adalah sangat penting sekali, karena gereja-gereja Kristen telah sejak semula mempercayai bahwa di dalam ramalan itu terdapat dua pribadi yang berbeda; dan penyebab dari kepercayaan yang salah ini ialah kesalahan luar biasa yang telah dibuat oleh St Matius seorang diri. Salah satu dari sifat karakteristik dari Injil Pertama – Matius – ialah menunjukkan dan membuktikan pemenuhan beberapa ucapan tertentu atau ramalan dalam Perjanjian Lama mengenai hampir setiap peristiwa dalam kehidupan Jesus Kristus. Dia terlalu tidak berhati-hati untuk melindungi dirinya dari kontradiksi, dan kurang tepat dalam kutipan-kutipannya dari Kitab-Kitab Suci Ibrani. Pastilah dia tidak begitu faham dalam literatur dalam bahasanya sendiri. Dalam artikel sebelum ini saya telah memiliki kesempatan untuk menunjukkan salah satu dari blunder atau kebodohannya tentang keledai yang dinaiki Jesus. Ini adalah hal yang paling serius yang langsung mengenai masalah otentik tidaknya dan keabsahan dari Injil. Mungkinkah bahwa Matius sendiri begitu bodoh tentang karakter sebenarnya dari ramalan Malakh, dan dengan kebodohannya memberikan atribut yang salah kepada tuannya yang tentu saja mengundang orang mempersoalkan kualitas dirinya sebagai seorang Nabi yang terilhami secara suci? Lalu apa pula yang harus kita pikirkan tentang pengarang Injil Kedua – St Markus – yang menganggap ramalan dalam Malakh-1 sebagai berasal dari Yesaya? (Markus i. 2). Dilaporkan oleh Matius (xi. 1 - 15), dan hal ini diikuti dan disalin oleh Lukas (vii. 18 - 28), bahwa Jesus telah menyatakan kepada orang banyak bahwa Yahya Pembaptis adalah "lebih dari sekedar Nabi", bahwa dialah itu "mengenai siapa telah ditulis: Lihatlah, Aku mengutus MalaikatKu sebelum engkau, dan dia akan menyiapkan jalanmu di hadapanmu;" dan bahwa "tiada seorangpun yang dikandung seorang wanita yang lebih besar daripada Yahya, tetapi yang terkecil di dalam kerajaan sorga lebih besar daripada dia." Teks dalam Malakh ini telah dikorupsi dengan jelas dan sengaja. Teks aslinya menceriterakan kepada kita bahwa Yahweh Sabaoth (Tuhan tuan rumah = God of Hosts) adalah yang berfirman dan orang-orang yang beriman adalah orang-orang kepada siapa firman itu ditujukan seperti bisa terlihat dengan mudah dalam kalimat: "yang engkau cari …. yang engkau rindukan." Tuhan berfirman: "Lihatlah, Aku mengutus UtusanKu, dan dia akan menyiapkan jalandi hadapanKu." Namun Injil telah menginterppolasi teks itu dengan menghapuskan kata ganti orang pertama tunggal, dan menyisipkan "before thee" ("sebelum engkau") (atau "thy face" ("di hadapanmu") dalam bahasa Ibrani) sebanyak dua kali. Secara umum diyakini bahwa Matius telah menulis Injil ini dalam bahasa aslinya Ibrani atau Aramiah agar dapat membuktikan kepada orang Yahudi bahwa Tuhan berfirman kepada Jesus Kristus: " Lihatlah, Aku mengutus utusanKu (malaikat) (begitulah versi Matius xi. 10) sebelum engkau, dan dia akan menyiapkan jalanmu di hadapanmu;" dan hendak menunjukkan bahwa malaikat atau utusan ini ialah Yahya Pembaptis. Selanjutnya kontras yang ada antara Nabi Yahya dan Jesus dibiarkan ada pada Jesus yang menggambarkan Yahya sebagai di atas setiap nabi dan lebih besar daripada anak laki-laki semua ibu manusia, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga – di mana Jesus adalah sang Raja – lebih besar daripada Yahya.
Saya tidak percaya sedetikpun bahwa Jesus atau siapapun dari pengikutnya telah dapat menggunakan bahasa seperti itu dengan maksud menyimpangkan Kalimat Tuhan, namun beberapa rabi yang fanatik atau seorang uskup yang bodoh telah melebur teks ini dan membuatnya sebagai ucapan Jesus yang tidak ada nabi lain akan mengucapkannya.
Gagasan tradisional bahwa Utusan yang diperintahkan untuk menyiapkan atau memperbaiki jalan sebelum "Adon" dan "Utusan Yang Dijanjikan" adalah seorang ahli ibadah yang tunduk pada yang tersebut kemudian (Adon), dan karena itu menyimpulkan bahwa ramalan itu mengenai dua pribadi yang berlainan adalah suatu karangan dari orang-orang yang bodoh tentang arti penting misi itu dan luas lingkup tugas yang dibebankan pada utusan itu. Dia tidaklah dipandang sebagai pionir atau bahkan seorang insinyur yang diangkat untuk membangun jalan dan jembatan untuk dilalui prosesi kerajaan. Karena itu marilah kita teliti subyek ini dengan lebih mendalam dan dengan cara yang berani, tidak memihak dan adil.
- Pertama-tama kita harus mengerti dengan baik bahwa utusan itu adalah seorang manusia, seorang mahluk yang bertubuh dan berjiwa manusia, dan bahwa beliau bukan seorang malaikat atau manusia adi (superhuman). Kedua, kita harus membuka mata bijak dan penilaian kita untuk melihat bahwa beliau tidak dikirimkan untuk menyiapkan jalan sebelum Utusan lain yang disebut "Adon" dan "Utusan Yang Dijanjikan", tetapi beliau diperintahkan untuk membangun sebuah agama yang lurus, aman, dan baik. Beliau diperintahkan untuk menyingkirkan semua rintangan di jalan antara Tuhan dan mahlukNya; dan untuk mengisi semua celah dan jurang di jalan besar ini, sehingga jalan itu mulus, mudah dilalui, diterangi dengan baik, dan dilindungi dari semua bahaya. Bahasa Ibrani "u pinna derekh," berati mengatakan bahwa Utusan itu akan "meluruskan dan membersihkan penyembahan atau agama." Kata "darakh" berakar suku kata yang sama dalam bahasa Arab "daraka" berarti "berjalan, mencapai, dan memahami;" dan kata benda "derekh" berarti "jalan, jurusan, langkah" dan secara metaforikal "penyembahan / pemujaan dan agama." Kata ini dipakai dalam artian spiritual sepanjang dalam Kitab Mazmur dan Nabi-Nabi. Tentu saja utusan tinggi Tuhan ini tidak datang untuk memperbaiki atau merombak suatu cara, sebuah agama untuk kepentingan sekelompok orang Yahudi, tetapi untuk membangunkan sebuah agama yang universal dan tidak dapat berubah untuk seluruh manusia. Meskipun agama Yahudi menanamkan keyakinan tentang adanya Satu Tuhan Sejati, namun masih saja konsepsi mereka mengenai Tuhan sebagai Ketuhanan nasional bagi Israel, kerabbian mereka, upacara dan ritual korban mereka,dan kemudian ketiadaan suatu artikel keyakinan yang positif mengenai keabadian jiwa, kebangkitan orang yang telah mati, pengadilan akhir, kehidupan abadi di sorga atau neraka, dan banyak hal-hal kekurangan yang lainnya, menjadikan agama Yahudi mutlak tidak cocok dan tidak mencukupi untuk orang-orang dari berbagai bahasa, suku bangsa, pasangan, temperamen dan kebiasaan yang berbeda-beda.Sedang agama Kristen, dengan tujuh sakramennya yang tidak berarti apapun, keyakinan pada dosa asal, keyakinan pada inkarnasi suatu tuhan – yang tidak dikenal oleh semua literatur keagamaan dan mitologi sebelumnya – dan keyakinan dalam ketritunggalan dari tiga pribadi tuhan, dan akhirnya karena agama Kristen tidak memiliki sebaris pun tulisan (in scripto) dari yang dianggap sebagai pendirinya, Jesus Kristus, tidaklah memberikan kebaikan apapun kepada ummat manusia. Sebaliknya, agama Kristen telah menyebabkan perpecahan dan sekte-sekte, yang semuanya diwarnai dengan rasa benci yang pahit dan dengki satu terhadap lainnya. Maka Utusan itu telah diperintahkan untuk menyatakan kedua agama terdahulu itu (Yahudi dan Kristen) sebagai tidak lagi berlaku dan membangunkan (kembali) agama kuno dari Nabi Ibrahim dan Ismail dan Nabi-Nabi lainnya, dengan prinsip-prinsip baru untuk semua manusia. Agama ini menjadi jalan terpendek untuk "mencapai" Tuhan; agama yang tersederhana untuk menyembahNya, dan Keyakinan yang paling aman untuk tetap murni dan tidak tercemari dengan takhayul dan dogma-dogma bodoh. Utusan itu diperintahkan untuk menyiapkan sebuah jalan, sebuah agama yang akan memimpin barang siapa yang ingin mempercayai dan mencintai Tuhan Yang Satu tanpa memerlukan bantuan pimpinan dari ratusan penunjuk jalan dan mereka yang berpura-pura sebagai penunjuk jalan yang telah mengangkat dirinya sendiri. Dan di atas segalanya, Utusan itu tiba-tiba datang ke Rumah Allah, apakah itu yang ada di Jeruzalem atau yang ada di Mekkah; beliau harus mencabut akar semua penyembahan berhala di negeri-negeri itu, tetapi juga menanamkan pada penyembah-penyembah berhala itu keyakinan pada Satu Tuhan Sejati. Dan hasil gemilang dari tugas yang mengagumkan ini, yaitu membangun sebuah Jalan baru, sebuah agama yang universal, yang mengajarkan bahwa antara Tuhan dan manusia tidak ada perantara mutlak, tidak ada pendeta, orang suci atau sakramen, adalah sama sekali diperbolehkan (berhubungan langsung dengan Tuhan - pent.), hanya telah dilaksanakan oleh seorang Nabi yang namanya Muhammad al-Mustapha!
- Yahya Pembaptis bukanlah Utusan yang diramalkan oleh Malakhi. Ceritera tentang beliau yang diberitakan oleh empat orang penginjil sangatlah bertentangan, namun ada satu hal yang mereka semua menyepakatinya, ialah bahwa beliau tidak menyiapkan jalan sama sekali; karena beliau tidak diberi suatu Kitab Suci; beliau juga tidak membangkitkan suatu agama atau mereformasi agama lama. Dilaporkan bahwa beliau telah meninggalkan kedua orang tua dan rumahnya ketika masih muda; beliau hidup di padang pasir dengan madu dan belalang; dan menghabiskan hidupnya di sana hingga kira-kira beliau berumur tiga puluh tahun, ketika beliau menampakkan dirinya kepada khalayak ramai di tepi sungai Jordan, di mana beliau biasa membaptis pendosa-pendosa yang menyesali diri yang mengaku dosa kepadanya. Sementara Matius tidak mengetahui apapun tentang hubungannya dengan Jesus, atau tidak peduli untuk memberitakan hal itu, Lukas yang menulis Injil ini, bukan dari wahyu tetapi dari karya para murid Sang Guru, mencatat penghormatan yang diberikan oleh Yahya kepada Jesus ketika keduanya ada dalam kandungan ibunya masing-masing (Lukas i. 39 – 46). Beliau (Yahya) membaptis Jesus di perairan sungai Jordan sebagaimana dilakukannya terhadap orang-orang lainnya, dan diceriterakan sebagai mengatakan bahwa beliau (Yahya) "tidak berharga untuk membungkuk melepaskan tali kasut" (Markus i. 7) Jesus, dan menurut Injil keempat beliau (Yahya) berseru bahwa Jesus adalah "domba Tuhan yang menghapuskan dosa-dosa dunia: (Yahya i. 29). Bahwa beliau mengenal Jesus dan mengakuinya sebagai Kristus adalah sangat jelas. Namun ketika beliau dipenjarakan, beliau mengirimkan muridnya kepada Jesus, dan bertanya kepadanya: "Apakah anda adalah beliau yang akan datang itu, atau apakah kita masih harus menunggu yang lain?" (Matius xi. 3, dst.). Pembaptis itu meninggal sebagai martir di penjara karena beliau telah mencela seorang Edomit yang kafir, Raja Herod dari Tetrarch yang telah menikahi isteri saudara laki-lakinya sendiri. Dengan demikian berakhirlah hidup seorang nabi yang sangat murni dan suci, begitulah menurut narasi para penginjil. Aneh bahwa orang-orang Yahudi tidak menerima Yahya sebagai seorang Nabi. Masih lebih aneh lagi bahwa Injil Barnabas tidak menyebutkan Pembaptis; dan tambahan lagi, Injil Barnabas meletakkan kalimat yang dikatakan sebagai telah diucapkan oleh Yahya tentang Jesus, justru pada mulut Jesus sendiri mengenai Nabi Muhammad, Nabi Allah. Al Qur’an menyebutkan kelahiran "John Pembaptis" yang ajaib dengan nama Yahya, tetapi tidak merujuk kepada misi pembaptisannya.Deskripsi tentang khotbahnya diberikan dalam pasal tiga kitab Matius. Tampaknya beliau telah menyatakan bahwa Kerajaan Sorga sudah mendekat dan bahwa akan dibangkitkan seorang Utusan Agung dan Nabi Tuhan yang akan membaptis semua orang beriman, tidak dengan air, "tetapi dengan api dan ruh suci". Nah, bila John (Yahya) Pembaptis adalah Utusan itu yang diangkat oleh Tuhan untuk menyiapkan jalan sebelum (kedatangan) Jesus Kristus, dan bila beliau itu adalah pendahulu dan lebih rendah kedudukannya daripada Jesus, maka tidak logis dan bijak sama sekali bahwa Yahya berkeliling membaptis khalayak ramai di perariran sebuah sungai atau sebuah kolam dan menyibukkan dirinya sendiri dengan setengah lusin murid-muridnya. Seharusnya beliau dengan segera telah mengikuti dan mematuhi Jesus ketika beliau melihat dan mengenalnya! Beliau tidaklah melakukan hal semacam itu. Tentu saja seorang Muslim selalu berbicara tentang seorang Nabi dengan rasa hormat dan takzim yang paling tinggi, dan orang tidak mengharapkan saya untuk berkomentar lebih lanjut seperti seorang Ernest Renan atau seorang pengritik yang apatis akan melakukannya! Namun untuk mengatakan bahwa seorang Nabi yang mereka gambarkan sebagai seorang darwis (Sufi) di padang belantara dengan berpakaian kulit binatang, dan seorang darwis yang bangkit dan menemui "Adon"-nya dan "Malaikat Yang Dijanjikan" dan kemudian tidak mengikutinya dan memisahkan dirinya daripadanya, adalah aneh dan tidak masuk akal. Berpikir dan mempercayai bahwa seorang Nabi telah diutus oleh Tuhan untuk menyiapkan jalan , untuk memurnikan dan membersihkan agama untuk menyambut kedatangan orang yang lebih tinggi kedudukannya daripada dirinya, dan kemudian menggambarkannya sebagai menjalani seluruh hidupnya di padang pasir di antara binatang-binatang, adalah menceriterakan kepada kita bahwa dia sedang membangun chaussees (chauvinisme), causeway (hal-hal yang menyebabkan tidak menyenangkan) atau jalan kereta api, bukan untuk ummat manusia, tetapi untuk binatang dan jin.
- John (Yahya) Pembaptis juga bukan Nabi Eliyah atau Nabi Ilyas seperti dikatakan bahwa Jesus Kristus telah mengatakannya. Nabi Malakhi dalam pasal empat (ayat 5 dan 6) berbicara tentang akan datangnya Eliyah, hal mana diramalkan akan terjadi beberapa saat sebelum hari Kebangkitan dan bukan sebelum kedatangan Utusan yang kita persoalkan ini. Bahkan meskipun Jesus Kristus telah mengatakan bahwa Yahya adalah Eliyah, namun orang-orang tidak mengenal dia. Apa yang dimaksud oleh Jesus dengan mengatakan itu ialah bahwa keduanya adalah serupa dalam kehidupan asetiknya (sebagai pertapa atau zuhud-pent.), cinta mereka kepada Tuhan, keberanian mereka untuk mencerca dan memperingatkan raja-raja dan pemimpin-pemimpin agama yang munafik. Saya tidak dapat melanjutkan pembicaraan mengenai klaim yang tidak logis dari gereja mengenai Yahya sebagai Utusan "untuk menyiapkan jalan". Namun harus saya tambahkan bahwa Pembaptis ini tidaklah menghapuskan satu iota pun dari Hukum Musa, tidak pula menambah sedikitpun padanya. Dan tentang pembaptisan, itu hanyalah ma’muditha dalam tradisi Yahudi kuno atau pencucian atau pembersihan. Pencucian atau pembersihan tidak dapat dianggap sebagai suatu "agama" atau "jalan" yang tempatnya telah diambil oleh lembaga gereja untuk sakramen pembaptisan yang terkenal dan misterius itu!
- Bila saya katakan bahwa Jesus Kristus bukanlah yang dimaksudkan dalam ramalan Malakhi, sepertinya saya sedang melancarkan suatu "argumentum in absurdum" atau argumen yang tidak masuk akal, karena tiada seorangpun akan menentang atau menyatakan keberatan atas pernyataan saya. Gereja telah selalu percaya bahwa "Utusan untuk jalan itu" adalah John atau Yahya Pembaptis, dan bukan Jesus. Tetapi orang Yahudi tidak mau mengakui kedua-duanya. Tetapi karena pribadi yang diramalkan dalam ramalan itu adalah satu dan orang yang sama, dan bukan dua orang, saya dengan sadar sekali menyatakan bahwa Nabi Jesus bukan, dan tidak mungkin, orang yang diramalkan itu. Bila Jesus adalah tuhan, seperti kini orang-orang Kristen telah mempercayainya, maka beliau tidak mungkin dipekerjakan untuk menyiapkan jalan di hadapan Yahweh Sabaoth! Kalau Jesus itu Yahweh Sabaoth yang membuat ramalan itu, lalu siapa dia Yahweh Sabaoth yang lain itu yang di hadapannya disiapkan jalan? Jika beliau adalah manusia yang sederhana, terbuat dari daging dan darah, dan pengabdi pada Tuhan Tuan Rumah Tuhan, maka klaim itu jatuh terserak di tanah. Karena Jesus sebagai manusia yang sederhana dan nabi tidak mungkin menjadi pendiri dari gereja trinitas. Bentuk yang manapun dari agama Kristen yang kita anut, apakah itu Ortodoks, Katholik, Protestan, Salvasionis, Quaker, atau dari sekte atau komunitas yang begitu banyak macamnya, tidak satupun daripadanya dapat menjadi "jalan" atau "agama" yang diindikasikan oleh Malakhi; dan Nabi Jesus bukanlah pendiri atau penyiapnya. Selama kita masih mengingkari Keesaan Tuhan yang mutlak, kita tetap dalam kesalahan, dan Jesus tidak bisa menjadi teman kita, tidak pula beliau bisa menolong kita.
- Orang yang diindikasikan dalam ramalan itu memiliki tiga kualifikasi, yaitu Utusan Agama, Tuan Komandan, dan Utusan Yang Dijanjikan. Beliau juga digambarkan dan dibedakan oleh tiga kondisi, yaitu "beliau tiba-tiba datang ke Mesjid atau Kuilnya, beliau diharapkan dan dicari orang, dan sangat dirindukan dan didambakan". Siapa lalu yang dapat bertindak sebagai orang mulia ini, Penolong dan Pelindung Agung atas ummat manusia, dan Komandan yang gagah berani ini yang menyerahkan jasa-jasa mulianya untuk mengabdi pada Allah dan agamaNya, kalau bukan Nabi Muhammad saw?Beliau memberikan kepada dunia ini sebuah Kitab Suci Al Qur’an, sebuah agama Islam yang paling rasional, sederhana, dan paling banyak memberikan faedah, dan telah menjadi petunjuk dan konversi agama dari jutaan dan jutaan bangsa-bangsa penyembah berhala di seluruh bagian bumi ini, dan telah merubah mereka semua ke dalam suatu persaudaraan universal dan bersatu yang membentuk "Kerajaan Allah" yang sejati dan formal di atas bumi ini yang telah diumumkan oleh Nabi Jesus dan Yahya Pembaptis. Adalah sia-sia dan kekanak-kanakan untuk memperbandingkan baik Jesus maupun Yahya dengan Utusan Agung Allah itu, bila kita tahu dengan pasti bahwa tidak satupun di antara keduanya pernah mencoba untuk mengkonversi seorang penyembah berhala sekalipun, atau berhasil dalam usahanya membujuk orang Yahudi untuk mengakui misi mereka.
Bab 9
NABI-NABI SEJATI HANYA MENGAJARKAN ISLAM
Tidak ada bangsa yang dikenal dalam sejarah seperti bangsa Israel, yang dalam kurun waktu kurang dari empat ratus tahun telah ditundukkan oleh banyak sekali nabi-nabi palsu, tak terhitung lagi (banyaknya) tukang-tukang tenung, peramal-peramal dan segala macam persihiran dan tukang-tukang sulap. Nabi-nabi palsu itu ada dua macam: mereka yang mengakui agama dan Kitab Taurat dari Yahweh dan berpura-pura meramal atas NamaNya, dan mereka yang dengan di bawah lindungan raja Israel penyembah berhala meramal atas nama Baal atau dewa-dewa lainnya dari bangsa-bangsa tetangga yang juga kafir musyrik. Dalam golongan pertama terdapat beberapa peniru (nabi) yang sezaman dengan nabi-nabi sejati seperti Mikha (Micah) dan Jeremiah, dan dalam golongan kedua terdapat mereka yang menimbulkan banyak kesulitan bagi Eliyah, dan menyebabkan pembantaian nabi-nabi sejati dan orang-orang beriman dalam masa pemerintahan Ahab dan isterinya Jezebel. Yang paling berbahaya dari semua itu terhadap jalan keyakinan dan agama yang sesungguhnya adalah nabi-nabi palsu yang melaksanakan upacara-upacara suci di kuil maupun Mispha dan berpura-pura memberikan firman Tuhan kepada manusia. Barangkali tidak ada nabi yang menerima lebih banyak penindasan dan kesukaran di tangan para peniru ini selain daripada Nabi Jeremiah.
Semasa masih muda, Jeremiah memulai tugas-tugas kenabiannya kira-kira pada kwartal akhir dari abad ke tujuh sebelum Masehi, ketika Kerajaan Judah dalam bahaya besar penyerbuan oleh tentara dari Kaldea. Orang-orang Yahudi telah bersekutu dengan Fir’aun dari Mesir, tetapi karena Fir’aun ini telah mengalami kekalahan buruk dari tentara Nebukadnezar, maka nasib buruk Jeruzalem adalah hanya soal waktu saja. Dalam hari-hari yang kritis ini, selama masa mana nasib dari sisa-sisa hamba-hamba Allah akan ditentukan, Nabi Jeremiah dengan tegar memberi nasehat kepada raja dan para pemimpin orang-orang Yahudi untuk menyerah dan mengabdi pada Raja Babilon, supaya Jeruzalem bisa diselamatkan dari dibakar habis jadi abu serta orang-orang Yahudi diselamatkan dari deportasi sebagai orang tawanan. Beliau mencurahkan semua ceramahnya yang vokal dan berapi-api ke telinga raja-raja, pendeta-pendeta, dan tetua-tetua masyarakat, tetapi semua sia-sia. Beliau menyampaikan firman demi firman Tuhan, dengan mengatakan bahwa satu-satunya jalan menyelamatkan negeri dan penduduknya dari pemusnahan yang mengancam ialah menyerah kepada orang-orang Kaldea; namun tiada seorang pun sudi mendengar peringatan itu.
Nebukadnezar datang dan mengambil alih kota, membawa pergi rajanya, pangeran-pangeran, serta banyak tawanan, demikian pula seluruh kekayaan dari kuil termasuk bejana-bejana emas dan perak. Seorang pangeran lain, pangeran yang ketiga, diangkat oleh Kaisar Babilon untuk memerintah sebagai budaknya di Jeruzalem. Raja ini, bukannya menjadi bijak dan setia kepada penguasa Babilon tetapi bahkan memberontak terhadapnya. Tanpa henti Jeremiah menasehati raja untuk tetap setia dan meninggalkan kebijakan (persekutuan dengan) Mesir. Namun nabi-nabi palsu terus saja berceramah dengan bombastis di kuil dengan berkata: "Demikianlah Tuhan Rumah Allah itu berfirman , Lihatlah, Aku telah mematahkan simpul Raja Babilon, dan dalam waktu dua tahun semua tawanan orang Yahudi dan bejana-bejana Rumah Tuhan akan dikembalikan ke Jeruzalem." Jeremiah membuat simpul dari kayu dan dikalungkan di lehernya dan pergi ke kuil serta memberi tahu orang-orang bahwa Tuhan telah merasa senang meletakkan simpul raja Babilon seperti ini pada leher semua orang Yahudi. Beliau dipukul mukanya oleh salah satu nabi lawannya yang mematahkan simpul kayu itu dari leher Jeremiah serta mengulangi lagi khotbah bombastis dari nabi-nabi palsu. Jeremiah dimasukkan ke dalam sel yang penuh dengan lumpur, dan hanya diberi makan dengan sebuah roti kering yang terbuat dari barley setiap hari hingga terjadi kelaparan di kota itu, yang diserang oleh orang-orang Kaldea. Nabi palsu Hananiah meninggal seperti diramalkan oleh Jeremiah. Dinding kota itu diruntuhkan di suatu tempat, dan tentara yang menang itu menyerbu masuk kota, Raja Zedekiah yang melarikan diri dan orang-orang yang besertanya ditangkap dan dibawa ke raja Babilon. Kota dan kuil itu sesudah dijarah lalu dibakar dan semua penduduk Jeruzalem dibawa pergi ke Babilon; hanya orang dari kelas miskin yang ditinggalkan untuk mengusahakan tanah. Atas perintah Nebukadnezar, Jeremiah diizinkan tinggal di Jeruzalem dan gubernur yang baru diangkat Gedalliah diberi tugas untuk menjaga dan mengurusi nabi itu. Tetapi Gedalliah telah dibunuh oleh orang Yahudi yang berontak, dan mereka kemudian lari ke Mesir dengan membawa Jeremiah beserta mereka. Bahkan di Mesir pun beliau meramal hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan para pelarian dan orang-orang Mesir. Beliau pastilah sudah mengakhiri hidupnya di Mesir.
Kitabnya, seperti adanya sekarang, sangat berbeda dengan teks Septuagint (Bible versi Latin): terbukti bahwa copy dari mana Septuagint itu ditulis oleh para penterjemah dari Aleksandria mempunyai urutan pasal yang berbeda.
Para pengritik Injil menganggap bahwa Jeremiah adalah penulisnya, atau, bagaimanapun juga, seorang penyusun (compiler) dari Kitab ke lima dari Pentateuch yang disebut Deuteronomy (Ulangan). Saya sendiri beranggapan sama bahwa Jeremiah adalah seorang Levi dan seorang pendeta juga seorang nabi. Banyak sekali ajaran dari Jeremiah dalam Deuteronomy yang tidak dikenal dalam bagian lainnya dari tulisan-tulisan Perjanjian Lama. Dan saya mengambil satu ajaran dari ajaran-ajaran itu untuk pokok pembicaraan sekarang ini, yang saya anggap sebagai satu dari permata atau teks emas dari Perjanjian Lama dan harus dihormati sebagai sangat berharga dan suci.
Sesudah pembicaraan yang rinci ini saya segera kembali pada pokok masalah yang telah saya pilih sebagai judul dari artikel ini: Bagaimana membedakan seorang nabi asli dari seorang nabi palsu, Jeremiah telah memberikan kepada kita jawaban yang secara wajar memuaskan, yaitu:
"NABI YANG HANYA MENGAJARKAN ISLAM"
Dalam Kitab Deuteronomy (xiii. 1 – 5, xviii. 20 – 22) Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan beberapa perintah tentang nabi-nabi palsu yang mungkin meramal dengan atas nama Tuhan dan dengan cara yang demikian tersembunyi dan membahayakan sehingga bisa menyesatkan ummatNya. Selanjutnya, beliau menceriterakan kepada kita cara terbaik untuk mengetahui kecurangan si peniru adalah mengantisipasi terpenuhinya ramalan dia, dan kemudian menghukum mati dia jika tipuannya terbongkar. Namun seperti diketahui dengan baik, orang-orang bodoh tidak dapat membedakan antara nabi asli dengan peniru, persis seperti sekarang ini di mana tidak dapat menemukan dengan pasti mana dari yang dua ini, pendeta Katholik Roma atau pendeta Calvinist sebagai pengikut asli dari Jesus Kristus! Nabi palsu juga akan meramal peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, membuat keajaiban, dan melaksanakan hal-hal religius sama –setidak-tidaknya pada penampilan – dengan yang dilakukan oleh mereka yang nabi asli. Persaingan antara Nabi Musa dan para ahli sihir di Mesir adalah suatu ilustrasi yang tepat dari pernyataan ini. Jadi Jeremiah itulah yang telah memberi kita cara terbaik untuk menguji kebenaran, keaslian dari seorang nabi, dan cara itu adalah pertanda Islam. Silahkan baca seluruh pasal xxviii. dari Jeremiah, dan kemudian periksalah dan renungkanlah ayat ke 9:
"Nabi yang meramalkan Islam (shalom), pada saat kehadiran perkataan Nabi, Nabi itu akan diakui sebagai telah diutus oleh Tuhan dengan sebenarnya." (Jeremiah xxviii. 9)
Terjemahan ini adalah benar-benar harfiah. Kata aslinya naba, biasanya diterjemahkan sebagai: "meramal" (to foretell atau to prophesy), dan kata benda nabi, "a prophet" memberikan kesan bahwa seorang prophet adalah seorang yang meramalkan masa depan atau menceriterakan peristiwa masa lampau dengan bantuan wahyu suci. Definisi ini hanya sebagian saja yang benar. Definisi lengkap dari kata "Prophet" haruslah: "seorang yang menerima wahyu atau pesan dari Tuhan, dan menyampaikan wahyu atau pesan itu dengan setia kepada orang atau ummat yang dituju." Jelas bahwa sebuah pesan suci tidak usah harus berarti ramalan tentang peristiwa yang lalu atau yang akan datang. Dengan cara yang sama kata "prophesy" tidak usah harus berarti mengungkapkan peristiwa masa lalu atau yang akan datang, tetapi lebih kearah berkhotbah atau mengumumkan pesan Tuhan. Dengan sendirinya "to prophesy" adalah menyampaikan dan mengucapkan sebuah wahyu baru, yang sifat dan karakternya sangat immaterial (tidak berwujud secara fisik). Membaca kalimat-kalimat seorang nabi adalah sebagai meramal yang tidak lebih daripada saat seorang nabi menyampaikan sebuah wahyu ketika berceramah atau berpidato atas kehendaknya sendiri. Di dalam Al Qur’an Tuhan memerintahkan hambaNya yang dicintaiNya Nabi Muhammad saw untuk menyatakan: "Aku hanya seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Satu…" (Q.18 : 110) sehingga kita bisa berhati-hati untuk tidak memberikan atribut kepada seorang nabi yang manapun suatu kualitas mengetahui atau mengatakan semua apapun melalui wahyu. Wahyu Suci itu datangnya biasanya berselang seling dengan waktu, sementara para nabi dalam pergaulan pribadi mereka dan pengetahuannya mungkin bertanggung jawab atas kesalahan dan kekeliruannya. Seorang nabi tidak diangkat oleh Tuhan untuk mengajarkan ummat manusia ilmu alam, matematika, atau ilmu pengetahuan positif lainnya. Akan sangat tidak adil bagi kita untuk mencela seorang nabi untuk suatu kesalahan bahasa atau suatu kesalahan yang dilakukan olehnya sebagai seorang manusia.
Karena itu seorang Nabi adalah sebuah subyek untuk diuji atau diperiksa hanya jika secara resmi dan formal beliau menyampaikan Firman yang telah beliau terima dari Tuhan. Urusan pribadinya, hal-hal mengenai keluarganya, dan hasil karya personalnya tidak menjadi perhatian kita sebanyak perhatian kita pada misi dan tugasnya. Untuk dapat mengetahui apakah seorang nabi itu asli atau seorang peniru, tidaklah adil memberikan keputusan yang bertentangan dengan karakter kenabiannya hanya karena seorang nabi telah bersikap sedikit keras atau kasar kepada ibunya, atau karena seorang nabi telah percaya akan inspirasi harfiah dan Pentateuch adalah tulisan Nabi Musa. Sementara membuat observasi ini, dalam benak saya terpikir masalah Jesus Kristus, dan banyak lainnya lagi yang ada dalam sejarah Israel di pihak lain .
Adalah mala fides dan jahat untuk menuduh nabi-nabi mengenai masalah sensualitas, kekasaran, kebodohan dalam ilmu, dan kelemahan personal lainnya. Mereka adalah manusia seperti halnya kita sendiri dan pasti tidak luput dari kecenderungan alamiah dan nafsu yang sama dengan kita. Mereka dilindungi dari dosa-dosa temporal dan dari penyelewengan firman-firman yang harus mereka sampaikan. Kita harus benar-benar berhati-hati untuk tidak terlalu tinggi menempatkan seorang nabi Tuhan dalam imajinasi kita, jika tidak demikian pastilah Tuhan tidak senang terhadap kita. Mereka semua adalah mahluk-mahlukNya dan para pemuja-pemuja Tuhan; mereka menyelesaikan kewajibannya dan kembali kepada Tuhannya. Pada saat kita melupakan Tuhan dan memfokuskan cinta kita dan kekaguman kita terhadap pribadi para utusan Tuhan yang manapun saja dia, maka kita ada dalam bahaya jatuh ke dalam dosa menyekutukan Tuhan (polytheisme).
Sesudah sekian jauh menerangkan sifat dan arti nabi dan pernubuahan (prophesy), saya kini akan mencoba untuk membuktikan bahwa tidak ada nabi dapat menjadi asli kecuali, seperti dengan jelas disebutkan oleh Nabi Jeremiah, beliau berkhotbah dan menyiarkan agama Islam.
Agar dapat mengerti lebih baik logika dan arti penting pasal-pasal yang sedang kita bicarakan ini, kita harus melihat selintas ayat yang lalu di mana Jeremiah berkata kepada musuhnya Nabi Hannaniah: "Nabi-nabi sebelum aku dan kamu dari masa lalu telah bernubuah yang berkenaan dengan banyak negeri, banyak kerajaan besar, tentang perang dan kejahatan dan wabah," Kemudian beliau melanjutkan:
"Nabi yang meramal tentang Islam segera setelah kalimat nabi itu datang, nabi itu diketahui sebagai telah diutus dengan sebenarnya oleh Tuhan."
Tidak ada keberatan serius yang diajukan tentang versi Inggris dari pasal ini dengan mengecualikan anak kalimat "I shalom" yang telah saya terjemahkan dengan "tentang Islam". Preposisi " I " sebelum "shalom" berarti "mengenai" atau "tentang", dan menempatkan subyek sebagai penderita kalimat (obyek) dan tidak dalam posisi dative, seperti halnya bila sebutan (predikat) adalah sebuah kata kerja (verb) seperti "datang", "pergi" atau "memberi".
Bahwa "shalom" dan bahasa Syriac "Shlama" maupun bahasa Arab "salam" dan "Islam" berasal dari satu akar kata yang sama dalam bahasa Semit, "shalam" dan mempunyai arti yang sama, adalah suatu kebenaran yang telah diterima oleh semua pakar bahasa-bahasa Semit. Kata kerja "shalam" mempunyai arti "menyerahkan diri, (to submit, to resign oneself to)", dan kemudian "membuat perdamaian (to make peace)", dan dengan sendirinya "menjadi aman, sehat, dan tenang (to be safe, sound and tranquil)". Tidak ada sistim agama di dunia ini yang pernah dikualifikasikan dengan nama yang lebih baik, lebih komprehensif, lebih dihargai dan luhur selain daripada Islam. Agama sejati dari Tuhan Sejati tidak bisa diberi nama dengan nama siapapun dari para pemujaNya (Kristen,- pent.), dan lebih lagi tidak dari nama bangsa atau negara (Judaisme,-pent.). Sesungguhnyalah kesucian dan kesakralan kata "Islam" inilah yang menghantam lawannya dengan menimbulkan kekaguman, ketakutan dan rasa hormat bahkan sekalipun bila orang-orang Islam itu dalam keadaan lemah dan tidak berbahagia. Adalah nama dan gelar dari sebuah agama yang mengajarkan dan memerintahkan penyerahan dan kepasrahan kehendak dan diri yang mutlak kepada Yang Maha Adi, dan selanjutnya memperoleh kedamaian dan ketenangan dalam jiwa dan di rumah, tidak peduli penderitaan atau nasib jelek yang mungkin mengancam kita yang menyebabkan lawan-lawannya merasa kagum. (1)
Adalah keyakinan yang mantap dan tak tergoyahkan dalam Keesaan Allah dan kepercayaan yang tak terbelokkan akan rahmatNya dan keadilan yang membuat seorang Muslim dapat dibedakan dan menonjol di antara orang-orang non-Muslim. Dan keyakinan yang mantap pada Allah serta keterikatan yang tulus pada Kitab Suci Al Qur’an dan NabiNya itulah yang misi-misi Kristen dengan putus asa telah menyerangnya namun gagal tanpa harapan. Dengan itu, perkataan Jeremiah bahwa: "Nabi yang bernubuah, yang menyiarkan dan berbicara tentang urusan Islam sebagai agamanya, dengan segera beliau akan diketahui sebagai telah diutus dengan sesungguhnya oleh Tuhan. Karena itu marilah kita mempertimbangkan dengan serius yang berikut ini:
- Nabi Jeremiah adalah satu-satunya Nabi sebelum Jesus Kristus yang menggunakan kata "shalom" dalam arti agama. Beliau adalah satu-satunya Nabi yang menggunakannya dengan tujuan untuk menentukan atau membuktikan kebenaran seorang utusan Tuhan. Menurut wahyu Al Qur’an, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Yakub, Nabi Musa dan semua Nabi adalah orang-orang Muslim, dan mengakui Islam sebagai agamanya. Istilah "Islam" and padanannya (ekivalen) "Shalom" dan "Shlama" diketahui oleh orang-orang Yahudi dan Kristen di Mekkah dan Medinah ketika Nabi Muhammad saw muncul untuk menyempurnakan dan menjadikan Islam sebagai agama universal. Seorang Nabi yang meramalkan "perdamaian" sebagai sesuatu yang abstrak, kabur dan bersifat sebagai kondisi sementara, tidak akan dapat berhasil membuktikan identitasnya dengan cara begitu itu. Dalam kenyataannya, hal yang dipersengketakan atau lebih baik masalah nasional yang kritis, yang ditentang oleh dua nabi menonjol yang dikenal oleh pengadilan dan bangsa, seperti Jeremiah dan Hananiah (Jeremiah xxviii.), tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan dengan pasti, dengan cara pengakuan masalah yang satu dan di lain pihak mengingkari masalah yang lain. Untuk menubuahkan "perdamaian" oleh Jeremiah ketika beliau selama hidupnya telah secara terus menerus menubuahkan bencana besar nasional – baik dengan cara agar Raja Sidaqia menyerahkan diri kepada kekuasaan Kaldea, atau dengan cara melawannya – bukan saja akan menyangkut kegagalannya, untuk tidak berbicara tentang keberhasilannya dalam membuktikan kebenarannya, tetapi juga hal itu akan membuatnya bahkan lebih bodoh. Karena, dalam hal yang manapun, "perdamaian" yang diduganya akan berarti bukan suatu perdamaian sama sekali. Sebaliknya, bila orang-orang Yahudi melawan tentara Kaldea, itu berarti kehancuran total seluruh bangsa, dan bila mereka menyerah, adalah suatu penyerahan total tanpa syarat apapun. Nyatalah karena itu, bahwa Jeremiah menggunakan istilah "Shalom" dalam artian sistim agama yang nyata, kongkrit dan sesungguhnya yang dimiliki oleh Islam. Untuk membuat lebih jelas, kita harus dengan penuh perhatian mendengarkan argumen dari dua nabi yang berlawanan yang membicarakan dan mempersengketakan masalah nasional yang dihadiri oleh raja yang jahat dan pengadilannya yang terdiri dari penjilat-penjilat yang jahat dan orang-orang munafik yang buruk moral. Pada dirinya Jeremiah memiliki jalan Tuhan dan agama damaiNya, dan demi kepentingan vital agama damai atau Islam, beliau menganjurkan raja jahat itu dan seluruh anggota istananya untuk menyerah pada kekuasaan Babilon dan mengabdi pada orang Kaldea dan hidup. Karena tidak ada pilihan lain yang terbuka bagi mereka. Mereka telah meninggalkan Tuhan nenek moyangnya, mengotori Rumah Tuhan, memalsukan dan mencerca nabi-nabiNya, dan melakukan kejahatan dan pengkhianatan (2 Chronicle xxxvi, etc.). Jadi Tuhan menyerahkan mereka ke tangan raja Nebukadnezar dan tidak akan menyelamatkan mereka. Untuk pengabdi Tuhan yang sejati dengan tulus, agama itu menjadi hal yang pertama dan bangsa itu yang kedua. Pemerintahan dan bangsa itu – terutama bila mereka sudah melupakan Tuhan – yang harus dikorbankan untuk alasan agama, dan bukan sebaliknya! Nabi lain Gibeon, yang disebut Hananiah, berusaha menyenangkan sang raja tuannya; beliau adalah anggota istana dan termasuk orang yang dikasihi, kaya dan megah, sementara lawannya selalu membusuk dan kelaparan dalam penjara dan sel. Beliau tidak peduli akan hal-hal yang berguna untuk menyegarkan agama dan kesejahteraan rakyat yang sebenarnya. Beliau juga seorang nabi, karena demikianlah kata Kitab Jeremiah, namun beliau adalah seorang yang jahat, dan telah menukar Tuhan dengan seorang raja yang buruk moral. Beliau meramal juga atas nama Tuhan yang sama sebagaimana Jeremiah meramal, menyatakan kembalinya barang rampasan perang dan tawanan dari Babilon dalam waktu dua tahun. Nah dari deskripsi yang tidak sempurna tentang dua nabi itu, nabi mana yang anda kualifikasikan sebagai pengabdi Tuhan yang sejati dan sebagai pembela setia atas agama Tuhan? Tentu saja Jeremiah dengan segera akan menarik simpati dan pilihan anda.
- Hanyalah agama Shalom, Islam, yang dapat membuat kesaksian akan karakter dan tugas dari seorang nabi sejati, Imam, atau setiap utusan Allah di bumi ini. Tuhan itu Esa, dan agamaNya juga Satu. Tidak ada agama lain di dunia seperti Islam, yang mengakui dan membela Keesaan yang mutlak dari Tuhan. Karena itu, barang siapa yang mengorbankan kepentingan-kepentingan lainnya, kehormatan dan cinta kasih untuk alasan agama suci ini, tidak diragukan bahwa dia adalah nabi asli dan dan utusan Allah. Namun masih ada satu hal lagi yang lebih perlu perhatian kita, dan hal itu ialah: jika agama Islam bukan suatu standar dan ukuran dengan mana dilakukan uji kebenaran seorang nabi atau utusan Tuhan, maka tidak ada kriteria lain untuk menjawab masalah itu. Sebuah keajaiban bukan selamanya suatu bukti yang cukup, karena tukang sihir juga membuat hal-hal aneh. Pemenuhan suatu nubuah atau ramalan juga sendirinya bukan suatu bukti yang mencukupi; maka sebagaimana suatu Ruh suci mengungkapkan peristiwa yang akan datang kepada seorang nabi sejati, begitu pula kadang-kadang ruh jahat itu melakukan hal yang sama kepada seorang peniru. Dari sini jelas bahwa nabi yang "bernubuah tentang Shalom – Islam – sebagai nama sebuah Keyakinan dan jalan hidup, segera setelah beliau menerima wahyu dari Tuhan maka akan diketahui bahwa beliau itu utusan Tuhan." Yang begitu itu adalah argumen yang dipergunakan oleh Jeremiah terhadap jemaahnya yang ingin beliau yakinkan mengenai kepalsuan Hananiah. Namun raja yang jahat dan para pengikutnya tidak mau mendengarkan dan mematuhi perintah Tuhan itu.
- Seperti telah diperdebatkan dalam paragraf terdahulu, haruslah dicatat bahwa baik pemenuhan suatu nubuah maupun keajaiban yang terjadi tidak cukup untuk membuktikan sifat kesejatian seorang nabi; bahwa kesetiaan dan kepatuhan yang ketat kepada agama adalah bukti yang terbaik dan paling menentukan untuk maksud penentuan palsu tidaknya seorang nabi; bahwa Shalom dipakai untuk menyatakan agama perdamaian. Sekali lagi kami ulangi penegasan kami bahwa Shalom tidak lain adalah Islam. Dan kami ingin agar mereka yang keberatan terhadap interpretasi ini supaya memberikan kata lain dalam bahasa Arab di luar Islam dan Salam sebagai padanan (ekivalen) dari Shalom, dan juga untuk menemukan bagi kami kata lain dalam bahasa Ibrani di samping Shalom yang akan dapat menyampaikan dan menyatakan arti yang sama seperti Islam. Tidak mungkin anda menghasilkan padanan kata yang demikian itu. Karena itu kita terpaksa harus mengakui bahwa Shalom adalah sama seperti "salam" atau "damai" dalam arti kata abstrak, dan "Islam" sebagai agama dan keyakinan dalam arti kata kongkrit.
- Seperti diingatkan kepada kita oleh Al Qur’an dalam surat 2 Al Baqarah bahwa Ibrahim dan anak-anak laki-lakinya dan cucu-cucu laki-lakinya adalah penganut Islam; bahwa mereka bukan Yahudi dan bukan Nasrani; bahwa mereka berdakwah dan menyiarkan pemujaan dan keyakinan terhadap Satu Tuhan kepada semua orang yang mereka kunjungi atau di mana mereka berdiam, kita harus mengakui bahwa bukan saja orang Yahudi, tetapi beberapa bangsa lain yang berasal dari anak-anak laki-laki lainnya dari Ibrahim serta banyak suku bangsa yang telah pindah agama dan meleburkan diri ke dalam keturunan Ibrahim itu, juga sebagai pemeluk agama Islam; yaitu orang yang beriman pada Allah dan berserah diri kepada kehendakNya. Ada orang-orang Esau, kaum Edomit, kaum Midian dan banyak lagi orang-orang yang berdiam di Arabia yang mengenal Tuhan dan memujanya seperti orang-orang Israel. Orang-orang ini juga mempunyai nabi-nabinya sendiri dan pembimbing agama seperti Nabi Ayyub, Nabi Syu’aib (mertua Nabi Musa), Nabi Balaam, Nabi Hud, dan lain-lain. Namun, seperti halnya orang Yahudi, mereka telah menjadi penyembah berhala hingga berhala-berhala itu disapu bersih oleh Pangeran dari para Nabi. Kira-kira dalam abad ke V sebelum Masehi orang Yahudi membuat bagian yang lebih besar dari buku-buku suci mereka dalam Perjanjian Lama, ketika ingatan atas penaklukan tanah Kanaan oleh Joshua, kuil dan Jeruzalemnya Suleiman merupakan peristiwa lampau yang telah terpendam dalam kurun waktu yang telah berlalu dalam sejarah mereka yang mengagumkan. Semangat keprihatinan dan penyendirian yang nasionalistik dan Judaistik menguasai sebagian sisa orang-orang Israel; kepercayaan akan datangnya seorang Penyelamat agung untuk mengembalikan tahta dan mahkota Daud yang telah hilang mendominasi, dan arti kata lama "Shalom" sebagai nama agama Ibrahim dan umum bagi orang-orang yang berbeda-beda dari keturunan Ibrahim telah tidak diingat lagi. Dari sudut pandang inilah bahwa saya beranggapan pasal-pasal Jeremiah sebagai salah satu teks emas dalam hukum suci Ibrani.
Bab 10
ISLAM ADALAH KERAJAAN TUHAN DI MUKA BUMI
Ketika meneliti visi indah dari Nabi Daniel ((Daniel vii.) kita telah menyaksikan Nabi Muhammad saw dikawal oleh Malaikat yang jumlahnya banyak sekali dan dibawa ke hadirat yang mulia Yang Maha Abadi; bagaimana beliau mendengar kalimat-kalimat penghormatan dan kasih sayang yang tidak ada mahluk lain pernah menerima kehormatan semacam itu (2 Korinthia xii.); bagaimana beliau dimahkotai sebagai Sultan para Nabi dan dilengkapi dengan kekuatan dan kekuasaan untuk membinasakan "Binatang Keempat" dan "Tanduk Yang Menghujat". Selanjutnya kita melihat bagaimana beliau mendapat mandat untuk membangkitkan dan memproklamirkan Kerajaan Tuhan di muka bumi; bagaimana mungkin manusia genius itu bisa membayangkan kehormatan tertinggi yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa kepada seorang pemuja yang tercinta dan kepada UtusanNya yang paling berharga yang hanya dapat dirujuk kepada Nabi Muhammad saw sendiri. Harus diingat bahwa di antara para Nabi dan Utusan Allah, hanya Nabi Muhammad saw sendiri yang menonjol bagaikan sebuah menara di atas semuanya; dan karya besar dan mulia yang dihasilkannya berdiri sebagai sebuah monumen yang permanen atas kehormatan dan keagungannya. Seseorang tidak dapat menghargai nilai dan arti penting Islam sebagai sebuah benteng yang unik terhadap penyembahan berhala dan penyekutuan Tuhan kecuali apabila Keesaan Tuhan yang mutlak diakui dengan segala kesungguhan. Jika kita menyadari bahwa Allah adalah Tuhan yang sama yang Nabi Adam dan Ibrahim mengenalNya, dan yang dipuja oleh Nabi Musa dan Nabi Jesus, maka kita tidak lagi mengalami kesulitan untuk menerima Islam sebagai suatu agama sejati dan Nabi Muhammad saw sebagai Pangeran semua Nabi dan Pengabdi Tuhan. Kita tidak dapat membesarkan keagungan Allah dengan memandangNya kini sebagai seorang "Bapak", kemudian sebagai seorang "Anak" dan di kesempatan lain sebagai suatu "Ruh Suci", atau membayangkan Dia sebagai memiliki tiga pribadi yang dapat diajak saling bicara dengan menggunakan tiga sebutan nama orang tunggal : aku, engkau, dia. Dengan cara yang begitu itu kita lalu kehilangan seluruh konsep sesungguhnya mengenai Yang Maha Mutlak, dan kita berhenti mempercayai Tuhan yang sesungguhnya. Dengan cara yang sama, kita tidak dapat menambahkan satu iota pun pada kesakralan agama dengan suatu lembaga beberapa sakramen yang tidak mempunyai arti sama sekali; tidak pula kita dapat mengambil santapan rohani bagi jiwa kita dari memberi makan kepada jenazah seorang nabi atau tuhan hasil inkarnasi; karena dengan berbuat begitu kita kehilangan semua gagasan tentang agama yang sejati dan sebenarnya dan sekaligus berhenti pula kita mempercayai agama itu. Tidak juga kita mampu sedikitpun mempromosikan kemuliaan Nabi Muhammad saw bila kita harus membayangkan beliau sebagai seorang anak Tuhan atau tuhan hasil inkarnasi; karena dengan cara begitu kita sama sekali pasti kehilangan Nabi dari Mekkah yang nyata dan yang merupakan tokoh dalam sejarah, dan tanpa sadar jatuh ke dalam jurang penyekutuan Tuhan. Keagungan Nabi Muhammad saw berupa keberhasilannya membangkitkan agama yang begitu mantap, sederhana dan sejati, dan dalam menerapkan secara nyata seluruh aksioma dan prinsip dengan ketepatan dan resolusi sedemikian rupa sehingga tidak mungkin bagi seorang Muslim sejati untuk menerima kepercayaan atau keyakinan lain selain daripada yang telah diikrarkannya dalam formula:"Saya percaya bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah". Dan syahadat ini akan berlanjut menjadi keyakinan bagi setiap orang beriman sejati kepada Allah hingga Hari Kebangkitan.
Pemusnah Agung atas "Tanduk Kesebelas" yang merupakan personifikasi Constantine yang agung dan Gereja Tritunggal, bukan seorang Bar Allaha ("Anak Tuhan"), akan tetapi seorang Bar Nasha ("Anak Manusia) dan tidak lain adalah Nabi Muhammad al-Mustapha saw yang sebenarnya mendirikan Kerajaan Tuhan di bumi. Kerajaan Tuhan inilah yang kini akan kita teliti dan interpretasikan. Perlu diingat, bahwa janji yang tersebut di bawah ini seperti yang diungkapkan oleh Daniel telah dibuat ketika Sultan seluruh Nabi itu menghadap Yang Maha Suci:
"Kerajaan dan kekuasaan dan kebesaran kerajaan di seluruh bumi akan diberikan kepada orang-orang Kudus milik Yang Maha Tinggi; kerajaannya (orang-orang Kudus itu) (akan menjadi) sebuah kerajaan yang abadi, dan semua kekuasaan akan mengabdi dan tunduk pada kerajaan itu" (Daniel vii. 22-27).
Ungkapan dalam pasal nubuah ini bahwa Kerajaan Tuhan akan terdiri dari: "orang-orang Kudus milik Yang Maha Tinggi", dan bahwa seluruh kekuasaan lainnya akan mengabdi dan tunduk pada orang-orang itu, jelas menunjukkan bahwa dalam Islam, agama dan negara adalah satu dan tubuh yang sama, dan dengan sendirinya tidak terpisahkan. Islam bukan saja agama Tuhan, tetapi juga KerajaanNya di muka bumi. Agar dapat membentuk sebuah gagasan yang jelas dan benar mengenai sifat dan konstitusi "Kerajaan Tuhan di bumi", dirasa perlu untuk sekejap melihat pada sejarah agama Islam sebelum agama itu disempurnakan, dilengkapkan, dan dengan resmi ditetapkan oleh Tuhan Sendiri di bawah UtusanNya Muhammad saw.
1. SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DATANG, ISLAM BUKAN KERAJAAN TUHAN DI MUKA BUMI, NAMUN HANYA MERUPAKAN AGAMA SEJATI TUHAN
Mereka yang mempercayai bahwa agama Tuhan yang sejati hanya diturunkan kepada Ibrahim dan dijaga oleh orang Israel saja, pastilah murid yang bodoh tentang literatur Perjanjian Lama, dan pasti telah memiliki gambaran yang salah mengenai sifat agama. Ibrahim sendiri memberikan sebutan kepada Raja dan Imam (1) Jeruzalem dan diberkati olehnya (Genesis xiv. 18). Ayah mertua Nabi Musa juga seorang imam dan Nabi Allah; Nabi Ayyub, Balaam, Ad, Hud, Lukman dan banyak nabi yang lainnya yang bukan orang Yahudi. Suku bangsa dan bangsa yang berlainan seperti kaum Ismail, kaum Moab, kaum Ammon, kaum Edom, dan lain-lainnya yang merupakan keturunan anak laki-laki Ibrahim dan Luth, mengenal Tuhan Yang Maha Kuasa meskipun mereka juga seperti orang Israel yang jatuh menjadi penyembah berhala dan menjadi jahil. Namun cahaya Islam tidak pernah padam seluruhnya atau digantikan dengan penyembahan berhala. Patung-patung atau gambar-gambar yang dianggap sebagai sakral dan sebagai tuhan rumah tangga oleh orang Israel, demikian juga kebangsaan mereka yang sama, dan biasanya disebut "Traphim" (Genesis xxxi.) dalam bahasa Ibrani, pada hemat saya yang hina ini adalah sama sifat dan karakternya dengan gambar dan patung yang dimiliki dan dipuja oleh orang Kristen Ortodoks dan Katholik di rumah dan gereja mereka. Pada masa jahiliyah itu patung-patung itu menjadi tanda pengenal atau semacam pasport. Tidakkah hebat mendapati Rahel isteri Yakub dan puteri Laban, harus mencuri "traphim" ayahnya? (Genesis xxxi.). Namun Laban dan suaminya adalah orang-orang Muslim, dan pada hari yang sama mengangkat batu "Mispha" dan mempersembahkannya kepada Tuhan!
Orang-orang Yahudi dalam belantara , mabuk oleh keanehan dan keajaiban yang terjadi siang dan malam – kampus mereka dibayangi oleh awan keajaiban pada siang hari dan diterangi oleh pilar-pilar api pada malam hari, mereka sendiri memakan "manna" dan "Salwai" – segera setelah Nabi Musa menghilang untuk beberapa hari di puncak gunung Sinai yang tertutup kabut, membuat patung sapi dari emas dan memujanya. Sejarah dari orang-orang yang keras kepala sejak kematian Joshua hingga dinobatkannya Raja Saul, yang meliputi kurun waktu lebih dari empat abad, dipenuhi dengan kemerosoan akhlak yang berbau skandal hingga jatuh ke dalam penyembahan berhala. Orang Yahudi berhenti menyembah berhala hanya sesudah wahyu tidak turun lagi dan hukum dari Kitab-Kitab Sucinya dalam abad ketiga sebelum Masehi, dan semenjak itu tetap dalam monoteisme. Namun kepercayaan mereka pada Keesaan Tuhan, meskipun tetap dalam garis Unitarian, tidak memberi mereka hak untuk menggolongkan dirinya sebagai "Muslim" karena dengan keras kepala mereka tetap menolak baik pribadi maupun wahyu yang turun kepada Nabi Jesus dan Nabi Muhammad saw. Hanya dengan penyerahan diri mutlak kepada Kehendak Tuhan bahwa seorang manusia dapat memperoleh kedamaian dan menjadi Muslim, karena bila tidak demikian maka keyakinan tanpa kepatuhan dan penyerahan diri adalah sama dengan halnya setan yang percaya kepada Allah dan gemetar.
Karena kita tidak memiliki catatan tentang orang-orang lain yang diberi Wahyu Suci dan dengan Nabi dan Imam yang dikirim oleh Tuhan kepada mereka, maka kita hanya akan memuaskan diri sendiri dengan deklarasi bahwa agama Islam hadir di tengah orang-orang Israel dan orang-orang Arab lainnya dari masa dulu, terkadang lebih bercahaya, tetapi kebanyakan seperti sumbu api yang menyala atau seperti pijar api yang lemah yang berkedip dalam sebuah ruang gelap. Itu adalah sebuah agama yang dipeluk oleh jenis orang yang segera melupakan agama itu, atau melalaikannya, atau mengubahnya menjadi penyembahan berhala. Tetapi selalu sama bahwa selalu ada pribadi-pribadi atau keluarga yang mencintai dan memuja Tuhan.
Tampaknya orang Yahudi, terutama masa Yahudi, tidak mempunyai konsep mengenai Tuhan dan agama seperti halnya orang Muslim yang mempunyai Allah dan Islam. Bilamana saja orang Israel dalam keadaan makmur dan berjaya dalam perang mereka, maka Yahweh diakui dan dipuja, namun dalam keadaan yang kurang baik Dia ditinggalkan dan ketuhanan dari suatu bangsa yang lebih kuat dan lebih sejahtera diadopsi dan patungnya atau gambarnya dipuja. Studi yang lebih cermat mengenai Kitab Suci Ibrani akan menunjukkan bahwa orang kebanyakan Yahudi kadangkala menganggap Tuhannya lebih kuat atau lebih tinggi, dan di kala lain lebih lemah daripada yang dianut oleh bangsa lain. Kecenderungan mereka yang sangat mudah dan berulang kali jatuh ke dalam penyembahan berhala adalah suatu bukti bahwa kaum Israel itu memiliki anggapan yang hampir sama mengenai El atau Yahweh mereka dengan orang-orang Asiria terhadap Ashur, orang Babilon terhadap Mardukh, dan orang Funisia dengan Ba’al mereka. Dengan mengecualikan nabi dan para sufi, orang Muslim Taurat, yaitu orang-orang Israel yang menganut Hukum Musa, tidak pernah berdiri sama tinggi dengan kesakralan agama mereka ataupun konsep sejati keTuhanan mereka. Kepercayaan terhadap Allah dan keyakinan yang mantap serta kepercayaan terhadap hidup yang akan datang tidak mendarah mendaging dan tertanam dalam jiwa dan hati orang-orang itu.
Betapa bertolak belakangnya antara Muslim menurut Al Qur’an, orang-orang beriman terhadap Hukum Islam, dan Muslim menurut Taurat atau Hukum Musa! Pernahkah terlihat dan terbukti bahwa seorang Muslim meninggalkan Mesjid, Imam, dan Al Qur’an, dan memeluk agama lain dan mengakui bahwa Allah bukanlah Tuhan? Tidak pernah! Sangat tidak mungkin bahwa masyarakat Muslim yang Islami selama masih memiliki Kitabullah, Mesjid dan para Mullah dapat terjatuh ke dalam penyembahan berhala atau bahkan kepada agama Kristen.
Saya menyadari adanya yang disebut keluarga Tartar tertentu yang memeluk agama Kristen Ortodoks di Rusia. Tetapi saya dapat meyakinkan para pembaca artikel saya, dengan berdasarkan otoritas yang otentik, bahwa orang-orang "Tartar" ini adalah orang-orang Mongolia yang lama sesudah ditundukkan oleh orang Rusia dan berdirinya "Altin Ordu" oleh Batu Khan, atau mereka masih penyembah berhala atau orang yang baru pindah agama ke Islam dan tampaknya telah dipaksa atau dirayu untuk bergabung dengan Gereja Rusia. Dan dalam hubungan ini haruslah tidak diingkari bahwa hal ini terjadi sesudah kekuasaan Muslim "Golden Horde" ("Altin Ordu") tersungkur jatuh sesudah invasi besar-besaran oleh Timur Lang (Tamerlane). Sebaliknya, para pedagang Muslim di Cina maupun di Afrika, telah selalu mempropagandakan agama suci mereka; dan berjuta-juta orang Muslim Cina dan negro adalah buah daripada misi-misi Muslim yang tidak pernah mendapat bayaran itu. Jelaslah dari keterangan di atas bahwa agama sejati Tuhan sebelum Nabi Muhammad saw hanya baru dalam masa bayi, bahwa agama itu tetap belum matang dan belum berkembang di antara orang-orang Ibrani, meskipun agama itu bersinar dengan cemerlang dalam kehidupan pengabdi sejati Yahwah. Di bawah bimbingan dan hakim-hakim yang takut terhadap Tuhan dan Raja-Raja Israel yang alim, pemerintah telah selalu bersifat teokratik, dan selama wahyu Nabi-Nabi diterima dengan menguntungkan dan perintah-perintahnya dilaksanakan, maka kedua-duanya, agama dan bangsa itu akan sejahtera.
Namun Agama sejati Tuhan tidak pernah berbentuk sebagai Kerajaan Tuhan seperti terjadi di bawah pemerintah berdasarkan Al Qur’an. Dalam KebijakanNya yang Abadi, Allah telah menyatakan bahwa empat Kekuasaan yang besar dari Dunia Gelap harus saling menggantikan satu dengan lainnya sebelum KerajaanNya Sendiri dibangkitkan. Sivilisasi kuno yang besar dan kekaisaran Asiria Kaldea, dari Medo Persi, dari Yunani dan dari Romawi harus muncul dan berkembang untuk menindas dan menggilas orang-orang yang beriman pada Tuhan, dan untuk melaksanakan semua kejahatan dan kekejian yang hanya setan saja yang bisa mengaturnya. Semua kemuliaan dari empat kekuasaan besar ini dilakukan dalam pemujaan terhadap setan; dan "kemuliaan" inilah yang "Pangeran Kegelapan" menjanjikan untuk memberikannya kepada Jesus Kristus dari puncak sebuah bukit yang tinggi jika dia harus mengikutinya dan memujanya.
2 JESUS KRISTUS DAN PARA MURIDNYA BERKHOTBAH TENTANG KERAJAAN TUHAN
Benar adanya bahwa mereka adalah utusan-utusan Kerajaan Tuhan di bumi. Jiwa dan inti dari Injil Jesus termuat dalam pasal yang terkenal dalam do’anya: "KerajaanMu tiba." Selama duapuluh abad orang-orang Kristen dari seluruh denominasi dan jenis keyakinan mereka telah berdo’a dan selalu mengulangi do’a ini, "KerajaanMu tiba," dan Tuhan sendiri tahu berapa lama mereka akan melanjutkan do’a untuk dan sia-sia mengantisipasi kedatangannya. Antisipasi orang-orang Kristen atas kedatangan Kerajaan Tuhan bersifat sama dengan antisipasi orang-orang yang beragama Judaisme akan kedatangan seorang Al Masih. Kedua antisipasi ini menunjukkan imajinasi yang tidak peduli dan tidak berdasar akal, dan anehnya ialah bahwa dengan keras kepala mereka memegang harapan yang sia-sia ini. Bila anda bertanya kepada seorang pendeta atau pastor Kristen mengenai pendapatnya tentang Kerajaan Tuhan, dia akan menceriterakan kepada anda semua macam ilusi dan hal-hal yang tidak berarti. Kerajaan ini, begitu dia akan menegaskan, adalah Gereja di mana dia tergabung ketika Kerajaan itu akan mengatasinya dan menelan semua Gereja sesat lainnya. Pastor atau pendeta lain akan berkhotbah tentang "millennium." Seorang penganut Salvationist atau seorang dari Quaker mungkin menjelaskan kepada anda bahwa menurut keyakinannya Kerajaan Tuhan itu akan terdiri dari orang-orang Kristen yang baru dilahirkan dan tanpa dosa, dicuci dan dibersihkan dengan darah domba; dan sebagainya.
Kerajaan Tuhan tidak berarti Gereja Katholik yang berjaya, atau Negara Puritan yang mengalami regenerasi dan tanpa dosa. Hal itu bukan suatu "Royalty of the Millennium" yang imajinatif. Itu bukan suatu Kerajaan yang tersusun dari mahluk-mahluk langit, termasuk di dalamnya jiwa para Nabi yang telah meninggal dan orang-orang beriman yang diberkati, di bawah kekuasaan domba suci; dengan malaikat sebagai polisi dan jaksa.; kaum Cherub sebagai gubernur dan hakim; kaum Seraph sebagai para perwira dan komandan; atau malaikat Jibril sebagai Paus, Patriarch, Uskup, dan pengkhotbah evangelis. Kerajaan Tuhan di bumi adalah sebuah Agama, suatu masyarakat yang kuat yang terdiri dari orang-orang beriman pada Tuhan Yang Esa dilengkapi dengan kepercayaan dan pedang untuk berjuang untuk dan mempertahankan eksistensi dan kemerdekaan mutlak dari Kerajaan Dunia Kegelapan, terhadap semua yang tidak percaya bahwa Tuhan itu Esa, atau terhadap mereka yang percaya bahwa Dia mempunyai anak, seorang ayah dan seorang ibu, sekutu-sekutu dan mereka yang bersama ada (coeval).
Kata Yunani "euangelion", yang diterjemahkan "Injil" dalam bahasa Inggris, praktis berarti "the enunciation of good news" atau "ucapan berita baik." Dan ucapan ini ialah kabar tentang Kerajaan Tuhan yang mendekat datang, yang terkecil di antara warganya adalah lebih besar dari Yahya Pembaptis. Beliau sendiri dan para apostel sesudahnya berkhotbah dan mengumumkan Kerajaan ini kepada kaum Yahudi, mengundang mereka untuk beriman dan menyesali dosa agar dapat diterima ke dalamnya. Jesus sesungguhnya tidak menghapuskan atau mengubah Hukum Musa, tetapi menafsirkannya dalam pengertian spiritual sedemikian rupa sehingga beliau meninggalkannya sebagai sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh orang. Ketika beliau menyatakan bahwa kebencian adalah akar pembunuhan, nafsu adalah sumber dari perzinahan; bahwa serakah dan munafik adalah sebagai dosa yang buruk sekali seperti halnya penyembahan berhala; dan bahwa belas kasih dan amal sedekah lebih dapat diterima daripada korban bakaran dan kepatuhan ketat terhadap hari Sabath, maka praktis beliau telah menghapuskan huruf-huruf dalam Hukum Musa untuk kebaikan pengertian spiritual. Injil yang penuh kepalsuan dan banyak mengalami interpolasi ini menceriterakan acap kali kisah-kisah dan referensi mengenai Jesus kepada Kerajaan Tuhan, dan kepada Bar-Nasha atau "Anak Manusia" , namun kisah-kisah itu banyak dicemari dan diubah sehingga mereka berhasil, dan masih berhasil, menyelewengkan orang-orang Kristen yang malang untuk mempercayai bahwa yang dimaksudkan oleh Jesus sebagai "Kerajaan Tuhan" adalah Gerejanya, dan bahwa beliau sendirilah "Anak Manusia" itu.
Hal-hal yang penting ini akan dibicarakan sepenuhnya kemudian, insya Allah; tetapi untuk saat ini saya harus berpuas diri dengan membuat catatan bahwa apa yang Nabi Jesus umumkan itu adalah bahwa Islam itulah Kerajaan Tuhan dan bahwa Nabi Muhammad saw itulah "Anak Manusia" itu, yang diangkat untuk memusnahkan Binatang dan untuk mendirikan Kerajaan yang kuat dari orang-orang Kudus dari Yang Maha Tinggi.
Hingga masa Jesus Kristus, agama Tuhan itu telah dikirimkan terutama bagi orang Israel; agama itu lebih nyata dan memiliki karakter nasional. Para ahli hukumnya, pendeta-pendeta, dan penulis-penulis telah mempreteli agama itu dengan literatur yang banyak dan bersifat takhayul tentang tradisi nenek moyang mereka. Kristus telah mencerca tradisi-tradisi itu, mengkritik orang Yahudi dan pemimpinnya sebagai orang munafik dan anak setan. Meskipun setan penyembahan berhala telah meninggalkan Israel, namun kemudian tujuh setan telah menguasai orang-orang itu (Matius xii. 43 – 45; Lukas xi. 24 – 26)
Kristus memperbaharui agama lama; memberinya hidup dan semangat baru kepadanya; beliau menerangkan dengan lebih khusus tentang hal keabadian jiwa manusia, kebangkitan kembali dan hidup di dunia sesudah yang sekarang ini; dan mengumumkan kepada publik bahwa Al Masih yang akan datang, yang diharapkan oleh orang Yahudi, bukanlah seorang dari bangsa Yahudi atau anak Daud, tetapi anak Ismail yang bernama Ahmad, dan bahwa beliau akan mendirikan Kerajaan Tuhan di muka bumi dengan kekuatan kalimat Tuhan dan dengan pedang. Dengan sendirinya agama Islam menerima hidup baru, cahaya baru dan semangat baru, dan para penganutnya dianjurkan dengan sangat agar menjadi orang-orang yang berserah diri, untuk menunjukkan toleransi dan kesabaran. Sebelum itu mereka telah diberi tahu akan adanya penindasan, kesengsaraan, kesyahidan, dan penjara. Orang-orang Nashara dari masa awal, sebagaimana Al Qur’an menyebut mereka yang percaya pada Kitab Injil Jesus, telah menderita sepuluh penindasan yang mengerikan di bawah kaisar Romawi. Kemudian datanglah kaisar Constantine dan mengumumkan kemerdekaan bagi gereja; namun sesudah putusan dan Kepercayaan akan Trinitas sesuai dengan hasil Konsili Nicea pada tahun 325 M, maka kaum Muslim Unitarian (2) dihadapkan pada penindasan baru dan lebih kejam oleh kaum Trinitarian hingga bangkitnya Nabi Muhammad saw.
3. SIFAT DAN KONSTITUSI KERAJAAN TUHAN
Ada seruan untuk melakukan sholat sebanyak lima kali dalam sehari dari menara dan dari mesjid di seluruh tempat di dunia ini di mana kaum Muslimin hidup. Seruan ini diikuti dengan pemujaan yang paling khidmat terhadap Allah oleh para pengabdinya yang setia. Seruan ini disebut "Adzan." Ini bukanlah segalanya; setiap kegiatan, perusahaan dan bisnis, betapapun pentingnya atau tidak pentingnya, dimulai dengan kalimat "Bismillaah" yang berarti "Dengan Asma Allah," dan diakhiri dengan "Alhamdulillaah" yang berarti "Puji dan syukur bagi Allah!" Ikatan keyakinan yang mengikat seorang Muslim kepada Rajanya yang Abadi begitu kuatnya, dan keakraban antara Yang Maha Kuasa dengan pengabdiNya begitu dekat, sehingga tidak ada satu apapun betapapun kuatnya atau menggiurkannya, yang dapat memisahkannya dengan Allah. Dalam Al Qur’an Allah berfirman bahwa Allah itu lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya.
Tak pernah ada pengikut favorit, dalam sentimen kasih sayangnya, kesetiaan, ketaatan, dan rasa hormat terhadap rajanya yang dermawan, yang pernah dapat menyamai sentimen semacam itu yang ditunjukkan oleh seorang Muslim terhadap Tuhannya. Allah adalah Pemilik Langit, Bumi dan Jagat Raya, Dia adalah Raja setiap Muslim khususnya, karena hanya seorang Muslim sendiri saja yang berterima kasih dan memuji Raja Yang Maha Kuasa untuk semua yang terjadi dan menimpanya, baik itu kebahagiaan maupun kemalangan.
Hampir sejumlah tiga ratus juta kaum Muslimin atau lebih diberkati dengan kemampuan memiliki perasaan keyakinan dan kepasrahan yang sama terhadap Allah.
Karena itu jelas bahwa sifat Islam itu terletak pada kenyataan bahwa Islamlah satu-satunya Kerajaan Teokratis yang nyata dan sesungguhnya di muka bumi ini. Allah tidak perlu lagi mengutus utusanNya atau nabiNya untuk menyampaikan wahyuNya kepada kaum Muslimin seperti biasa Dia lakukan terhadap orang Israel dan orang-orang Ibrani lainnya; karena kehendakNya telah sepenuhnya diungkapkan dalam Al Qur’an Suci dan tertanam dalam jiwa pemujaNya yang setia.
Mengenai formasi dan konstitusi Kerajaan Tuhan, antara lain yang berikut ini harus dicatat:
1. Semua kaum Muslimin membentuk sebuah nation, satu keluarga, dan satu persaudaraan. Tak perlu pembaca saya tahan untuk mempelajari berbagai ungkapan dari Al Qur’an dan Hadith mengenai hal ini. Kita harus menilai masyarakat Muslimin, tidak seperti adanya sekarang, tetapi seperti di saat hidup Nabi Muhammad saw dan para penggantinya (empat sahabat). Setiap anggota masyarakat ini adalah seorang pekerja yang jujur, seorang prajurit yang gagah berani, dan seorang beriman dan penganut yang penuh semangat. Semua hasil yang jujur dari jerih payah adalah secara hukum milik dia yang mengusahakannya; bagaimanapun hukum membuat tidak mungkin bagi seorang Muslim sejati menjadi terlalu kaya raya. Salah satu dari fondasi Islam adalah kewajiban untuk membayar zakat, yang terdiri dari sedekah dan zakat, atau zakat yang diserahkan secara sukarela dan zakat yang merupakan kewajiban. Dalam masa pemerintahan Nabi Muhammad saw dan kalifah pertama yang empat orang itu, tidak dikenal adanya seorang Muslim yang luar biasa kekayaannya. Kekayaan nasional itu untuk kas umum yang dikenal dengan baitul mal, dan tidak seorang Muslim pun dibiarkan kekurangan
Sebutan "Muslim" secara harfiah berarti pembuat perdamaian. Anda tidak pernah dapat menemukan mahluk lain yang lebih patuh, ramah tamah, tidak agresif dan sebagai warga negara yang cinta damai selain daripada seorang Muslim. Tetapi begitu agamanya, kehormatannya dan hak miliknya diserang, orang Muslim itu menjadi seorang musuh yang menakutkan lawan. Al Qur’an sungguh sangat tepat mengenai hal ini: "Wa la ta’tadu" atau "Dan engkau tidak boleh melampaui batas" (menjadi ofensif atau agresif). Jihad Suci bukanlah sebuah perang untuk menyerang, tetapi untuk mempertahankan diri. Meskipun para perampok, suku-suku bangsa yang bersifat predator, kaum Muslimin yang nomadik dan bersifat agak barbar mungkin saja telah memiliki kepercayaan agama dan keyakinan akan adanya Allah, namun kekurangan pengetahuan dan pelatihan keagamaan agaknya menjadi sebab dasar kelemahan dan kebobrokan akhlak mereka itu. Mereka adalah perkecualian. Seseorang tidak pernah dapat menjadi seorang Muslim yang baik tanpa pelatihan dan pengajaran keagamaan.
2. Menurut deskripsi Nabi Daniel, warga negara Kerajaan Tuhan itu ialah "Orang-Orang Kudus." Dalam teks asli Kaldea atau Aramiah mereka digambarkan sebagai "A’mma d’qaddishid’ I’lionin," sebuah gelar yang hanya pantas bagi seorang Pangeran Para Nabi dan tentaranya yang mulia Muhajirin dan Ansharin, yang membongkar penyembahan berhala dari sebagian besar benua Asia dan Afrika dan membinasakan Binatang Romawi.
Semua kaum Muslimin yang percaya akan Allah, Malaikat-MalaikatNya, Kitab SuciNya dan Nabi-NabiNya, Hari Kebangkitan dan Pengadilan; bahwa semua kebaikan dan kejahatan adalah milik Allah; dan mengamalkan perintah dan laranganNya menurut kemampuan masing-masing dan dengan sangka baik, adalah orang-orang kudus dan warga negara yang diberkati dalam Kerajaan Tuhan. Tidak ada kebodohan yang lebih besar dalam agama selain daripada kepercayaan bahwa ada pribadi yang disebut Ruh Suci yang memenuhi hati mereka yang telah dibaptis dengan nama tiga tuhan, masing-masing yang ketiga dari tiga atau tiga dari yang ketiga, dan dengan demikian memberkati mereka yang beriman (pada Ruh Suci yang demikian itu - pent.)dalam kemustahilan mereka. Seorang Muslim percaya bahwa bukan hanya ada satu Ruh Suci, tetapi tak terhitung banyaknya ruh suci yang semuanya diciptakan oleh dan menjadi pembantu-pembantu Allah Yang Esa. Kaum Muslimin diberkati bukan dengan cara dibaptis atau dibersihkan, tetapi jiwanya dimurnikan dan dibersihkan dengan cahaya iman dan dengan api gairah dan keberanian untuk mempertahankan dan berjuang untuk keyakinan itu. Yahya Pembaptis, atau mungkin Kristus sendiri (menurut Injil Barnabas) mengatakan: "Aku baptiskan engkau dengan air pada pertobatan(mu), tetapi dia yang datang sesudah aku, dia lebih kuat daripada aku; dia akan membaptis engkau dengan api dan dengan ruh suci." Api inilah dan ruh inilah dengan mana Nabi Muhammad saw telah membaptis para nomad yang semi barbar, orang-orang kafir penyembah barhala, dan mengubah mereka menjadi satu pasukan orang-orang kudus yang heroik, yang telah mengubah kuil-kuil Yahudi (sinagog) yang tua dan memudar serta gereja-gereja yang karatan menjadi sebuah Kerajaan Allah yang permanen dan kuat di tanah yang dijanjikan dan tempat-tempat lainnya.
4. KEABADIAN DAN MARTABAT KERAJAAN ALLAH
Dua kali Malaikat meyakinkan Daniel tentang hal ini. Disebutkan bahwa "semua bangsa di bawah langit akan mengabdi Orang-Orang Kudus milik Yang Maha Tinggi." Tidaklah memerlukan bukti untuk mengatakan bahwa semua Kekuasaan Kristen menunjukkan kekaguman yang khusus, dan bahkan rasa hormat bila perlu, bukan saja kepada Kekuasaan Orang-Orang Muslim, tempat-tempat suci orang Muslim dan mesjid-mesjid, tetapi juga kepada lembaga-lembaga lokal dari orang-orang Muslim yang ada di bawah kekuasaannya. Rahasia dari "servis" ini adalah: pertama-tama, orang-orang Muslim selalu mengundang kekaguman dan rasa takut melalui tingkah laku mereka yang penuh martabat, keterikatan pada agama mereka dan kepatuhan terhadap hukum yang adil, dan kedamaian mereka; dan kedua, karena pemerintahan Kristen biasanya memperlakukan orang-orang Muslim dengan keadilan dan tidak mencampuri hukum dan agama mereka.
Ruangan tidak mengizinkan kita untuk memperluas pengamatan kita mengenai hal lain-lainnya dari Agama dan Kerajaan Suci ini, seperti misalnya Kalifah-Kalifah Islam, Sultan-Sultan, dan sebagainya. Cukuplah untuk mengatakan bahwa Penguasa Muslim tunduk pada hukum-hukum Al Qur’an yang sama sebagaimana anggota rekan semasyarakat lainnya; bahwa keadilan dan kesopanan adalah jaminan terbaik bagi kesejahteraan dan stabilitas setiap negara, Muslim atau non-Muslim; dan bahwa semangat dan prinsip-prinsip Kitab Allah adalah petunjuk terbaik untuk seluruh perundang-undangan dan sivilisasi.
Catatan Kaki :
1). Mengenai Logos, sejak "Injil" dan "Komentar" maupun tulisan yang kontroversial milik kaum Unitarian, kecuali apa yang telah dikutip dari mereka dalam tulisan lawan mereka, seperti Patriarch Yunani yang terpelajar Photius dan mereka yang sebelumnya.
Di antara para Romo dan ummat Kristen Timur, salah satu yang sangat terkemuka ialah St Ephraim orang Syria. Dia adalah seorang pengarang dari banyak karya, terutama komentar tentang Injil yang diterbitkan dalam bahasa Syria dan bahasa Latin, yang edisi akhirnya telah saya baca dengan berhati-hati di Roma. Dia juga mempunyai homiles, disertasi yang disebut "midrishi" dan "contra Haeritici", dsb. Kemudian ada seorang Syria yang terkenal, pengarang Bir Disin (biasanya ditulis "Bardisane") yang berkembang pada ujung akhir abad kedua dan awal abad ketiga Masehi. Dari banyak tulisan Bir Disin tidak ada lagi yang tertinggal dalam bahasa Syria, kecuali apa yang telah dikutip untuk penyangkalan oleh Ephraim, Jacob dari Nesibin dan Nestorian lainnya serta kaum Jacob, dan kecuali apa yang telah dipergunakan oleh sebagian besar para Romo dari Yunani dalam bahasanya sendiri. Bir Disin berpendirian bahwa Jesus Kristus adalah kedudukan dari rumah ibadah dari Firman Tuhan, tetapi keduanya, dia dan Firman itu diciptakan. St Ephraim dalam memberantas heresy (bid'ah) dari Bir Disin, mengatakan:
Dalam bahasa Syria
"Wai lakh O, dovya at Bir Disin
Dagreit l'Milta eithrov d'Alihi
Baram kthaba la kthab d'akh hikhin
Illa d'Miltha eithrov Allihi
Dagreit l'Milta eithrov d'Alihi
Baram kthaba la kthab d'akh hikhin
Illa d'Miltha eithrov Allihi
Dalam bahasa Arab
"Wailu'l-laka yi anta's-Safil Bir Disin
Li-anna fara'aita kina 'l-kalimo li-'l-Lihi
Li-kina 'l-Kitibo mi Kataba Kazi
Illa 'l-Kalimo Kina 'l-Lih"
Li-anna fara'aita kina 'l-kalimo li-'l-Lihi
Li-kina 'l-Kitibo mi Kataba Kazi
Illa 'l-Kalimo Kina 'l-Lih"
Dalam bahasa Inggris
"Woe unto thee O miserable Bir Disin
That thou didst read the "word was God's"!
But the Book (Gospel) did not write likewise
Except that "the Word was God".
That thou didst read the "word was God's"!
But the Book (Gospel) did not write likewise
Except that "the Word was God".
Terjemahan bahasa Indonesia
"Kesengsaraan bagimu, wahai Bir Disin yang tidak menyenangkan
Bahwa engkau benar telah membaca "firman itu Milik Tuhan"!
Tetapi Kitab Injil tidak menuliskannya seperti itu
Kecuali bahwa "Firman itu adalah Tuhan.
Bahwa engkau benar telah membaca "firman itu Milik Tuhan"!
Tetapi Kitab Injil tidak menuliskannya seperti itu
Kecuali bahwa "Firman itu adalah Tuhan.
Hampir dalam semua kontroversi tentang Logos kaum Unitarian telah dicap dengan "heresy" (menyimpang dari pendapat umum / tidak ortodoks) mengingkari keabadian dan kepribadian yang suci dari Logos itu dengan cara telah mengkorupsi Injil Yohanes dsb. kaum Nasira Unitarian yang asli telah mengembalikan kesalahan itu kepada kaum Trinitarian. Orang dapat menyimpulkan dari bacaan "patristik" bahwa kaum trinitarian selalu disalahkan karena telah mengkorupsi KitabSuci.
2). Tidak seperti orang Arab, baik orang-orang Ibrani maupun Aramia tidak mempunyai bunyi " j " dalam alfabetnya; huruf ketiga dari alfabet mereka "gamal" mempunyai bunyi g bila keras, dan bila lunak atau aspirate (mengucapkan dengan hembusan) menjadi suara kerongkongan dan bunyi gh.
3) Kitab Injil yang saya jadikan rujukan tidak memuat apa yang disebut kitab deutro-canonical atau Apocryphal dari Perjanjian Lama. Kitab Injil ini diterbitkan oleh American Bible Society (New York 1893). Judulnya berbunyi: Kthahhi Qadissihi Dadiathiqi Wadiathiqi Khadatt An Shad-wath Poushaqa dmin lishani qdimaqi. Matha 'ta d'dasta. Biblioneta d' America. (Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dengan konkordans dan kesaksian. Diterjemahkan dari bahasa kuno. Diterbitkan di Press of the American Bible Society).
4) Bagi orang Israel anggur tidak diharamkan.
5). Kata aslinya ialah cahaya (nur), dan seperti kata dalam bahasa Arab, ir berarti "sinar" dan bukan "api" yang dalam teks dapat terlihat dari "ish
6). Menarik dan memiliki arti untuk dicatat betapa observasi dari profesor terpelajar ini sesuai dengan observasi mantan Kaisar Jerman yang dalam kesempatan merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh puluh di Doorn, Belanda, dilaporkan sebagai telah mengatakan dalam pidatonya: " Dan ketahuilah hal ini – seandainya orang-orang Islam pernah memikirkan gagasan, bahwa adalah perintah Allah untuk membawa ketertiban di dalam masyarakat Barat yang sedang merosot, dan menundukkan mereka pada kehendakNya, maka – dengan percaya pada Tuhan – mereka akan datang kepada orang-orang Eropa yang tidak lagi bertuhan seperti gelombang pasang, terhadap mana bahkan kaum Bolshevik yang paling merah sekalipun, yang penuh dengan keinginan untuk menghadapinya, akan tidak berdaya". (Evening Standard, London, Januari 1929)
7) Dalam bahasa Ibrani Imam zaman dulu disebut Cohen, dan oleh orang Kristen diganti dengan "priest’ atau pendeta. Seorang imam Yahudi tidak pernah dapat diidentifikasikan dengan seorang pendeta Sakramen Kristen.
8) Jesus Kristus tidak pernah menyetujui para pengikutnya untuk menamakan diri mereka sendiri dengan "orang-orang Kristen". Tidak ada gelar lain yang lebih baik bagi kaum Unitarian selain daripada "Muslim."
0 komentar:
Posting Komentar